Jasa pembuatan makalah online, offline,,, alamat : Simpang Kampus IAIN IB Padang No.HP. 0821 7000 8485
Selasa, 19 April 2016
HIMPUNAN MAKALAH: ULUMUL QUR’AN- PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QURAN
HIMPUNAN MAKALAH: ULUMUL QUR’AN- PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QURAN: MAKALAH ULUMUL QUR’AN- Tentang PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QURAN Disusun oleh : Dosen pembimbing ...
HIMPUNAN MAKALAH: TEORI FUNGSIONALISME
HIMPUNAN MAKALAH: TEORI FUNGSIONALISME: TEORI FUNGSIONALISME PENDAHULUAN Selama beberapa dasawarsa yang lalu, teori struktural-fungsionalisme telah merajai kajian antropol...
TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)
TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)
Sudut pandang Pertukaran Sosial berepndapat bahwa orang
menghitung nilai keseluruhan dari sebuah hubungan dengan mengurangkan
pengorbanannya dari penghargaan yang diterima (Monge dan Contractor, 2003).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial
antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog
George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964).
Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang
lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan
pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti
halnya teori pembelajaran sosial, teori
pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat
hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya
terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut
dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut
terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit).
Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal
yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan.
Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang
berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan,
persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat
merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan
perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika
merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Berdasarkan keyakinan tersebut Homans dalam bukunya
“Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan
salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin
sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang
tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit
menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada
imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi :
“Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula
kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar
pertukaran sosial adalah “distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa
sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal
sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan
pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh
setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin
tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan keuntungan yang diterima
oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya – makin tinggi investasi,
makin tinggi keuntungan”.
Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran
sosial adalah perilaku sosial seseorang
hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses
mentalistik (black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini
menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan.
ASUMSI TEORI PERTUKARAN SOSIAL
Asumsi-asumsi dasar teori ini berasal dari sifat dasar
manusia dan sifat dasar hubungan. Asumsi-asumsi yang dibuat oleh teori
pertukaran sosial mengenai sifat dasar manusia adalah sebagai berikut :
1. Manusia mencapai penghargaan dan menghindari hukuman.
Pemikiran bahwa manusia mencari penghargaan dan menghindari hukuman
sesuai dengan konseptualisasi dari pengurangan dorongan (Roloff, 1981).
Pendekatan ini berpendapatan bahwa perilaku orang dimotivasi oleh suatu
mekanisme dorongan internal. Ketika orang ,merasakan dorongan ini, mereka
termotivasi untuk menguranginya, dan proses pelaksanaannya merupakan hal yang
menyenangkan.
2. Manusia adalah makhluk rasional.
Bahwa manusia adalah makhluk rasional merupakan asumsi yang penting
bagi teori pertukaran sosial.
Standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan
penghargaan bervariasi seiring berjalannya waktu dan dari satu orang ke orang
lainnya.
Asumsi ketiga, menunjukkan bahwa teori ini harus
mempertimbangkan adanya keanekaragaman. Tak ada satu standar yang dapat
digunakan pada semua orang untuk menentukan apa pengorbanan dan penghargaan
itu.
Asumsi-asumsi
yang dibuat oleh teori pertukaran sosial mengenai sifat dasar dari suatu
hubungan :
1. Hubungan memiliki sifat saling ketergantungan
Dalam suatu hubungan ketika seorang partisipan mengambil suatu
tindakan, baik partisipan yang satu maupun hubungan mereka secara keseluruhan
akan terkena akibat.
2. Kehidupan berhubungan adalah sebuah proses
Pentingnya waktu dan perubahan dalam kehidupan suatu hubungan. Secara
khusus waktu mempengaruhi pertukaran karena penglaman-pengalaman masa lalu
menuntun penilaian mengenai penghargaan dan pengorbanan, dan penilaian ini
mempengaruhi pertukaran-pertukaran selanjutnya.
EVALUASI DARI SEBUAH HUBUNGAN
Mengapa kita bertahan atau pergketika orang menghitung
nilai hubungan mereka dan membuat keputusan apakah akan tetap tinggal dalam
hubungan itu, beberapa peritimbangan lain akan muncul. Salah satu bagian yang
menarik dari teori Thibaut dan Kelly ada;ah penjelasan mereka mengenai
bagaimana orang mengevaluasi hubungan mereka apakah tetap tinggal atau
meninggalkannya. Evaluasi ini didasarkan pada dual perbandingan : level
perbandingan dan level perbandingan untuk alternatif.
Level perbandingan (Comparison Level) adalah standar yang
mewakili perasaan orang mengenai apa yang mereka harus terima dalam hal
penghargaaan dan pengorbanan dari sebuah hubungan. Level perbandingan
bervariasi di antara individu-individu karena hal inni subjektif. Hal ini lebih
banyak didasarkan pada pengalaman masa lalu stiap individu itu. Karena setiap
individu memliki pengalaman yang berbeda dalam jenis hubungan yang sama, mereka
membangun level hubungan yang berbeda.
Level perbandingan untuk alternative (Comparison Level for
Alternatives), didasarkan pada hubungan individu yang lebih memilih
meninggalkan hubungan yang memuaskan dan tetap tinggal pada hubungan yang tidak
memuaskan. Hal ini merujuk pada “level terendah dari penghargaan dari suatu
hubungan yang dapat diterima oleh seseorang
saat dihadapkan pada penghargaan yang ada dari hubungan alternatif atau
sendiri” .
POLA PERTUKARAN : TEORI PERTUKARAN SOSIAL DALAM PRAKTIK
Thibaut dan Kelly berpendapat bahwa ketika orang
berinteraksi, mereka dituntun oleh tujuan.
Hal ini konruen dengan asumsi yang menyatakan bahwa manusia merupakan
makhluk yang rasional. Menuruut Thibaut dan Kelly, orang terlibat dalam Urutan
Perilaku (Behavior Squence) atau serangkaian tindakan yang ditujukan untuk
mencapai tujuan mereka. Ketika orang-orang terlibat dalam urutan-urutan perilaku
mereka tergantung hingga batas tertentu pada pasangan mereka dalam hubungan
tersebut.
Saling ketergantungan ini memunculkan konsep Kekuasaan
(Power) atau ketergantungan seseorang terhadap yang lain untuk mencapai hasil
akhir. Ada dua jenis kekuasaan dalam teori Thibaut dan Kelly. Pertama,
Pengendalian nasib (Fate Control) adalah kemampuan untuk mempengaruhi hasil
akhir pasangan. Kedua, pengandalian perilaku (Behavior Control) adalah kekuatan
untuk menyebabkan perubahan perilaku orang lain. Thibaut dan Kelly menyatakan
bahwa orang mengembangkan pola-pola pertukaran untuk menghadapi perbedaan
kekuasaan dan untuk mengatasi pengorbanan yang diasosiakan dengan penggunaan
kekuasaan.
Thibaut dan Kelly mendeskripsikan tiga matriks yang berbeda
dalam teori pertukaran sosial. Pertama, matriks terkondisi (Given Matrix),
mempresentasikan pilihan-pilihan perilaku dan hasil akhir yang ditentukan oleh
kombinasi faktor-faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (keahlian
tertentu yang dimiliki oleh masing-masing individu). Orang mungkin dibatasi
oleh matriks terkondisi, tetapi mereka tidak terjebak didalamnya, mereka dapat
mengubahnya menjadi matriks efektif (Effective Matrix). Matriks efektif
merupakan matriks yang mempresentasikan perluasan dari perilaku alternatif dan
atau hasil akhir yang akan menentukan pilihan perilaku dalam pertukaran sosial.
Matriks yang terakhir yaitu matriks disposisional (Dispositional Matrix),
mempresentasikan bagaimana dua orang berpendapat bahwa mereka harus saling
bertukar penghargaan.
STRUKTUR PERTUKARAN
Pertukaran terjadi dalam beberapa bentuk dalam matriks,
anatara lain, pertukaran langsung, pertukaran tergeneralisasi dan pertukaran
produktif. Dalam pertukaran langsung
(Direct Exchange), timbal balik dibatasi pada kedua aktor yang terlibat.
Pertukaran tergeneralisasi (Generalized Exchange) melibatkan timbale balik yang
bersifat tidak langsung. Seseorang memberikan kepada orang lain, dan penerima
merespon tetapi tidak kepada orang pertama.akhirnya, pertukaran dapat bersifat
produktif, yaitu kedua aktor harus saling berkontribusi agar keduanya
memperoleh keuntungan.
Dalam pertukaran langsung dan tergeneralisasi, satu orang
diuntungkan oleh nilai yang dimiliki oleh orang yang lainnya. Satu orang
menerima penghargaan, sementara yang satunya mengalami pengorbanan. Dalam
pertukaran produktif (Productive Exchange), kedua orang mengalami
pengorbanandan mendapatkan penghargaan secara simultan.
TEORI KONFLIK
TEORI KONFLIK
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan
sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa
perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan
kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
Teori
ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok
pemisahan kelas dalam masyarakat.
Asumsi Dasar
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori
struktural fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar
dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan
1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif
terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara
panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di
Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas
pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu
struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum
proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama
kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa
rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan
hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan
sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar
telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Ada
beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis
dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian
dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam
masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam
masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan
dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang
berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan
subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan
konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar
terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa
perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium,
teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik
kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah
kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang
dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan
“paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena
adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya
dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang
berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A.
Coser dan Ralf Dahrendorf.
Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap
terikat pada model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat
yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang
konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang menegaskan
eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik),
coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan
tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan
analisis konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi
kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan berbagai sumbangan konflik
yang secara potensial positif yaitu membentuk serta mempertahankan struktur
suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli
sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan
teori menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa
setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup
seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu yang sia- sia. Memang Simmel
tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl
Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk
menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi
di mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori knflik
Simmel sebagai berikut:
Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin
dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang
mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah-
pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
Menurut
Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan
memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana
konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif
akan memperlemah kerangka masyarakat.
Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental
dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat
menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat
kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia
sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam
ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan
praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo-
Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan
wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah
memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser
melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan
permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang
bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah
satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari
kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi
pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Dasar pembentukan teori ini adalah filsafat pragmatis dan
behaviorisme sosial. Ada 3 hal penting dalam interaksionisme simbolik menurut
filsafat pragmatis :
1. Memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor dan dunia nyata.
2. Memandang baik aktor maupun dunia nyata sebagai proses dinamis dan
bukan struktur yang statis.
3. Arti penting yang menghububgkan kepada kemampuan aktor untuk
menafsirkan kehidupan sosial.
Sedangkan pemikiran behavorisme sosial lebih kearah
perilaku individu yang diamati.
Teori ini memiliki subtansi yaitu kehidupan bermasyarakat
terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individual dan antar
kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses
dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya dan
dari luar dirinya. Subtansi dari teori ini dikemukakan oleh Arnold Rose [dalam
buku Ritzer 2003:54]melalui seri asumsi dan proporsisi umum;
1. Manusia berada dalam lingkungan simbol-simbol memberikan tanggapan
terhadap simbol itu yang berupa fisik manusia memiliki kemampuan untuk
menginterpretasikan simbol-simbol secara verbal melalui pemakaian bahasa serta
memahami makna dabalik simbol itu.
2. Melalui simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain.
3. Melalui komunikasi simbol dapat dipelajari arti dan nilai-nalai serta
tindakan orang lain begitu pula pengetahuan simbol dalam komunikasi dalam
mempelajari simbol.
4. Simbol, makna, serta nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya
terfikirkan oleh mereka dalam bagian-bagian terpisah tetapi selalu dalam bentuk
kelompok yang kadang-kadang luas dan komplek.
5. Berfikir merupakan suatu proses pencarian kemungkinan yang bersifat
simbolis dan untuk mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang, menafsir
keuntungan dan kerugian relatif menurut penilaian individual, dimana satu
diantaranya dipilih untuk dilakukan.
GEORGE HERBERT MEAD (1863-1931)
Pengertian berfikir Mead adalah suatu proses dimana
individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan menggunakan simbol-simbol yang
bermakna. Menurut Mead tertib masyarakat akan tercipta apabila ada interaksi
dan komunikasi melalui simbol-simbol. Dalam buku Mind Set and Society, Mead
memperkenalkan konsep diri dengan menyebut bahwa diri dapat bersifat sebagai
objek maupun subjek sekaligus menjadi objek yaitu:
a. Merupakan objek bagi dirinya sendiri
b. Diri merupakan karakteristik manusia yang membedakan manusia dengan
hewan.
c. Menjadikan manusia mampu mencapai kesadaran diri sehingga seseorang
dapat mengambil sikap yang impersonal dan objektif.
Mead mengklaim bahwa bahasa memungkinkan kita untuk menjadi
makhluk yang self-conscious yang sadar akan individualitasnya dan unsur kunci
dalam proses itu adalah simbol. Inti pemikiran Mead dalam teori interaksionisme
simbolik adalah bahwa manusia memiliki dunianya sendiri dimana ia mampu menjadi
subjek sekaligus objek bagi dirinya sendiri. Sehingga ia mampu melakukan
tindakan yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Tindakan dan alur berfikir
Mead memandang tindakan merupakan inti dari teorinya dengan memusatkan pada
proses terjadinya tindakan akibat rangsangan dan tanggapan. Bahasa mempunyai
fungsi yang signifikan yaitu menggerakkan tanggapan yang sama pada pihak
rangsang dan respon.
CHARLES HORTON COOLEY (1864-1929)
Konsep penting dalam bangunan teori Cooley adalah konsep
cermin diri looking-glass self dan kelompok primer, dimana dalam individu
senantiasa terjadi suatu proses yang ditandai dengan 3 tahap terpisah yaitu:
1. Persepsi, dalam tahap ini kita membayangkan bagaimana orang melihat
kita.
2. Interpretasi dan definisi, disini kitamembayangkan bagaimana orang lain
menilai penampilan kita.
3. Respon, berdasarkan persepsi dan interpretasi idividu tersebut menyusun
respon terhadap rspon kita.
Kelompok primer dianggap penting oleh Cooley sebab:
1. Kelompok ini memiliki pengaruh yang sangat mendasar dan merupakan
tempat pembentukan watak diri.
2. Kelompok ini merupakan utama dalam hubungan anatr ias dengan masyarakat
yang lebih luas.
3. Kelompok memberikan kepada individu pengalaman tentang kesatuan iasl
yang paling awal dan paling lengkap dan juga dalam pengertian bahwa kelompok
ini tidak mengalami perubahan derajat yang sama seperti pada hubungan yang luas
tetapi merupakan sumber yang dari mana struktur iasl itu muncul.
HERBERT BLUMMER
Individu dalam interaksionisme simbolik Blumer dapat
dilihat dalam 3 premis yang diajukan:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada
sesuatu itu pada mereka.
2. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses interaksi
berlangsung.
Interaksionisme simbolik, kata Blumer dalam interaksi aktor
tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan dari ornag lain tetapi mencoba
menafsirka dan mendefinikan setiap tindakan orang lain. Dalam melakukan
interaksi secara langsung maupun tidak langsung indivudu dijembatani oleh
penggunaan simbol-simbol penafsiran yaitu bahasa. Konsep Blumer dikenal dengan
self-indication yaitu proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu
mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna dan memutuskan untuk bertindak
berdasarkan makna itu.
Inti pemikiran Blumer mengenai interaksionisme simbolik
dapat disadur dari kajian Poloma 1984 sebagai berikut:
1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi.
2. Interaksi terdiri dari kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
manusia lain. Interaksi non simbolis mencakup stimulus respon yang sederhana.
Interaksionisme simbolis mencakuppenafsiran tindakan.
3. Objek-objek yang tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih
merupakan produk interaksi simbolik. Objek dapat dikategorikan ke 3 kategori
luas yaitu : objek fisikseperti meja dan kursi, objek sosial seperti guru, dan
objek abstrak seperti nilai.
4. Manisia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat mengenal dan
melihat dirinya sebagai objek.
5. Tindakan manusia adalah tindalan interpretatif yang dibuat oleh
manusia.
6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotan
kelompok.
TEORI FUNGSIONALISME
TEORI FUNGSIONALISME
PENDAHULUAN
Selama beberapa dasawarsa yang lalu, teori
struktural-fungsionalisme telah merajai kajian antropologi dan sosiologi di
Dunia Barat, sehingga Kingsley Davis berani mengatakan bahwa
struktural-fungsionalisme adalah sama dan sebangun dengan antropologi dan
sosiologi (Davis 1959). Di Inggris, teori ini mencapai puncak pencapaiannya
dalam dasawarsa 1930 dan 1950, dalam masa mana struktural-fungsionalisme
dikatakan sebagai identik dengan British Social Anthropology. Pelopornya yang
terkenal di sana adalah Radcliffe-Brown (R-B) dan Malinowski. Dari Inggris,
pendekatan ini dibawa oleh pelopornya, R-B, menyeberang ke Amerika dan
diperkenalkan ke Jurusan Sosiologi dan Antropologi di Chicago University.
Dua di antara pengikutnya yang terkenal di universitas itu
pada masa itu adalah Fred Eggan dan Robert Redfield. Teori ini di Amerika
mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1950-an, ketika Talcott Parsons
mengembangkannya dalam bentuk yang lebih canggih dan kompleks di Department of
Social Relations, Harvard University. Namun demikian, sejak akhir 1960an, teori
ini mulai mendapat banyak kritikan yang keras dan tajam, dan dari situ muncul
teori-teori sosiologi baru yang dianggap lebih canggih. Di Inggris, berdasarkan
atas kritik terhadap teori ini, para ahli antropologi telah mengembangkan teori
action, sedangkan di Amerika telah berkembang antara lain teori fenomenologi
dan teori simbolik.
SEJARAH
Struktural-fungsionalisme lahir sebagai reaksi terhadap
teori evolusionari. Jika tujuan dari kajian-kajian evolusionari adalah untuk
membangun tingkat-tingkat perkembangan budaya manusia, maka tujuan dari
kajian-kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu sistem
sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang
berfungsi antara individuindividu, antara kelompok-kelompok, atau antara
institusi-institusi sosial di dalam suatu masyarakat, pada suatu kurun masa
tertentu. Jadi pendekatan evolusionari lebih bersifat historis dan diakronis,
sedangkan pendekatan struktural-fungsional lebih bersifat statis dan sinkronis.
Struktural-fungsional adalah penggabungan dari dua pendekatan, yang bermula
dari pendekatan fungsional Durkheim, kemudian digabungkan dengan pendekatan
struktural R-B. Karena itu untuk memahami pendekatan struktural-fungsional,
orang harus melihat dulu sejarah perkembangan pendekatan fungsional.
PENDEKATAN FUNGSIONAL
Meskipun eksplanasi secara fungsional dalam kajian-kajian
sosial telah terlihat dalam karya-karya Spencer dan Comte, namun Durkheimlah yang
telah meletakkan dasarnya secara tegas dan jelas.
Peranan Durkheim ini diakui secara eskplisit oleh R-B.
Durkheim secara jelas mengatakan bahwa fenomena sosial seharusnya diekpslain
melalui dua pendekatan pokok yang berbeda, yaitu pendekatan historis dan
pendekatan fungsional. Analisa fungsional berusaha menjawab pertanyaan mengapa
suatu item-item social tertentu mempunyai konsekuensi tertentu terhadap operasi
keseluruhan sistem sosial. Sementara itu analisa historis berusaha menjawab
mengapa item sosial tersebut, bukan item-item sosial yang lain, secara
histories yang mempunyai fungsi tersebut.
Para peneliti sosial, kata Durkheim, harus dapat
mengkombinasikan penelitian untuk mencari asal-usul dan sebab (pendekatan
historis), di satu pihak, dan penentuan fungsifungsi dari suatu fenomena sosial
(pendekatan fungsional), di pihak lain. Kita harus menentukan apakah ada satu
hubungan antara kenyataan sosial yang diteliti dengan kebutuhan umum organisme
sosial. Kalau ada, maka hubungan tersebut terdiri dari hal-hal apa saja, dan
bagaimana prosesnya sehingga hubungan berfungsi tersebut terjadi. Pendekatan
fungsional dalam antropologi sosial dipelopori oleh dua orang sarjana Inggris
yang hidup sezaman, yaitu R-B dan Malinowski. Meskipun kedua mereka ini sama-sama
dipengaruhi oleh Durkheim, namun penafsiran dan pengembangan mereka atas konsep
fungsi adalah berbeda satu sama lain.
R-B menolak setiap penggunaan konsep fungsi yang tidak
dikaitkan dengan struktur sosial, karena itulah pendekatan dasarnya adalah
kombinasi dari kedua konsep tersebut: fungsi dan struktur sosial, yang kemudian
dikenal dengan nama struktural-fungsionalisme. R-B dengan tegas membedakan
konsep fungsionalnya dari konsep fungsional Malinowski. Bagi R-B fungsi adalah
“kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial, atau sebuah institusi
sosial, terhadap kemantapan suatu struktur sosial”. Sementara itu Malinowski
melihat “fungsi” sama seperti “guna”, yang dikaitkan dengan kebutuhan
psikologis dan biologis manusia. Fungsi dari sebuah item sosial, atau sebuah
institusi sosial, menurut Malinowski, adalah “kegunaan dari institusi tersebut
dalam memenuhi kebutuhan psiko-biologis individuindividu anggota sebuah
masyarakat”. Di bawah ini akan kita bahas perbedaan pandangan kedua ahli
antropologi Inggris ini secara lebih rinci.
Teori fungsionalisme struktural Parsons berkonsentrasi pada
struktur masyarakat dan antar hubungan berbagai struktur tersebut yang dilihat
saling mendukung menuju keseimbangan dinamis. Perhatian dipusatkan pada
bagaimana cara keteraturan dipertahankan di antara berbagai elemen masyarakat
(ibid., halm.83). Pemerhatian teori ini pada unsur struktur dan fungsi
dalam meneliti proses sosial dalam
masyarakat, dan pandangannya pada masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri
dari bagian-bagian atau subsistem yang saling tergantung, teori ini menganggap
integrasi sosial merupakan fungsi utama dalam sistem sosial. Integrasi sosial
ini mengonseptualisasikan masyarakat ideal yang di dalamnya nilai-nilai budaya
diinstitusionalisasikan dalam sistem sosial, dan individu (sistem kepribadian)
akan menuruti ekspektasi sosial. Maka, kunci menuju integrasi sosial menurut
Parsons adalah proses kesalingbersinggungan antara sistem kepribadian, sistem
budaya dan sistem sosial, atau dengan kata lain, stabilitas sistem
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
Arsip Blog
-
▼
2016
(70)
-
▼
April
(39)
- HIMPUNAN MAKALAH: ULUMUL QUR’AN- PENULISAN DAN KO...
- HIMPUNAN MAKALAH: TEORI FUNGSIONALISME
- TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)
- TEORI KONFLIK
- TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
- TEORI FUNGSIONALISME
- TEORI FEMINISME
- TEORI EVOLUSI
- SISTEM LEMBAGA KEUANGAN-SISTEM KEUANGAN DAN LEMBAG...
- SEJARAH PERADABAN ISLAM- PETUMBUHAN, DASAR-DASAR ...
- PERANAN NINIK MAMAK
- ULUMUL QUR’AN- PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QURAN
- PENJAJAHAN BANGSA EROPA ATAS WILAYAH OMAN
- HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA-PEDOMAN BERACARA DI PE...
- Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter
- MASALAH SOSIAL "ANAK JALAN DAN PROSTITUSI"
- MAKALAH-UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG KEWAJIBAN TERHADAP ORANG...
- TAFSIR- Q.S Al-an’am ayat 151
- TAFSIR-MUSYAWARAH
- USHUL FIQH II-LAFAZ SHARIH DAN KINAYAH
- PERBANDINGAN MAZHAB USHUL FIQIH I-KONTROVERSI ULAM...
- MAKALAH HUBUNGAN INDIVIDU, MASYARAKAT DAN BUDAYA
- HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
- HADIS MAUDHU
- MAKALAH-MALAIKAT
- PANCASILA-SISTEM HUKUM ADAT
- PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN-WAWASAN NUSANTARA
- KERAJAAN KEDIRI
- Kaidah-kaidah fiqih-KAIDAH-KAIDAH FIKIH YANG UMUM
- METODOLOGI STUDI ISLAM-ISLAM FUNDAMENTAL
- Implementasi Strategi
- HUKUM TATA NEGARA-PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUK...
- DALALAH LAFZHIYAH DAN GHAIRU LAFZHIYYAH
- AMSALUL QURAN
- KEHUJJAHAN AL-MASLAHA AL-MURSALAH ( ISTIHLAH)
- ALIRAN-ALIRAN PSIKOLOGI DAN METODE MEMPELAJARINYA
- ALIRAN-ALIRAN DALAM PSIKOLOGI
- ALIRAN-ALIRAN PRAKTIS DALAM ILMU HUKUM
-
▼
April
(39)