Selasa, 19 April 2016

HUKUM TATA NEGARA-PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM TATA NEGARA



MAKALAH
HUKUM TATA NEGARA
Tentang
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM TATA NEGARA











Oleh :


Avelin Wilyant            : 1413040485
Rahmisal                     : 1413040591
Azmaniko Azman       : 1413040......



Dosen pembimbing :
Ridha Mulyani,SH.,MH





JURUSAN JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BOJOL PADANG
1437 H / 2016 M



BAB I
PENDAHULUAN

Negara merupakan gejarala kehidupan umat manusia disepanjang sejarah umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang. Dalam mengatur sebuah negara tentunya ada hukum yang mengaturnya dan ada tata cara tentang negara agar negara tersebut berjalan dengan baik (good governance) . 
Hukum tata negara dalam arti luas termasuk didalamnya tentang HAN ( hukum administrasi negara) sedangkan dalam arti sempit hukum tata negara suatu negara yang berlaku pada waktu tertentu. Untuk membahas lebih lantut tentang HTN ini, maka pemakalah akan memaparkan tentang istilah, pengertian dan ruanglingkup kajian HTN ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERISTILAHAN
Hukum Tata Negara dikembangkan di beberapa negara dengan peristilahar yang berbeda-beda. Perbedaan peristilahan ini lebih merupakan perbedaar kebahasaan dan perbedaan cakupan yang dibahas di dalamnya. Di Prancis Hukum Tata Negara disebut Droit Constitutionnel dan di Inggris disebui Constitutional Law. Di Belanda, Hukum Tata Negara disebut staatsrech dan di Jerman disebut verfassungsrecht.[1]
Dalam bahasa Indonesia, Hukum Tata Negara memiliki istilah lain yaitu hukum negara dan hukum konstitusi. Moh. Kusnardi dan Harman Ibrahim menyebut dua istilah ini. Keduanya adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsrecht, yang memiliki arti luas dan sempit. Penggunaan istilah hukum negara dimaksudkan untuk membedakan dari Hukum Tata Negara dalam arti sempit.
Sedangkan bagi pihak lain yang lebih rnenyukai menggunakan istilah Hukum Tata Negara sebagai terjemahan dari staatsrecht adalah Hukum Tata Negara dari arti sempit yang berbeda dengan Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara. Dari empat istilah yang muncul, ada kecenderungan bahwa Hukum Tata Negara membahas persoalan hukum konstitusi. Disebut Hukum Konstitusi karena unsur konstitusi yang dibahas lebih menonjol. Namun demikian, di antara para ahli hukum, ada pula yang berusaha membedakan kedua istilah ini dengan menganggap bahwa istiah Hukum tata Negara lebih luas cakupan pengertiannya daripada istilah Hukum Konstitusi. Hukum Konstitusi dianggap lebih sempit karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks undang-­undang dasar, sedang Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada undang-undang dasar. Menurut Jimly Asshiddiqie, pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan dalam mengartikan perkataan konstitusi (verfassung) itu sendiri yang seakan-akan diidentikkan dengan undang-undang dasar (grundgesetz). Karena kekeliruan tersebut, Hukum Konstitusi dipahami lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.[2]
Sementara itu, untuk menyebut Hukum Tata Negara, Djokosoetono menggunakan istilah verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah verfassungslehre dipandang lebih luas daripada verfassungsrecht, sebab yang dibahas di dalamnya adalah persoalan konstitusi, yang tidak terbatas pada hukum konstitusi.
Jimly Asshiddiqie memperjelas pandangan Djokosoetono ini, bahwa yang dibahas dalam staatslehre adalah persoalan negara dalam arti luas, sedangkan staatsrecht hanya mengkaji aspek hukumnya saja, yaitu hukum negara. Pendapat ini juga dipegangi oleh Hans Kelsen yang menulis buku dengan judul Algemeine Staatslehre dan Herman Heller yang menulis buku Staatslehre.
Bagir Manan, menyebut konstitusi dengan merujuk Undang-Undang Dasar. 1945 dan Hukum Konstitusi dipersamakan dengan Hukum Tata Negara. Dengan kata lain, konstitusi tidak sama dengan Hukum Kon­stitusi (Hukum Tata Negara). Konstitusi hanyalah salah satu sumber dari Hukum Konstitusi. Karena itulah, dalam pandangan Bagir Manan, tidak­lah cukup untuk memahami hukum ketatanegaraan suatu negara jika hanya mengukur segala sesuatu dengan asas atau aturan yang ada dalam konstitusi. Dengan demikian, aturan-aturan ketatanegaraan yang diben­tuk atau tumbuh dijuar konstitusi merupakan sumber penting dan tidak mungkin diabaikan.
Di dalam khazainah literatur Islam, kata yang sepadan untuk menye­but Hukum Tata Negara adalah Fikih Siyasah, Siyasah Syar’iyyah, Fikih Dawlah yang membahas persoalan kenegaraan secara menyeluruh. Siyasah Syar'iyyah menurut ‘Abd al-Wahhab Khallaf, adalah kewenangan peme­rintah untuk melaksanakan kebijakan yang dikehendaki demi kemaslahatan, melalui aturan yang tidak bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu. Dalam pengertian ini, Siyasah Syar’iyyah bermakna luas yang menyangkut hukum ketatanegaraan yang bersumber pada syariat.
Sebagaimana dijelaskan oleh 'Abd al-Rahman Taj , dasar pokok Siyasah Syar’iyyah adalah wahyu atau agama. Nilai dan norma transendental merupakan dasar bagi pembentukan peraturan yang dibuat oleh institusi-­institusi kenegaraan yang berwenang. Syariat adalah sumber pokok bagi kebijakan pemerintah dalam mengatur berbagai macam urusan umum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
B.     Pengertian Hukum Tata Negara
Perkataan hukum tata negara berasal dari kata hukum, tata dan negara. Pada umumnya hukum diartikan sebagai peraturan-peratuaran mengenai tingkahlaku orang perorang didalam masyarakat yang mempunyai sanksi yang dipaksakan.[3] Tata sering disebut pengaturan dan pengelolaan. Sedangkan negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Para pakar hukum memiliki beberapa defenisi, tergantung sudut pandang mana ia ditinjau. Tetapi setidkanya ada beberapa dasar yang menjadi landasan pijak dalam mendefenisikan HTN :[4]
1.      Definisi HTN Ditinjau dari Ruang Lingkup Objek Kajian
HTN dalam konsep ini lebih menekankan pada objek mana yang menjadi pokok kajian dalam HTN itu sendiri. Berkaitan dengan defi­nisi HTN dari sudut objek kajian ini Van Vollenhoven (Belanda) da­lam bukunya "Staatrecht Over Zee" menyatakan: HTN adalah hukum yang mengatur semua masyarakat, hu­kum-tingkat atas sampai bawah, yang selanjutnya menentu­kan wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat hukum tersebut.5
Sementara Paul Scholten (Belanda), dalam bukunya "Staatrecht, Algement Deel", mendefinisikan, bahwa HTN adalah hukum yang mengatur organisasi negara atau organisasi dari suatu negara.
2.      Definisi HTN Ditinjau Hubungan antar Objek Kajian
Pada dasarnya, definisi di sini merupakan tindak lanjut dari defi­nisi pertama, tetapi lebih meluaskan lagi pada hubungan antara objek kajian.
Berkaitan dengan definisi HTN dari sudut hubungan antar objek Van der Pot (Belanda), dalam bukunya "Handboek van de Nederlans Staat-recht", mendefinisikan HTN sebagai peraturan yang menentu­kan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya dengan individu-individu (kegiatannya).[5]
Hal yang sama dikemukakan AN Dicey (Inggris) dalam bukunya "An Introduction to the Study of the Law of the Constitution, bahwa HTN pada dasarnya menitik beratkan pada pembagian kekuasaan da­lam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
Sementara James J. Robin (USA) menyatakan, HTN pada dasarnya membahas organisasi negara dan organ-organ atau alat-alat perlengkapan negara, susunan, fungsi dan wewenang serta hubungan­nya satu sama lain.
3.      Definisi HTN Ditinjau Fungsi dari Objek Kajian
Definisi HTN dari sudut fungsi objek, memfokuskan pada ba­gaimana sebenarnya fungsi dari masing-masing objek yang dikaji. Dengan kata lain, bahwa bagaimana fungsi masing-masing objek ka­jian dalam suatu sistem ketatanegaraan.
Maurice Duverger (Perancis) menyatakan, bahwa hukum konst­tusi adalah salah satu cabang dari hukum publik yang mengatur or­ganisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara.[6]
Wade dan Phillip (Inggris) dalam bukunya "Constitutional Law" terbitan 1936, HTN adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan tugas dan fungsi ser­ta hubungan antar organ-organ tersebut.
Sementara itu, Paton (Inggris) dalam bukunya "Textbook of jurisprudence" mendefinisikan HTN hanya dapat dilihat dari alat per­lengkapan negara, tugas, dan wewenangnya.
M. Soli Lubis (Indonesia) dalam bukunya "Azas-azas Hukum 'rata Negara" merumuskan HTN sebagai seperangkat peraturan me­ngenai bentuk susunan negara, alat perlengkapannya, tugas-tugas dan hubungan di antara alat-alat pelengkapan.
Kusumadi Pudjosewojo (Indonesia) dalam bukunya "Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia" menyebutkan: "HTN adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kes­atuan atau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukkan masyarakat hukum atasan mau­pun bawahan serta tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang se­lanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dan masyarakat-masyarakat hukum dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan pengua­sa) dari masyarakat hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang­an dari dan antara alat Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim perlengkapan itu. [7]
dalam bukunya "Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia" mendefinisikan HTN adalah sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan antar-alat perlengkap­an negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudu­kan warga negara dan hak-hak asasinya.
Dari pendapat para ahli hukum tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HTN pada dasarnya adalah peraturan-peraturan yang meng­atur organisasi negara dari tingkat atas sampai bawah, struktur, tugas, dan wewenang alat perlengkapan negara, hubungan antar-perleng­kapan tersebut secara hierarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak-hak asasinya.

C.    Ruang Lingkup Hukum Tata Negara
Sebagai ilmu, hokum tata Negara mempunyai objek penyelidikan dan mempunyai metode untuk melakukan penyelidikan. Ada tiga pakar hokum tata Negara yang mencoba mengetengahkan objek penyelidikan ilmu hokum tata Negara, yaitu : [8]
1.      Prof. Mr. Burkens
Menurut Burkens, objek penyelidikan ilmu hukum tata negara adalah sistem pengambilan keputusan (dalam) negara, sebagaimana distrukturkan dalam hukum (tata) positif. Dengan demikian, sistem pengambilan keputusan tersebut dapat kita temukan dalam berbagai hukum (tata negara) positif, seperti dalam Undang-Undang Dasar (konstitusi), undang-undang, peraturan tata tertib ber­bagai lembaga-lembaga negara, dan konvensi.[9]
2.      Prof.Mr. Belinfante
Belinfante tidak membatasi hal tersebut dalam hukum (tata negara) positif saja. Artinya, yang tidak diatur dalam hukum positif pun merupakan objek penyelidikan ilmu hukum tata negara. Sebagai contoh ialah pembentukan kabinet oleh pembentuk kabinet. Setelah pembentuk kabinet (Kabi­netsformateur) diangkat oleh Kepala Negara (Presiden, Raja/Ratu, Kaisar,Yang Di Pertuan Agung), badan tersebut melaksanakan tugasnya menyusun kabinet; hal inilah yang menjadi objek penyelidikan ilmu hukum tata negara
3.      Prof. Mr.A.M. Donner
Orang ketiga yang juga memberikan pendapatnya ialah A.M. Donner. Menurut guru besar Belanda ini, objek penyelidikan ilmu hukum tata negara adalah "penero­bosan negara dengan hukum" (de doordringing van de staat met het recht). Artinya, negara sebagai organisasi (kekua­saan/jabatan/rakyat) diterobos oleh aneka ragam hukum.
            Dalam studi Hukum Tata Negara itu sebenarnya ada pula cabang. ilmu khusus yang melakukan telaah perbandingan antar berbagai konstitusi, yaitu Hukum Tata Negara Perbandingan atau Ilmu Perbandingan Hu­kum Tata Negara. Tujuan metode perbandingan itu pada pokoknya ada dua, yaitu: [10]
1.      Untuk membanding­kan dua atau lebih konstitusi-konstitusi berbagai negara guna menemukan prinsip-prinsip pokok hukum tata ne­gara;
2.      untuk membandingkan satu konstitusi yang ditelaah dengan konstitusi lain atau konstitusi-kon­stitusi negara-negara lain guna memahami lebih men­dalam konstitusi yang ditelaah.
John Alder merumuskan lingkup hukum tata negara itu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci, yaitu sebagai berikut.[11]
1.      Siapa atau lembaga apakah yang menjalankan berbagai fungsi kekuasaan negara? Biasanya kekuasaan negara secara horizontal dibagi ke dalam tiga cabang, yaitu (i) the law making power; (ii) the executive power, yaitu the power to implement and enforce the laws; and (iii) the judicial power, yakni the power to settle disputes by applying the law to particular cases. Di samping itu, kekuasaan negara juga dibagi ke dalam struktur hierarkis antara central and local government, dan menurut tugas-tugas yang bersifat khusus, seperti polisi dan tentara;
2.      Apa dan bagaimanakah hubungan antara masing-masing cabang kekuasaan itu satu sama lain, dan secara khusus, siapa pula atau lembaga mana yang bertindak sebagai pemegang kata akhir dalam pengambilan keputusan mengenai sesuatu urusan tertentu?
3.      Bagaimanakah para anggota dan pimpinan dari cabang-cabang kekuasaan negara tersebut ditetapkan dan diberhentikan? Apakah pengisian jabatan keanggotaan dan pimpinan lembaga-lembaga negara yang menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara itu dipilih atau diangkat, dan bagaimanakah caranya?
4.      Bagaimanakah caranya pemerintahan dan demikian pula semua jabatan kenegaraan yang ada dibatasi dan dikontrol ? Apakah semua pemegang jabatan kenegaraan itu bertanggung jawab, dan kepada siapa mereka mempertanggungjawabkan kinerjanya. Apakah dan bagaimanakah mekanisme pertanggungjawaban itu kepada rakyat ?
5.      Bagaimana pula mekanisme dan prosedur untuk membentuk dan mengadakan perubahan atau penggantian terhadap undang-un­dang dasar?


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hukum Tata Negara memiliki istilah lain yaitu hukum negara dan hukum konstitusi. Moh. Kusnardi dan Harman Ibrahim menyebut dua istilah ini. Keduanya adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsrecht, yang memiliki arti luas dan sempit. Penggunaan istilah hukum negara dimaksudkan untuk membedakan dari Hukum Tata Negara dalam arti sempit.
Perkataan hukum tata negara berasal dari kata hukum, tata dan negara. Pada umumnya hukum diartikan sebagai peraturan-peratuaran mengenai tingkahlaku orang perorang didalam masyarakat yang mempunyai sanksi yang dipaksakan.[12] Tata sering disebut pengaturan dan pengelolaan. Sedangkan negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
B.     Saran
Saran pemakalah semoga kita dapat memahami apa itu hukum tata negara dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.









DAFTAR PUSTAKA

Sukardja  Ahmad, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara, Jakarta:Sinar Grafika,2012
Tutik Titik Triwulan,Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945,Jakarta : Kencana, 2010
Ni’matul Huda, , Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Perseda,2010
Asshiddiqie Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta : Rajawali Pers, 2010



 


[1] Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara, (Jakarta:Sinar Grafika,2012) h.7
[2] Ibid,h.8
[3] Ibid.,h.10
[4] Titik Triwulan Tutik,Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945 (Jakarta : Kencana, 2010) h. 23
[5] Ibid,h.24
[6] Ibid,h.24
[7] Ibid., h.25
[8] Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia,( Jakarta : Raja Grafindo Perseda,2010) h. 1
[9] Ibid, h.2
[10] Ibid, h.4
[11] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010) h. 62
[12] Ibid.,h.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)

Arsip Blog