MAKALAH
Tentang
ISLAM FUNDAMENTAL
Oleh :
Kelompok III
Dosen Pembimbing :
Drs. Sarwan,M.A.,P.hd
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2016 M
BAB I
PENDAHULUAN
Islam fundalisme merupakan salah satu fenomena paham
islaman yang banyak memperoleh perhatian baik dari kalangan orang islam
sendiri, maupun dari kalangan barat ( non muslim). Paham keislaman yang satu
ini sering diposisikan dan disifati dengan hal-hal yang berbau pejorative. Mereka
mennganut paham keislaman yang demikian itu sering dianggap sebagian kelompok
pembangkang, banyak melakukan kekerasan seperti melakukan tteror,intinidasi,
bahkan penumbuhan dalam mencapai tujuannya. Karnanya dari sebagian kalangan
umat islam banyak yang merasa keberatan untuk memberikan sifat fundamentali
kedalam islam, menguat ajaran islam yang diturunklan Tuhan kepada Nabi Muhammad
SAW. Membawa missi kedamaian, keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Namun, demikian dalam kenyatan dilapangan, islam
fundamentalis itu jelas ada. Untuk itu perlu dikaji secara mendalam ( secara
ilmiah) tentang apa yang disebut dengan islam fundameentalis?,apa cirri-ciri
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi paham islam fundamentalisme?, apa saja yang melatar belakangi timbulnya paham fundamentalisme?,
bagaimana paham fundamentalisme dengan upaya mewujutkan cita-cita islam?,
bagaimana sikap yang harus ditampillkan dalam menghadapi kelompok islam
fundamentalisme?.
Beberapa masalah yang berkaitan denganislam fundamentalisme,
sebagainama telah disebutkan diatas yang akan menjadi pokok pembahasan dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM
FUNDAMENTAL
A.
Pengertian Islam Fundamental
Istilah fundamentalisme muncul pertama kali
di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini pada dasarnya
merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan
kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan
ditafsirkan secara harfiah.[1]
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan
kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat
dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar,
asas, alas, fondasi.[2]
Dengan demikian fundamentalisme dapat
diartikan dengan paham yang berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa
yang dianggap mendasar. Istilah fundamentalisme pada mulanya juga digunakan
untuk menyebut penganut Katholik yang menolak modernitas dan mempertahankan
ajaran ortodoksi agamanya, saat ini juga digunakan oleh penganut agama-agama
lainnya yang memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme Islam,
Hindu, dan juga Buddha.
Selanjutnya pengertian kaum fundamentalis
dari segi istilah sudah memiliki satu psikologis, dan berbeda
dengan pengertian fundamentalis dalam arti kebahasaan sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya. Dalam pengertian yang demikian itu kelahiran kaum
fundamentalis ada hubungan dengan sejarah perkembangan ajaran Kristen dan dalam
islam, kaum fundamentalis ada hubungan dengan masalah poertentangan politik,
social, kebudayaan dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini Darwan Raharjo
mengatakan sebagai berikut, “suatu langkah yang barang kali perlu ditempuh adalah
memahami gejala lahirnya istilah itu ndalam sejarah perkembangan agama Kristen.
Dengan pemahaman itu kita bias menengok kepada gejala perkembangan islam, baik
didunia islam umumnya dan di Indonesia sendiri[3]
Sejalan dengan itu, pada perkembangan
selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme menimbulkan suatu citra
tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam
mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum
fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung
melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai pendapat dari para cendekiawan
bermunculan terkait dengan istilah fundamentalisme, salah satunya pendapat M.
Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak
selalu berkonotasi negatif, sejauh gerakan itu bersifat tasional dan spiritual,
dalam arti memahami ajaran agama berdasarkan semangat dan konteksnya,
sebagaimana ditunjukkan oleh fundamentalisme spiritualis rasionalis yang
dibedakan dengan fundamentalisme aktifis politis yang memperjuangkan Islam
sebagai entitas politik dan tidak menekankan pembaharuan pemikiran agama yang
autentik.[4]
B.
Latar Belakang Timbulnya Fundamentalisme Islam
Istilah
funfamentalisme pertama digunakan olek kelompok-kelompok penganut agama
krisrren di Amerika Serikat untuk menamai aliran pemikiran keagamaan yyang
cenderung menafsirkan tek-tek keagamaan secara kaku dan literalis ( harfiah ). Dalam kontes iuni fundamentalisme pada umumnya dianggap sebagai reaksi
terjhadap modernisme. Reaksi ini bermula dari annggapan bahwa modernisme
cenderung menafsirkan tek-tek keagamaan secara elastis dan fleksibel untuk
menyesuaikannya dengan berbagai kemajuan zaman modern, ahirnya justru membawa
agama keposisi yang semakin terdesak kepinggiran.
Kecenderungan menafsairka tek-tek keagamaan secara
kaku dan harfiah seperti yang dilakukan oleh kaum fundamentalis protestan,
ternyata diterima juga oleh penganut-penganut agama lain diabad kedua puluh
ini.oleh karena itu, tidak heran jika para sarjana orientalis dan islamisis
barat menyebut kecenderungan yang serupa dikalangan muslim, sebagai
fundamentalisme islam. Disamping dihubungkan dengan islam, istilah
fundamentalisme dihubungkan dengan agama-agama selain Kristen, sehingga
muncullah kaum fundamentalisme Sikhs dan sebagainya. Tetapi berbeda dengan kaum
fundalis protestan yang menyebut dirinya fundalis, kelompok-kelompok dengan
kecenderungan yang nserupa didalam agama lain sebagian malah menolak disebut
dengan demikian. Kelompok seperti itu ditimur tengah umumnya lebih suka disebut
dirinya dengan istilah Usuliyah Islamiah (asas-asas islam), Bat’s islam
(kebangkitan islam), atau Harakah islam (Gerakan Islam). Sementara
kelompok-kelompok yang kurang menyukai mereka menyebut dengan istilah
Muta’ashshibin (Kelompok fanatic) atau mutatharrifin (kelompok
radikalekstrimis).
C.
Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari sekelumit paparan deskriptif historis
kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa
karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis.
Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan
harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa
kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan
bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat
tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan (Azyumardi Azra,
1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya
terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :[5]
1.
Mereka cenderung melakukan interpretasi
literal terhadap teks-teks suci agama dan menolak pemahaman kontekstual atas
teks agama karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.
2.
Mereka menolak pluralisme dan relativisme.
Bagi kaum fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman
terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan
kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama
muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi
juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali
agama.
3.
Mereka memonopoli kebenaran atas tafsir
agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang
paling benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka.
Di dalam khasanah islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa,
sehingga dikenal banyak mazhab. Mahzab
terbesar di indonesia adalah ikhwanul muslimin, salafi atau wahabi, hizbut
tahrir, dan habib.
4.
Setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu
dapat dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan
militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang
sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi
agama.
Beberapa karakteristik lain dari gerakan
fundamentalisme Islam, yaitu :[6]
1.
Mempunyai
prinsip interpretasi ajaran agama yang berbeda atau berseberangan dengan
tradisi yang berlaku. Kemudian secara aktif, kelompok ini akan bergerak untuk
memperjuangkan hasil penafsirannya tersebut dengan pelbagai cara; dari kritik
persuasif hingga tindakan tegas yang menjurus anarkhisme. Pada titik inilah
fundamentalisme kerap dipersepsikan sebagai gerakan negatif.
2.
Lazimnya
kelompok ini memiliki perilaku yang eksklusif, tertutup, dan mencurigai
kelompok lain. Kendati dalam sebuah kesempatan bisa sangat terbuka untuk
berdialog dengan kelompok lain tetapi tujuannya sekadar membantah argumentasi
mereka.
3.
Berkat
keyakinan akan kebenaran pemahamannya tentang ajaran agama, kelompok
fundamentalis selalu aktif menyebarkan pahamnya, agresif dalam merekrut
pengikut baru, dan sebagainya.
4.
Keyakinan akan
perlunya upaya yang sungguh-sungguh (jihad) dalam mencapai keselamatan hidup
baik di dunia ataupun di akhirat menjadikan kelompok fundamentalis senantiasa
giat dan militan melakukan segala aktifitasnya.
D. Fundamentalisme Islam di Indonesia
Munculnya gerakan keagamaan yang berkarakter
fundamentalis merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam
kontemporer di Indonesia. Istilah Islam fundamentalis sebagai sebuah kesatuan
dari berbagai fenomena sosial keagamaan kelompok-kelompok muslim merupakan hal
yang demikian kompleks. Islam fundamentalis tidak sepenuhnya mampu
mendiskripsikan fenomena yang beragam atas gerakan-gerakan keagamaan yang
muncul di Indonesia.
Berdasarkan karakteristik yang menjadi platform gerakan fundamentalis yang
tekah dipaparkan di depan, di Indonesia terdapat beberapa kelompok yang
diasumsikan sebagai kelompok Islam fundamentalis di antaranya adalah Front
Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Komunikasi Ahlusunnah
Wal Jamaah (FKAWJ), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Laskar Jihad (
Jamhari, 2004:10 ).
Secara umum dapat diidentifikasi landasan
ideologis yang dijumpai dalam gerakan-gerakan tersebut :
1. Konsep Din wa
Daulah (agama dan
negara). Dalam konsep ini Islam dipahami sebagai sistem hidup total, yang
secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan, waktu, dan tempat.
Pemisahan antara agama dan negara tidak dapat diterima oleh kelompok
fundamentalis, sehingga agama dan negara dipahami secara integralistik.
2. Kembali pada al-Quran dan sunnah. Dalam
konsep ini umat Islam diperintahkan untuk kembali kepada akar-akar Islam awal
dan praktik nabi yang puritan dalam mencari keaslian (otentitas) dan pembaruan.
Jika umat Islam tidak kembali ke ‘jalan yang benar’ dari para pendahulu mereka
maka mereka niscaya tidak akan selamat. Kembali kepada al-Quran dan Sunnah
dipahami secara skriptual dan totalistik.
3. Puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai
budaya barat ditolak karena dianggap sesuatu yang asing bagi Islam. Media massa
diupayakan untuk menyebarkan nilai praktik Islam yang otentik dari pada
menyebar pengaruh budaya asing yang sekuler. Hal ini mensyaratkan penegakan
keadilan sosial ekonomi sehingga doktrin tentang zakat sangat ditekankan
sehingga mampu memajukan kesejahteraan sosial dan mampu memperbaiki kesenjangan
kelas di kalangan umat.
4. Berpegang teguh pada kedaulatan syariat
Islam. Tujuan utama umat Islam adalah menegakkan kedaulatan Tuhan di muka bumi
ini. Tujuan ini bias dicapai dengan membangun tatanan Islam yang memposisikan
syariat sebagai undang-undang tertinggi. Dari pemahaman ini maka agenda
formalisasi syariat Islam menjadi entry
point bagi
terbentuknya negara Islam sehingga syariat Islam benar-benar dapat diperlakukan
dalam hukum positif, baik hukum perdata maupun jinayat.
5. menempatkan jihad sebagai instrumen gerakan.
Umat Islam diperintahkan untuk membangun masyarakat ideal sebagaimana telah
digariskan dan sesuai dengan syariat Islam. Oleh sebab itu diperlukan adanya
upaya menghancurkan kehidupan jahiliyah dan menaklukkan kekuasaan-kekuasaan
duniawi melalui jihad atau perang suci.
6. perlawanan terhadap Barat yang hagemonik dan
menentang keterlibatan mendalam dari pihak Barat untuk urusan dalam negeri
negara-negara Islam. Mereka merasa harus mendeklarasikan perlawanan terhadap
Barat karena umat Islam sudah diperlakukan dengan tidak adil, baik secara
politik, ekonomi, maupun budaya.
Ideologi-ideologi itulah yang menyatukan
gerakan-gerakan Islam di berbagai negara termasuk Indonesia. Yang membedakan di
antara mereka barangkali terletak pada bentuk artikulasi gerakan. Dalam hal ini
mereka tergantung pada problem yang dihadapi di negara masing-masing. Di
Indonesia sendiri, antara Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia,
dan Front Pembela Islam memiliki kesamaan ideologi, namun cara menterjemahkan
ideologi dan praktik gerakannya satu sama lain berbeda-beda
E. Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di
Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak kelompok atau
mazhab yang menganut fundamentalisme. Berikut ini adalah empat mazhab besar
fundamentalisme Islam.[7]
1. Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh
dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di
Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah Muhammadiyah. Maka dari itu
mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para mantan DI/TII rata-rata masuk
Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini bermetamorfosis menjadi PKS,
KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau merunut sejarahnya, organisasi ini
merupakan salah satu sempalan Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan
kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i Ali Moertopo c.s.
Organisasi ini terlihat cukup soft misal jarang melakukan kekerasan
fisik, tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari segi penampilan untuk
pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara perempuannya berjubah dan
berjilbab model lebar dan panjang.
2. Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis, nyaris semua pucuk
pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan Arab yang didukung oleh sejumlah dalil
mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
adalah bagian dari mereka, juga teroris bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far
Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah
yang paling radikal.
Kekhususan mereka adalah mereka golongan Arab
masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua
golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya, yaitu kelompok Saudi dan
kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya, kelompok ini sebenarnya cukup
lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka berkelahi sendiri. Misal,
tradisi mubahallah atau saling melaknat atas nama Allah seringkali dijadikan
solusi bagi mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan
inilah yang seringkali memicu mereka terpecah jadi fraksi-fraksi kecil. Basis
utama mereka di daerah Solo dimana mereka mendirikan banyak pesantren di sana.[8]
3. Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan
khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih
condong soft dengan dasar pemikiran adalah
“mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan
terbentuk dengan sendirinya. Kelompok kami tidak punya data cukup memadai
tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.
4. Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar
bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal perempuan dari golongan
ini dilarang menikah dengan non Sayyid jika tidak maka mereka akan dibunuh.
Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan
bagian dari golongan ini. Doktrin utama kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim
kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka sebenarnya lebih dekat dengan paham
khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama kali muncul dalam sejarah, walaupun
mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
F. Kekeliruan dalam Memahami Fundamentalisme
Islam
Diskursus
fundamentalisme mulai marak sekitar tahun 70-an akhir dan 80-an awal.
Masyarakat Islam Iran, pada ketika itu, mengejutkan dunia dengan gerakan
revolusinya yang berhasil menumbangkan Syah Reza Pahlevi. Bersamaan dengan itu
pula, Ikhwanul Muslimin Mesir menjadi kekuatan baru bagi masyarakat dan
pemerintah Mesir. Pola-pola gerakan Islam terus menggelinding bagai bola salju
sampai sekarang dalam berbagai bentuk. Dan saat ini, dunia menyaksikan pola
gerakan terorisme, sebagai bentuk gerakan paling mutakhir fundamentalisme
Islam.
Maraknya
terorisme dan radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat
banyak kalangan ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan
mengayomi semua ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa
fundamentalisme Islam tidak ada hubungannya dengan Islam itu sendiri;
fundamentalisme Islam adalah fenomena baru yang muncul di abad 19 atau 18;
fundamentalisme hanyalah semacam reaksi terhadap tatanan kehidupan yang lebih
global saat ini.
Makna
fundamentalis Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris dan anti-Amerika
Serikat (AS), tetapi Muslim yang bersedia melaksanakan nilai-nilai yang
terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara konsisten. Melaksanakan nilai
Islam mulai dari dasar secara konsisten sehingga pandangan bahwa Islam
menakutkan tidak benar, justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat
bagi umat manusia dan seluruh alam.
G. Sikap Terhadap Kelompok Fundamentalis
Dilihat dari
substansinya, Nampak bahwa pandangan, sikap, dan keyakinan keagamaan kaum
fundamentalis tidak keluar dari Islam. Mereka termasuk muslim dan mukmin yang
taat, bahkan dapat dikatakan bahwa mereka berpegang teguh pada ajaran Islam dan
ingin memperjuangkannya dengan segala upaya dan kemampuan yang dimiliki agar
ajaran Islam yang mereka pahami benar-benar dapat dilaksanakan oleh seluruh
umat manusia tanpa terkecuali. Dengan demikian kehadiran fundamentalisme tidak
mesti direspon secara searah dan dengan pandangan negatif.
Di manapun dan
bilapun gerakan muslim fundamentalis muncul sebagai suatu kelompok, seharusnya
kita hargai dengan lapang dada karena berkelompok dengan orang-orang sealiran
adalah hak asasi manusia. Dan apapun ideologi yang mereka anut dan sebarkan,
seharusnya kita biarkan hidup bebas pula. Sebab, menganut ideologi apapun, atau
tidak menganut ideologi apapun, dalam koridor kebebasan berfikir dan
berekspresi, sejatinya hak asasi manusia juga.
Namun bila hak
kebebasan itu telah mereka salah gunakan dalam kehidupan sosial-politik, maka
pelanggaran itu perlu ditindak. Semisal memaksa individu dan kelompok lain
untuk menerapkan keyakinan dan konsep muslim fundamentalis, tanpa kontrak
sosial dan perbincangan yang jelas. Sebab, hal itu telah menjurus pada
pelanggaran hak asasi manusia dan telah menodai nilai penting kontrak sosial
dan konstitusi.
Dengan
demikian, kita dapat menyimpulkan bahawa sikap yang seharusnya kita terapkan untuk
menghadapi timbulnya fenomena muslim fundamentalis berikut pemikiran dan
tindakannya adalah sikap terbuka dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena
fundamentalisme sebagai kebebasan berfikir dan berekspresi dan kritis apabila
tindakan mereka telah jauh menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang
lain.
Selain itu,
kita juga dapat mengambil pelajaran berharga dari sikap dan kegiatan kaum
fundamentalis. Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat
pada prinsip yang dianut., Dari militansi yang terlihat dalam kelompok
fundamentalis dapat diambil pelajaran akan semangat kerja, kemauan untuk
bekerja keras. Kemalasan dan kelemahan semangant merupakan penyakit yang
menimpa kaum muslimin negeri ini untuk waktu yang cukup lama. Fundamentalisme
mengajak kita untuk berbuat, untuk tidak diam saja karena pilihan lainnya
adalah perubahan ke arah yang lebih buruk.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah
yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan :
Fundamentalisme
merupakan paham dimana para penganutnya berusaha untuk memperjuangkan atau
menerapkan apa yang dianggap mendasar. Fundamentalisme Islam yang terjadi di
Indonesia saat ini muncul dalam gerakan-gerakan maupun organisasi yang
berlafashkan Islam seperti misalnya Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin
Indonesia, dan Front Pembela Islam di mana tiap-tiap organisasi memiliki
ideologi yang hampir sama tapi cara praktik yang mereka gunakan berbeda-beda.
Istilah
fundamentalisme yang kerap diidentikkan dengan tindakan terorisme dan
radikalisme merupakan suatu pendapat yang keliru karena makna fundamentalis
Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris, tetapi muslim yang bersedia
melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara
konsisten. Justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat bagi umat
manusia dan seluruh alam.
Untuk
menyikapi sikap kelompok Islam fundamentalis ini seharusnya sikap kita terbuka
dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena fundamentalisme sebagai kebebasan
berfikir dan berekspresi dan kritis apabila tindakan mereka telah jauh
menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang lain.
B.
Saran
Sebagai sesama
muslim yang sama-sama berpedoman pada al-Quran dan Sunnah Nabi, tidak
sepatutnya kita menghakimi kelompok lain yang memiliki pemahaman agama yang
berbeda. Seharusnya kita menyikapi hal tersebut dengan sikap terbuka. Dari
sikap muslim fundamentalis tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga.
Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat pada prinsip yang
dianut. Selain itu, dapat diambil pelajaran akan semangat kerja yakni kemauan
untuk bekerja keras.
DAFTAR PUSTAKA
Montgomery William W.,.. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (terjemahan
Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997
Raharjo Darwan,”Fundamentalisme” dalam Muhammad Wahyuni Hafis (ed)
Rekontruksi dan Renungan Religius Islam, Jakarta: Paramadina,1996
Sudrajat Ajat,,
dkk. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Negeri Umum. Yogyakarta: UNY Press,2008
Ahmad Fuad
Fanani, Islam Mazhab Kritis.Jakarta:Kompas, 2004
[1] William Montgomery W.,.. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (terjemahan
Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997) h. 3
[2] KBBI
[3] Darwan Raharjo ,”Fundamentalisme” dalam
Muhammad Wahyuni Hafis (ed) Rekontruksi dan Renungan Religius Islam, (Jakarta:
Paramadina,1996) cet 1, Hlm 87
[4] Ibid,
[5] Ajat
Sudrajat,, dkk. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Negeri Umum.( Yogyakarta: UNY
Press,2008)h.30
[6] Ibid,
[7] .
Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis. ( Jakarta:Kompas, 2004) h.41
[8] Ibid,h.43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)