Selasa, 19 April 2016

METODOLOGI STUDI ISLAM-ISLAM FUNDAMENTAL



MAKALAH
Tentang
ISLAM FUNDAMENTAL


Oleh :
Kelompok III




Dosen Pembimbing :
Drs. Sarwan,M.A.,P.hd


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2016 M


BAB I
PENDAHULUAN

Islam fundalisme merupakan salah satu fenomena paham islaman yang banyak memperoleh perhatian baik dari kalangan orang islam sendiri, maupun dari kalangan barat ( non muslim). Paham keislaman yang satu ini sering diposisikan dan disifati dengan hal-hal yang berbau pejorative. Mereka mennganut paham keislaman yang demikian itu sering dianggap sebagian kelompok pembangkang, banyak melakukan kekerasan seperti melakukan tteror,intinidasi, bahkan penumbuhan dalam mencapai tujuannya. Karnanya dari sebagian kalangan umat islam banyak yang merasa keberatan untuk memberikan sifat fundamentali kedalam islam, menguat ajaran islam yang diturunklan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Membawa missi kedamaian, keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia.

Namun, demikian dalam kenyatan dilapangan, islam fundamentalis itu jelas ada. Untuk itu perlu dikaji secara mendalam ( secara ilmiah) tentang apa yang disebut dengan islam fundameentalis?,apa cirri-ciri yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi paham islam fundamentalisme?,  apa saja yang melatar belakangi timbulnya paham fundamentalisme?, bagaimana paham fundamentalisme dengan upaya mewujutkan cita-cita islam?, bagaimana sikap yang harus ditampillkan dalam menghadapi kelompok islam fundamentalisme?.
Beberapa masalah yang berkaitan denganislam fundamentalisme, sebagainama telah disebutkan diatas yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN

ISLAM FUNDAMENTAL

A.    Pengertian Islam Fundamental
Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah.[1]
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi.[2]
Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar. Istilah fundamentalisme pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Selanjutnya pengertian kaum fundamentalis dari segi istilah sudah memiliki satu psikologis, dan berbeda dengan pengertian fundamentalis dalam arti kebahasaan sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam pengertian yang demikian itu kelahiran kaum fundamentalis ada hubungan dengan sejarah perkembangan ajaran Kristen dan dalam islam, kaum fundamentalis ada hubungan dengan masalah poertentangan politik, social, kebudayaan dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini Darwan Raharjo mengatakan sebagai berikut, “suatu langkah yang barang kali perlu ditempuh adalah memahami gejala lahirnya istilah itu ndalam sejarah perkembangan agama Kristen. Dengan pemahaman itu kita bias menengok kepada gejala perkembangan islam, baik didunia islam umumnya dan di Indonesia sendiri[3]
Sejalan dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai pendapat dari para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah fundamentalisme, salah satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh gerakan itu bersifat tasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme aktifis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak menekankan pembaharuan pemikiran agama yang autentik.[4]

B.     Latar Belakang Timbulnya Fundamentalisme Islam
Istilah funfamentalisme pertama digunakan olek kelompok-kelompok penganut agama krisrren di Amerika Serikat untuk menamai aliran pemikiran keagamaan yyang cenderung menafsirkan tek-tek  keagamaan secara kaku dan literalis ( harfiah ). Dalam kontes iuni fundamentalisme pada umumnya dianggap sebagai reaksi terjhadap modernisme. Reaksi ini bermula dari annggapan bahwa modernisme cenderung menafsirkan tek-tek keagamaan secara elastis dan fleksibel untuk menyesuaikannya dengan berbagai kemajuan zaman modern, ahirnya justru membawa agama keposisi yang semakin terdesak kepinggiran.
Kecenderungan menafsairka tek-tek keagamaan secara kaku dan harfiah seperti yang dilakukan oleh kaum fundamentalis protestan, ternyata diterima juga oleh penganut-penganut agama lain diabad kedua puluh ini.oleh karena itu, tidak heran jika para sarjana orientalis dan islamisis barat menyebut kecenderungan yang serupa dikalangan muslim, sebagai fundamentalisme islam. Disamping dihubungkan dengan islam, istilah fundamentalisme dihubungkan dengan agama-agama selain Kristen, sehingga muncullah kaum fundamentalisme Sikhs dan sebagainya. Tetapi berbeda dengan kaum fundalis protestan yang menyebut dirinya fundalis, kelompok-kelompok dengan kecenderungan yang nserupa didalam agama lain sebagian malah menolak disebut dengan demikian. Kelompok seperti itu ditimur tengah umumnya lebih suka disebut dirinya dengan istilah Usuliyah Islamiah (asas-asas islam), Bat’s islam (kebangkitan islam), atau Harakah islam (Gerakan Islam). Sementara kelompok-kelompok yang kurang menyukai mereka menyebut dengan istilah Muta’ashshibin (Kelompok fanatic) atau mutatharrifin (kelompok radikalekstrimis).
C.    Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan (Azyumardi Azra, 1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :[5]
1.      Mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.
2.      Mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
3.      Mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam  khasanah islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal banyak mazhab.  Mahzab terbesar di indonesia adalah ikhwanul muslimin, salafi atau wahabi, hizbut tahrir, dan habib.
4.      Setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama.
Beberapa karakteristik lain dari gerakan fundamentalisme Islam, yaitu :[6]
1.              Mempunyai prinsip interpretasi ajaran agama yang berbeda atau berseberangan dengan tradisi yang berlaku. Kemudian secara aktif, kelompok ini akan bergerak untuk memperjuangkan hasil penafsirannya tersebut dengan pelbagai cara; dari kritik persuasif hingga tindakan tegas yang menjurus anarkhisme. Pada titik inilah fundamentalisme kerap dipersepsikan sebagai gerakan negatif.
2.              Lazimnya kelompok ini memiliki perilaku yang eksklusif, tertutup, dan mencurigai kelompok lain. Kendati dalam sebuah kesempatan bisa sangat terbuka untuk berdialog dengan kelompok lain tetapi tujuannya sekadar membantah argumentasi mereka.
3.              Berkat keyakinan akan kebenaran pemahamannya tentang ajaran agama, kelompok fundamentalis selalu aktif menyebarkan pahamnya, agresif dalam merekrut pengikut baru, dan sebagainya.
4.              Keyakinan akan perlunya upaya yang sungguh-sungguh (jihad) dalam mencapai keselamatan hidup baik di dunia ataupun di akhirat menjadikan kelompok fundamentalis senantiasa giat dan militan melakukan segala aktifitasnya.
D.    Fundamentalisme Islam di Indonesia
Munculnya gerakan keagamaan yang berkarakter fundamentalis merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer di Indonesia. Istilah Islam fundamentalis sebagai sebuah kesatuan dari berbagai fenomena sosial keagamaan kelompok-kelompok muslim merupakan hal yang demikian kompleks. Islam fundamentalis tidak sepenuhnya mampu mendiskripsikan fenomena yang beragam atas gerakan-gerakan keagamaan yang muncul di Indonesia.
Berdasarkan karakteristik yang menjadi platform gerakan fundamentalis yang tekah dipaparkan di depan, di Indonesia terdapat beberapa kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok Islam fundamentalis di antaranya adalah Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah (FKAWJ), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Laskar Jihad ( Jamhari, 2004:10 ).
Secara umum dapat diidentifikasi landasan ideologis yang dijumpai dalam gerakan-gerakan tersebut :
1.      Konsep Din wa Daulah (agama dan negara). Dalam konsep ini Islam dipahami sebagai sistem hidup total, yang secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan, waktu, dan tempat. Pemisahan antara agama dan negara tidak dapat diterima oleh kelompok fundamentalis, sehingga agama dan negara dipahami secara integralistik.
2.      Kembali pada al-Quran dan sunnah. Dalam konsep ini umat Islam diperintahkan untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik nabi yang puritan dalam mencari keaslian (otentitas) dan pembaruan. Jika umat Islam tidak kembali ke ‘jalan yang benar’ dari para pendahulu mereka maka mereka niscaya tidak akan selamat. Kembali kepada al-Quran dan Sunnah dipahami secara skriptual dan totalistik.
3.      Puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai budaya barat ditolak karena dianggap sesuatu yang asing bagi Islam. Media massa diupayakan untuk menyebarkan nilai praktik Islam yang otentik dari pada menyebar pengaruh budaya asing yang sekuler. Hal ini mensyaratkan penegakan keadilan sosial ekonomi sehingga doktrin tentang zakat sangat ditekankan sehingga mampu memajukan kesejahteraan sosial dan mampu memperbaiki kesenjangan kelas di kalangan umat.
4.      Berpegang teguh pada kedaulatan syariat Islam. Tujuan utama umat Islam adalah menegakkan kedaulatan Tuhan di muka bumi ini. Tujuan ini bias dicapai dengan membangun tatanan Islam yang memposisikan syariat sebagai undang-undang tertinggi. Dari pemahaman ini maka agenda formalisasi syariat Islam menjadi entry point bagi terbentuknya negara Islam sehingga syariat Islam benar-benar dapat diperlakukan dalam hukum positif, baik hukum perdata maupun jinayat.
5.      menempatkan jihad sebagai instrumen gerakan. Umat Islam diperintahkan untuk membangun masyarakat ideal sebagaimana telah digariskan dan sesuai dengan syariat Islam. Oleh sebab itu diperlukan adanya upaya menghancurkan kehidupan jahiliyah dan menaklukkan kekuasaan-kekuasaan duniawi melalui jihad atau perang suci.
6.      perlawanan terhadap Barat yang hagemonik dan menentang keterlibatan mendalam dari pihak Barat untuk urusan dalam negeri negara-negara Islam. Mereka merasa harus mendeklarasikan perlawanan terhadap Barat karena umat Islam sudah diperlakukan dengan tidak adil, baik secara politik, ekonomi, maupun budaya.
Ideologi-ideologi itulah yang menyatukan gerakan-gerakan Islam di berbagai negara termasuk Indonesia. Yang membedakan di antara mereka barangkali terletak pada bentuk artikulasi gerakan. Dalam hal ini mereka tergantung pada problem yang dihadapi di negara masing-masing. Di Indonesia sendiri, antara Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam memiliki kesamaan ideologi, namun cara menterjemahkan ideologi dan praktik gerakannya satu sama lain berbeda-beda
E.     Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme. Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam.[7]
1.      Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah Muhammadiyah. Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para mantan DI/TII rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau merunut sejarahnya, organisasi ini merupakan salah satu sempalan Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i Ali Moertopo c.s. Organisasi ini terlihat cukup soft misal jarang melakukan kekerasan fisik, tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara perempuannya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang.
2.      Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan Arab yang didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan mereka adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya, yaitu kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya, kelompok ini sebenarnya cukup lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka berkelahi sendiri. Misal, tradisi mubahallah atau saling melaknat atas nama Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka terpecah jadi fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana mereka mendirikan banyak pesantren di sana.[8]
3.      Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya.  Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.

4.      Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid jika tidak maka mereka akan dibunuh.  Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
F.     Kekeliruan dalam Memahami Fundamentalisme Islam
Diskursus fundamentalisme mulai marak sekitar tahun 70-an akhir dan 80-an awal. Masyarakat Islam Iran, pada ketika itu, mengejutkan dunia dengan gerakan revolusinya yang berhasil menumbangkan Syah Reza Pahlevi. Bersamaan dengan itu pula, Ikhwanul Muslimin Mesir menjadi kekuatan baru bagi masyarakat dan pemerintah Mesir. Pola-pola gerakan Islam terus menggelinding bagai bola salju sampai sekarang dalam berbagai bentuk. Dan saat ini, dunia menyaksikan pola gerakan terorisme, sebagai bentuk gerakan paling mutakhir fundamentalisme Islam.
Maraknya terorisme dan radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat banyak kalangan ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan mengayomi semua ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa fundamentalisme Islam tidak ada hubungannya dengan Islam itu sendiri; fundamentalisme Islam adalah fenomena baru yang muncul di abad 19 atau 18; fundamentalisme hanyalah semacam reaksi terhadap tatanan kehidupan yang lebih global saat ini.
Makna fundamentalis Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris dan anti-Amerika Serikat (AS), tetapi Muslim yang bersedia melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara konsisten. Melaksanakan nilai Islam mulai dari dasar secara konsisten sehingga pandangan bahwa Islam menakutkan tidak benar, justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat bagi umat manusia dan seluruh alam.
G.    Sikap Terhadap Kelompok Fundamentalis
Dilihat dari substansinya, Nampak bahwa pandangan, sikap, dan keyakinan keagamaan kaum fundamentalis tidak keluar dari Islam. Mereka termasuk muslim dan mukmin yang taat, bahkan dapat dikatakan bahwa mereka berpegang teguh pada ajaran Islam dan ingin memperjuangkannya dengan segala upaya dan kemampuan yang dimiliki agar ajaran Islam yang mereka pahami benar-benar dapat dilaksanakan oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Dengan demikian kehadiran fundamentalisme tidak mesti direspon secara searah dan dengan pandangan negatif.
Di manapun dan bilapun gerakan muslim fundamentalis muncul sebagai suatu kelompok, seharusnya kita hargai dengan lapang dada karena berkelompok dengan orang-orang sealiran adalah hak asasi manusia. Dan apapun ideologi yang mereka anut dan sebarkan, seharusnya kita biarkan hidup bebas pula. Sebab, menganut ideologi apapun, atau tidak menganut ideologi apapun, dalam koridor kebebasan berfikir dan berekspresi, sejatinya hak asasi manusia juga.
Namun bila hak kebebasan itu telah mereka salah gunakan dalam kehidupan sosial-politik, maka pelanggaran itu perlu ditindak. Semisal memaksa individu dan kelompok lain untuk menerapkan keyakinan dan konsep muslim fundamentalis, tanpa kontrak sosial dan perbincangan yang jelas. Sebab, hal itu telah menjurus pada pelanggaran hak asasi manusia dan telah menodai nilai penting kontrak sosial dan konstitusi.
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahawa sikap yang seharusnya kita terapkan untuk menghadapi timbulnya fenomena muslim fundamentalis berikut pemikiran dan tindakannya adalah sikap terbuka dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena fundamentalisme sebagai kebebasan berfikir dan berekspresi dan kritis apabila tindakan mereka telah jauh menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang lain.
Selain itu, kita juga dapat mengambil pelajaran berharga dari sikap dan kegiatan kaum fundamentalis. Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat pada prinsip yang dianut., Dari militansi yang terlihat dalam kelompok fundamentalis dapat diambil pelajaran akan semangat kerja, kemauan untuk bekerja keras. Kemalasan dan kelemahan semangant merupakan penyakit yang menimpa kaum muslimin negeri ini untuk waktu yang cukup lama. Fundamentalisme mengajak kita untuk berbuat, untuk tidak diam saja karena pilihan lainnya adalah perubahan ke arah yang lebih buruk.





















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari makalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan :
Fundamentalisme merupakan paham dimana para penganutnya berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar. Fundamentalisme Islam yang terjadi di Indonesia saat ini muncul dalam gerakan-gerakan maupun organisasi yang berlafashkan Islam seperti misalnya Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Front Pembela Islam di mana tiap-tiap organisasi memiliki ideologi yang hampir sama tapi cara praktik yang mereka gunakan berbeda-beda.
Istilah fundamentalisme yang kerap diidentikkan dengan tindakan terorisme dan radikalisme merupakan suatu pendapat yang keliru karena makna fundamentalis Islam bukan berarti seseorang sebagai teroris, tetapi muslim yang bersedia melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah Nabi secara konsisten. Justru ajaran Islam bersikap toleran dan membawa rahmat bagi umat manusia dan seluruh alam.
Untuk menyikapi sikap kelompok Islam fundamentalis ini seharusnya sikap kita terbuka dan kritis. Terbuka dalam menerima fenomena fundamentalisme sebagai kebebasan berfikir dan berekspresi dan kritis apabila tindakan mereka telah jauh menyimpang dan melanggar hak asasi umat muslim yang lain.
B.      Saran
Sebagai sesama muslim yang sama-sama berpedoman pada al-Quran dan Sunnah Nabi, tidak sepatutnya kita menghakimi kelompok lain yang memiliki pemahaman agama yang berbeda. Seharusnya kita menyikapi hal tersebut dengan sikap terbuka. Dari sikap muslim fundamentalis tersebut, kita dapat mengambil pelajaran berharga. Anggota-anggota mereka terlihat mempunyai kesetiaan yang kuat pada prinsip yang dianut. Selain itu, dapat diambil pelajaran akan semangat kerja yakni kemauan untuk bekerja keras.
DAFTAR PUSTAKA

Montgomery William W.,.. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (terjemahan Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997

Raharjo Darwan,”Fundamentalisme” dalam Muhammad Wahyuni Hafis (ed) Rekontruksi dan Renungan Religius Islam, Jakarta: Paramadina,1996

Sudrajat Ajat,, dkk. Din al-Islam  Pendidikan  Agama  Islam  di Perguruan  Tinggi Negeri  Umum. Yogyakarta: UNY Press,2008

Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis.Jakarta:Kompas, 2004




 


[1] William Montgomery W.,.. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (terjemahan Taufik Adnan Amal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997) h. 3
[2] KBBI
[3] Darwan Raharjo ,”Fundamentalisme” dalam Muhammad Wahyuni Hafis (ed) Rekontruksi dan Renungan Religius Islam, (Jakarta: Paramadina,1996) cet 1, Hlm 87

[4] Ibid,
[5] Ajat Sudrajat,, dkk. Din al-Islam  Pendidikan  Agama  Islam  di Perguruan  Tinggi Negeri  Umum.( Yogyakarta: UNY Press,2008)h.30
[6] Ibid,
[7] . Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis. ( Jakarta:Kompas, 2004) h.41
[8] Ibid,h.43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)

Arsip Blog