MAKALAH
HUKUM TATA NEGARA
Tentang
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM TATA NEGARA
Oleh :
Avelin Wilyant :
1413040485
Rahmisal :
1413040591
Azmaniko Azman :
1413040......
Dosen
pembimbing :
Ridha
Mulyani,SH.,MH
JURUSAN
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BOJOL
PADANG
1437 H / 2016 M
BAB I
PENDAHULUAN
Negara merupakan gejarala kehidupan umat
manusia disepanjang sejarah umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari
bentuknya yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman
sekarang. Dalam mengatur sebuah negara tentunya ada hukum yang mengaturnya dan
ada tata cara tentang negara agar negara tersebut berjalan dengan baik (good
governance) .
Hukum
tata negara dalam arti luas termasuk didalamnya tentang HAN ( hukum
administrasi negara) sedangkan dalam arti sempit hukum tata negara suatu negara
yang berlaku pada waktu tertentu. Untuk membahas lebih lantut tentang HTN ini,
maka pemakalah akan memaparkan tentang istilah, pengertian dan ruanglingkup
kajian HTN ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERISTILAHAN
Hukum Tata Negara dikembangkan di beberapa negara
dengan peristilahar yang berbeda-beda. Perbedaan peristilahan ini lebih
merupakan perbedaar kebahasaan dan perbedaan cakupan yang dibahas di dalamnya.
Di Prancis Hukum Tata Negara disebut Droit Constitutionnel dan di
Inggris disebui Constitutional Law. Di Belanda, Hukum Tata Negara
disebut staatsrech dan di Jerman disebut verfassungsrecht.[1]
Dalam bahasa Indonesia, Hukum Tata Negara memiliki
istilah lain yaitu hukum negara dan hukum konstitusi. Moh. Kusnardi dan Harman
Ibrahim menyebut dua istilah ini. Keduanya adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsrecht, yang memiliki
arti luas dan sempit. Penggunaan istilah hukum negara
dimaksudkan untuk membedakan dari Hukum Tata Negara dalam arti sempit.
Sedangkan
bagi pihak lain yang lebih rnenyukai menggunakan istilah Hukum Tata Negara
sebagai terjemahan dari staatsrecht adalah Hukum Tata Negara dari
arti sempit yang berbeda dengan Hukum Administrasi Negara atau Hukum
Tata Usaha Negara. Dari empat istilah yang muncul, ada kecenderungan bahwa Hukum Tata Negara membahas persoalan hukum konstitusi.
Disebut Hukum Konstitusi karena
unsur konstitusi yang dibahas lebih menonjol. Namun demikian, di antara para ahli hukum, ada pula yang
berusaha membedakan kedua istilah ini dengan menganggap bahwa istiah Hukum tata Negara lebih luas cakupan pengertiannya daripada
istilah Hukum Konstitusi. Hukum Konstitusi dianggap lebih
sempit karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks undang-undang dasar, sedang Hukum Tata Negara tidak hanya
terbatas pada undang-undang dasar. Menurut Jimly
Asshiddiqie, pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan dalam mengartikan perkataan konstitusi (verfassung)
itu sendiri yang seakan-akan diidentikkan dengan undang-undang dasar (grundgesetz). Karena kekeliruan tersebut, Hukum Konstitusi dipahami
lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.[2]
Sementara itu, untuk menyebut Hukum Tata Negara, Djokosoetono menggunakan
istilah verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah verfassungslehre
dipandang lebih luas daripada verfassungsrecht, sebab yang dibahas
di dalamnya adalah persoalan konstitusi, yang tidak terbatas pada hukum
konstitusi.
Jimly
Asshiddiqie memperjelas pandangan Djokosoetono ini, bahwa yang dibahas dalam staatslehre
adalah persoalan negara dalam arti luas, sedangkan staatsrecht hanya
mengkaji aspek hukumnya saja, yaitu hukum negara. Pendapat ini juga
dipegangi oleh Hans Kelsen yang menulis buku dengan judul Algemeine Staatslehre dan Herman Heller
yang menulis buku Staatslehre.
Bagir Manan, menyebut konstitusi dengan merujuk
Undang-Undang Dasar. 1945 dan Hukum Konstitusi
dipersamakan dengan Hukum Tata Negara. Dengan kata lain, konstitusi tidak sama dengan Hukum Konstitusi (Hukum Tata Negara).
Konstitusi hanyalah salah satu sumber dari Hukum Konstitusi. Karena itulah,
dalam pandangan Bagir Manan, tidaklah cukup untuk memahami hukum ketatanegaraan suatu negara jika hanya
mengukur segala sesuatu dengan asas atau aturan yang ada dalam konstitusi.
Dengan demikian, aturan-aturan
ketatanegaraan yang dibentuk atau tumbuh dijuar konstitusi merupakan sumber
penting dan tidak mungkin diabaikan.
Di dalam
khazainah literatur Islam, kata yang sepadan untuk menyebut Hukum Tata Negara
adalah Fikih Siyasah, Siyasah Syar’iyyah, Fikih Dawlah yang
membahas persoalan kenegaraan secara menyeluruh. Siyasah Syar'iyyah menurut
‘Abd al-Wahhab Khallaf, adalah kewenangan pemerintah untuk melaksanakan
kebijakan yang dikehendaki demi kemaslahatan, melalui aturan yang tidak
bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu. Dalam pengertian
ini, Siyasah Syar’iyyah bermakna luas yang menyangkut hukum
ketatanegaraan yang bersumber pada syariat.
Sebagaimana
dijelaskan oleh 'Abd al-Rahman Taj , dasar pokok Siyasah Syar’iyyah adalah
wahyu atau agama. Nilai dan norma transendental merupakan dasar bagi
pembentukan peraturan yang dibuat oleh institusi-institusi kenegaraan yang berwenang. Syariat adalah
sumber pokok bagi kebijakan pemerintah dalam mengatur berbagai macam urusan umum dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
B. Pengertian Hukum Tata Negara
Perkataan
hukum tata negara berasal dari kata hukum, tata dan negara. Pada umumnya hukum
diartikan sebagai peraturan-peratuaran mengenai tingkahlaku orang perorang
didalam masyarakat yang mempunyai sanksi yang dipaksakan.[3] Tata
sering disebut pengaturan dan pengelolaan. Sedangkan negara adalah organisasi
tertinggi diantara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.
Para
pakar hukum memiliki beberapa defenisi, tergantung sudut pandang mana ia
ditinjau. Tetapi setidkanya ada beberapa dasar yang menjadi landasan pijak
dalam mendefenisikan HTN :[4]
1. Definisi HTN Ditinjau dari Ruang Lingkup Objek
Kajian
HTN
dalam konsep ini lebih menekankan pada objek mana yang menjadi pokok kajian
dalam HTN itu sendiri. Berkaitan dengan definisi HTN dari sudut objek kajian
ini Van Vollenhoven (Belanda) dalam bukunya "Staatrecht Over Zee"
menyatakan: HTN adalah hukum yang mengatur semua masyarakat, hukum-tingkat atas
sampai bawah, yang selanjutnya menentukan wilayah lingkungan rakyatnya,
menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang dan fungsinya dalam lingkungan
masyarakat hukum tersebut.5
Sementara Paul Scholten (Belanda), dalam bukunya "Staatrecht,
Algement Deel", mendefinisikan, bahwa HTN adalah hukum yang mengatur
organisasi negara atau organisasi dari suatu negara.
2. Definisi HTN Ditinjau
Hubungan antar Objek Kajian
Pada dasarnya, definisi di sini merupakan tindak
lanjut dari definisi pertama, tetapi lebih meluaskan lagi pada hubungan antara
objek kajian.
Berkaitan dengan definisi HTN dari sudut hubungan
antar objek Van der Pot (Belanda),
dalam bukunya "Handboek van de Nederlans Staat-recht", mendefinisikan
HTN sebagai peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta
wewenangnya masing-masing, hubungannya dengan individu-individu (kegiatannya).[5]
Hal yang sama dikemukakan AN Dicey (Inggris) dalam
bukunya "An Introduction
to the Study of the Law of the Constitution, bahwa HTN pada dasarnya
menitik beratkan pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang
tertinggi dalam suatu negara.
Sementara James J. Robin (USA) menyatakan, HTN pada
dasarnya membahas organisasi negara dan organ-organ atau alat-alat perlengkapan
negara, susunan, fungsi dan wewenang serta hubungannya satu sama lain.
3. Definisi HTN Ditinjau
Fungsi dari Objek Kajian
Definisi HTN dari sudut fungsi objek, memfokuskan pada
bagaimana sebenarnya fungsi dari masing-masing objek yang dikaji. Dengan kata
lain, bahwa bagaimana fungsi masing-masing objek kajian dalam suatu sistem
ketatanegaraan.
Maurice Duverger (Perancis) menyatakan, bahwa hukum
konsttusi adalah salah satu cabang dari hukum publik yang mengatur organisasi
dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara.[6]
Wade dan Phillip (Inggris) dalam bukunya "Constitutional
Law" terbitan 1936, HTN adalah hukum yang
mengatur organisasi-organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan tugas dan
fungsi serta hubungan antar organ-organ tersebut.
Sementara itu, Paton (Inggris) dalam bukunya "Textbook
of jurisprudence" mendefinisikan HTN hanya dapat dilihat dari alat perlengkapan
negara, tugas, dan wewenangnya.
M. Soli Lubis (Indonesia) dalam bukunya "Azas-azas
Hukum 'rata Negara" merumuskan HTN sebagai seperangkat peraturan mengenai
bentuk susunan negara, alat perlengkapannya, tugas-tugas dan hubungan di antara
alat-alat pelengkapan.
Kusumadi
Pudjosewojo (Indonesia) dalam bukunya "Pedoman Pelajaran Tata Hukum
Indonesia" menyebutkan: "HTN adalah hukum yang mengatur bentuk
negara (kesatuan atau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau
republik) yang menunjukkan masyarakat hukum atasan maupun bawahan serta
tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang selanjutnya menegaskan wilayah
dan lingkungan rakyat dan masyarakat-masyarakat hukum dan akhirnya menunjukkan
alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat
hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang),
wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat Moh. Kusnadi dan Harmaily
Ibrahim perlengkapan itu. [7]
dalam bukunya "Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia" mendefinisikan HTN adalah sebagai
sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan antar-alat
perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan
hak-hak asasinya.
Dari pendapat para ahli hukum tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa HTN pada dasarnya adalah peraturan-peraturan yang mengatur organisasi
negara dari tingkat atas sampai bawah, struktur, tugas, dan wewenang alat
perlengkapan negara, hubungan antar-perlengkapan tersebut secara hierarki
maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak-hak
asasinya.
C. Ruang Lingkup Hukum
Tata Negara
Sebagai ilmu, hokum tata Negara mempunyai objek
penyelidikan dan mempunyai metode untuk melakukan penyelidikan. Ada tiga pakar
hokum tata Negara yang mencoba mengetengahkan objek penyelidikan ilmu hokum
tata Negara, yaitu : [8]
1.
Prof. Mr. Burkens
Menurut Burkens, objek penyelidikan ilmu hukum tata
negara adalah sistem pengambilan keputusan (dalam) negara, sebagaimana
distrukturkan dalam hukum (tata) positif. Dengan demikian, sistem pengambilan
keputusan tersebut dapat kita temukan dalam berbagai hukum (tata negara)
positif, seperti dalam Undang-Undang Dasar (konstitusi), undang-undang,
peraturan tata tertib berbagai lembaga-lembaga negara, dan konvensi.[9]
2.
Prof.Mr. Belinfante
Belinfante tidak membatasi hal tersebut dalam hukum
(tata negara) positif saja. Artinya, yang tidak diatur dalam hukum positif pun
merupakan objek penyelidikan ilmu hukum tata negara. Sebagai contoh ialah
pembentukan kabinet oleh pembentuk kabinet. Setelah pembentuk kabinet (Kabinetsformateur)
diangkat oleh Kepala Negara (Presiden, Raja/Ratu, Kaisar,Yang Di Pertuan
Agung), badan tersebut melaksanakan tugasnya menyusun kabinet; hal inilah yang
menjadi objek penyelidikan ilmu hukum tata negara
3.
Prof. Mr.A.M. Donner
Orang ketiga yang juga memberikan pendapatnya
ialah A.M. Donner. Menurut guru besar Belanda ini, objek penyelidikan ilmu
hukum tata negara adalah "penerobosan negara dengan hukum" (de
doordringing van de staat met het recht). Artinya, negara sebagai
organisasi (kekuasaan/jabatan/rakyat) diterobos oleh aneka ragam hukum.
Dalam studi Hukum Tata Negara itu sebenarnya ada pula
cabang. ilmu khusus yang melakukan telaah perbandingan antar berbagai
konstitusi, yaitu Hukum Tata Negara Perbandingan atau Ilmu Perbandingan Hukum
Tata Negara. Tujuan metode perbandingan itu pada pokoknya ada dua, yaitu: [10]
1.
Untuk membandingkan dua atau lebih
konstitusi-konstitusi berbagai negara guna menemukan prinsip-prinsip pokok
hukum tata negara;
2.
untuk membandingkan satu konstitusi yang ditelaah
dengan konstitusi lain atau konstitusi-konstitusi negara-negara lain guna
memahami lebih mendalam konstitusi yang ditelaah.
John Alder merumuskan lingkup hukum tata negara itu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci,
yaitu sebagai berikut.[11]
1.
Siapa atau lembaga apakah yang menjalankan berbagai
fungsi kekuasaan negara? Biasanya kekuasaan negara secara horizontal dibagi ke
dalam tiga cabang, yaitu (i) the law making power; (ii) the executive power,
yaitu the power to implement and enforce the laws; and (iii) the
judicial power, yakni the power to settle disputes by applying the law
to particular cases. Di samping itu, kekuasaan negara juga dibagi ke dalam
struktur hierarkis antara central and local government, dan menurut
tugas-tugas yang bersifat khusus, seperti polisi dan
tentara;
2.
Apa dan bagaimanakah hubungan antara masing-masing
cabang kekuasaan itu satu sama lain, dan secara khusus, siapa pula atau lembaga
mana yang bertindak sebagai pemegang kata akhir dalam pengambilan keputusan
mengenai sesuatu urusan tertentu?
3.
Bagaimanakah para anggota dan pimpinan dari
cabang-cabang kekuasaan negara tersebut ditetapkan dan diberhentikan? Apakah
pengisian jabatan keanggotaan dan pimpinan lembaga-lembaga negara yang menjalankan
fungsi-fungsi kekuasaan negara itu dipilih atau diangkat, dan bagaimanakah
caranya?
4.
Bagaimanakah caranya pemerintahan dan demikian pula
semua jabatan kenegaraan yang ada dibatasi dan dikontrol ? Apakah semua pemegang jabatan kenegaraan itu bertanggung
jawab, dan kepada siapa mereka mempertanggungjawabkan kinerjanya. Apakah dan
bagaimanakah mekanisme pertanggungjawaban itu kepada rakyat ?
5.
Bagaimana pula mekanisme dan prosedur untuk membentuk
dan mengadakan perubahan atau penggantian terhadap undang-undang
dasar?
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Tata Negara memiliki istilah lain yaitu hukum
negara dan hukum konstitusi. Moh. Kusnardi dan Harman Ibrahim menyebut dua
istilah ini. Keduanya adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda, staatsrecht, yang memiliki
arti luas dan sempit. Penggunaan istilah hukum negara
dimaksudkan untuk membedakan dari Hukum Tata Negara dalam arti sempit.
Perkataan
hukum tata negara berasal dari kata hukum, tata dan negara. Pada umumnya hukum
diartikan sebagai peraturan-peratuaran mengenai tingkahlaku orang perorang
didalam masyarakat yang mempunyai sanksi yang dipaksakan.[12] Tata
sering disebut pengaturan dan pengelolaan. Sedangkan negara adalah organisasi
tertinggi diantara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.
B. Saran
Saran
pemakalah semoga kita dapat memahami apa itu hukum tata negara dan bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Sukardja Ahmad, Hukum
Tata Negara dan Administrasi Negara, Jakarta:Sinar Grafika,2012
Tutik Titik Triwulan,Konstruksi Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945,Jakarta : Kencana, 2010
Ni’matul Huda, , Hukum Tata Negara
Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Perseda,2010
Asshiddiqie Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta
: Rajawali Pers, 2010
[1] Ahmad
Sukardja, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara, (Jakarta:Sinar
Grafika,2012) h.7
[2] Ibid,h.8
[3] Ibid.,h.10
[4] Titik
Triwulan Tutik,Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD
1945 (Jakarta : Kencana, 2010) h. 23
[5] Ibid,h.24
[6] Ibid,h.24
[7] Ibid.,
h.25
[11]
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2010) h. 62
[12] Ibid.,h.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)