Kamis, 10 Desember 2015

ZAKAT HARTA DAN ZAKAT FITRAH - HADITS AHKAM

MAKALAH
HADITS AHKAM
Tentang
ZAKAT HARTA DAN ZAKAT FITRAH







Oleh :
Kelompok VIII

ARISTION
311159



Dosen pembimbing :
Zulkifli,

JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2015 M
 



BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Tathowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.
Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini.





BAB II
PEMBAHASAN
ZAKAT HARTA DAN ZAKAT FITRAH

A.    Jenis Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Zakat Secara bahasa berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara terminology berarti sejumlah harta tertentu yang mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu pula. Jadi, setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, berkah, tumbuh, dan berkembang[1]
Pakar ekonomi mengistilahkan harta yang terkena wajib zakat disebut harta objek pajak. Sah-sah saja bila kami meminjam istilah mereka, dengan menamakan harta yang dikenakan zakat sebagai harta objek zakat. [2]
Harta yang terkena zakat telah ditegaskan oleh nash hadits dan telah dilakukan pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad. Beliau memerintahkan pembantu-pembantunya untuk mengumpulkan zakat dari negara-negara Arab yang pendidiknya beragama Islam. Abu Bakar memlihara ketentuan yang wajib pegang oleh aparat zakat. Setelah Nabi wafat, Abu Bakat meneruskannya, sebagaimana yang dilakukan Nabi.
Hukum tentang zakat sangat rasional sifatnya dan beralasan. Para ulama mentapkan alasan kewajiban zakat dari sifat-sifat harta. Sifat-sifat yang dijadikan sumber bagi kewajiban zakat adalah sebagai berikut :
1.      Sifat harta itu bisa mengangkat status seseorang dari kemiskinan menjadi kaya. Maka ada sesuatu yang wajib dikeluarkan sikaya untuk si miskin. Dalam harta si kaya terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang yang tidak punya apa-apa (yang tidak meminta). Dengan demikian, adalah suatu keharusan untuk menetapkan nisab (jumlah minimal) harta yang terkena wajib zakat, dan kadar zakat yang wajib dikeluarkan
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim Adh-Dlohhak bin Makhlad dari Zakariya' bin Ishaq dari Yahya bin 'Abdullah bin Shayfiy dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ketika Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Mu'adz radliallahu 'anhu ke negeri Yaman, Beliau berkata,: "Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah mena'atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka".[3]
Dari penjelasan hadits diatas tadi merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk menunaikan suatu zakat apabila harta yang dimilikinya melebihi tingkat kemiskinan. Yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tersebut.
2.      Sifat kepemilikan terhadap harta yang terkena wajib zakat harus tidak hilang sewaktu-waktu. Sebaiknya harus kepemilikan sempurna sehingga pemilik harta itu dapat disebut sebagai kaya. Kepemilikan itu tidak cukup sekedar memiliki sejumlah harta kekayaan yang banyak, lalu hilang dalam waktu singkat
3.      Harta kekayaan itu harus harta yang dapat berkembang, baik melalui suatu perbuatan maupun suatu kebijakan, dimana seseorang dapat mengambil jalan untuk mengembangkan hartanya, dan tidak tergolong orang-orang yang memupuk emasdan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Memupuk emas dan perak, sebagaimana dipahami oleh sebagian ulama, bukan berarti tidak memiliki emas-perak yang disimpan. Tapi yang dimaksud adalah sengaja menyembunyikan dan menjadikannya simpanan rahasia yang tidak diketahui orang lain tidak mengeluarkannya untuk pertumbuhan keikutsertaannya melaui kekayaannya dalam membangun ekonomi masyarakat tempat ia hidup.
Melalui sifat harta yang terkena zakat sebagaimana dipaparkan para ulama fiqh, kita harus dapat mengetahui illat (alasan) diwajibkannya zakat. Sebab dewasa ini banyak kekayaan yang berkembang dengan cepat dan melimpah dengan sempurna. Dan para ulama terdahulu tidak mengenakan zakat atas harta-harta seperti itu, sebagaiman tidak ada nash dari Nabi Muhammad yang menyatakan menolak kewajiban zakat atas hartatersebut. Seperti peralatan pabrik.
            Harta kekayaan yang dikenakan zakat ditentukan berdasarkan sunnah dan perbuatan Nabi, serta perbuatan para sahabat sepeninggal Rasululllah, ada 4 macam.
1.      Hewan ternak, yaitu unta lembu, kambing dan kerbau. Nabi Muhammad SAW. telah  menerangkan kadar-kadarnya dan kadar zakat yang wajib dikeluarkan dalam ketentuan-ketentuan yang diperihara oleh Abu Bakar Shiddiq sepeninggal Rasul dan melakukannya sebagaimana dilaksanakan Rasulullah.

Mengenai ketentuan ternak unta yang wajib dizakatkan , Rasulullah pernah bersabda :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُثَنَّى الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي ثُمَامَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ أَنَّ أَنَسًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَتَبَ لَهُ هَذَا الْكِتَابَ لَمَّا وَجَّهَهُ إِلَى الْبَحْرَيْنِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ فَمَنْ سُئِلَهَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ عَلَى وَجْهِهَا فَلْيُعْطِهَا وَمَنْ سُئِلَ فَوْقَهَا فَلَا يُعْطِ فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ الْإِبِلِ فَمَا دُونَهَا مِنْ الْغَنَمِ مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلَاثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلَّا أَرْبَعٌ مِنْ الْإِبِلِ فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا مِنْ الْإِبِلِ فَفِيهَا شَاةٌ وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِيهَا ثَلَاثُ شِيَاهٍ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Al Mutsanna Al Anshariy berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku dia berkata, telah menceritakan kepada saya Tsumamah bin 'Abdullah bin Anas bahwa Anas menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar radliallahu 'anhu telah menulis surat ini kepadanya (tentang aturtan zakat) ketika dia mengutusnya ke negeri Bahrain: "Bismillahir rahmaanir rahiim. Inilah kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam terhadap kaum Muslimin dan seperti yang diperintahklan oleh Allah dan rasulNya tentangnya, maka barangsiapa dari kaum Muslimin diminta tentang zakat sesuai ketentuan maka berikanlah dan bila diminta melebihi ketentuan maka jangan memberinya, yaitu (dalam ketentuan zakat unta) pada setiap dua puluh empat ekor unta dan yang kurang dari itu zakatnya dengan kambing. Setiap lima ekor unta zakatnya adalah seekor kambing. Bila mencapai dua puluh lima hingga tiga puluh lima ekor unta maka zakatnya satu ekor bintu makhadh betina. Bila mencapai tiga puluh enam hingga empat puluh lima ekor unta maka zakatnya 1 ekor bintu labun betina, jika mencapai empat puluh enam hingga enam puluh ekor unta maka zakatnya satu ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi oleh unta pejantan. Jika telah mencapai enam puluh satu hingga tujuh puluh lima ekor unta maka zakatnya satu ekor jadza'ah. Jika telah mencapai tujuh puluh enam hingga sembilan puluh ekor unta maka zakatnya dua ekor bintu labun. Jika telah mencapai sembilan puluh satu hingga seratus dua puluh ekor unta maka zakatnya dua ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi unta jantan. Bila sudah lebih dari seratus dua puluh maka ketentuannya adalah pada setiap kelipatan empat puluh ekornya, zakatnya satu ekor bintu labun dan setiap kelipatan lima puluh ekornya zakatnya satu ekor hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki unta kecuali hanya empat ekor saja maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkan zakatnya karena hanya pada setiap lima ekor unta baru ada zakatnya yaitu seekor kambing. Dan untuk zakat kambing yang digembalakan di ea radliallahu 'anhu bukan dipelihara di kandang, ketentuannya adalah bila telah mencapai jumlah empat puluh hingga seratus dua puluh ekor maka zakatnya adalah satu ekor kambing, bila lebih dari seratus dua puluh hingga dua ratus ekor maka zakatnya dua ekor kambing, bila lebih dari dua ratus hingga tiga ratus ekor maka zakatnya tiga ekor kambing, bila lebih dari tiga ratus ekor, maka pada setiap kelipatan seratus ekor zakatnya satu ekor kambing. Dan bila seorang pengembala memiliki kurang satu ekor saja dari empat puluh ekor kambing maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya. Dan untuk zakat uang perak (dirham) maka ketentuannya seperempat puluh bila (telah mencapai dua ratus dirham) dan bila tidak mencapai jumlah itu namun hanya seratus sembilan puluh maka tidak ada kewajiban zakatnya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya".[4]


Berdasarkan hadits diatas tadi bahwa ketentuan zakat harta ternak yang berada dibawah 5 ekor unta tidak dihitung atau tidak wajib bagi orang yang punya unta tersebut untuk mengeluarkan zakat unta.
Para ulama berpendapat bahwa ternak unta dibawah 25 ekor, maka setiap lima ekor berkewajiban mengeluarkan zakat berupa seekor kambing. Bila jumlah untu mencapai 25 hingga 35 ekor, zakat berupa anak unta (anak unta betina yang genap berumur setahun). Apabila tidak ada maka sebagai gantinya unta berumur genap dua tahun. Apabila mencapai 36 ekor, zakatnya berupa bintu labun (unta beumur genap dua tahun). Apabila mencapai 46 hingga 60 ekor, zkatnya berupa hiqqah (unta yang genap berumur 3 taun dan sudah mampu menjadi pejantan. Apa bila mencapai 61 sampai 75 ekor, zkatnya berupa jadza’ah (unta yang berumur genap 4 tahun). Jika 76 sampai 90 ekor,zakat berupa dua ekor bintu labun. Jika mencapai 91 smpai 120 ekor zakatnya berupa dua ekor hiqqah. Bila populasi unta mencapai lebih dari 120 ekor maka setiap pertambahan 40 ekor dikeluarkan zakat berupa seekor bintu labun, dan setiap pertambahan 50 ekor zakatnya seekor hiqqah. [5]

Mengenai zakat ternak kambing yang digembalakan dipadang rumput bebas ialah apabila ternak tersebut mencapai 40 sampai 120 ekor, zakatnya berupa seeskor kambing. Apabila lebih dari 120 sampai 200 ekor zakatnya 2 ekor kambing. Apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor zakat 3 ekor kambing. Apabila lebih dari 300 ekor maka setiap pertambahan seratus ekor. Zakatnya seekor kambing. Zakat tidak boleh diambil dari dari kambing pecah giginya atau kambing yang cacat dan tidak loyo kecuali diwajib zakat menginginkan hal itu. [6]

2.      Hasil bumi dan buah-buahan. Nabi SAW. menyatukan  dua jenis kekayaan itu dengan saru kelompok dan diikuti para sahabat-sahabat sepeninggal beliau.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ
Artinya : Dari Abu Sa'id Al Khudri RA, dia berkata, "Nabi SAW bersabda, 'Tidak ada kewajiban zakat pada biji-bijian dan kurma yang tidak mencapai lima wasaq, dan tidak (ada kewajiban zakat) pula pada unta yang kurang dari lima ekor, serta tidak pula pada perak yang kurang dari lima uqiyah." {Muslim 3/66-67}[7]
Para ulama sepakat mengenai asal usul zakat hasil bumi adlaah segala sesuatu yang keluar dari bumi dan dimiliki oleh pemilik bumijumhur ulama fiqih telah menetapkan nisab hasil bumi dan buah-buahan yaitu 5 wasaq (930 liter). Diantara mereka adalah Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Yusuf, dan Muhammad dari mazhab Hanafiyah. Ulama yang lain mengatakan setiap tanaman yang tidak ada perbedaan antara yang berjumlah sedikit maupun banyak. Sebab nisab hasil bumi dan buah-buahan tidak ditetapkan dalam nash al-Quran.

3.      Nuqud (emas dan perak)
Nishab dari emas yaitu sebanyak 20 dinar (dinar = 4,25 gram, maka nishab emas 20 x 4,25 gram = 85 gram, ada yg menyebutkan 93 gram), dan kadar zakatnya 2,5 %. Sesuai dengan hadits Nabi yang di riwayatkan Abu Dawud berikut:
اذا كانت لك ماتا درهم و حال عليها الحول ففيها خمسة دراهم و ليس عليك شيئ حتى تكون لك عشرون دينارا او حال عليها الحول ففيها نصف دينار فما زاد فبحساب ذلك و ليس في مال زكاة حتى يحول عليه الحول

Bila engkau mempunyai 200 dirham dan telah berlalu 1 haul wajib di keluarkan 5 dirham, tidak wajib atasmu sesuatu hingga kamu mempunyai emas  sebanyak 20 dinar dan telah berlalu selam 1 haul maka wajib di keluarkan sebanyak setengah dinar, bila lebih dari itudi perhitungkan kadarnya. Tidak ada kewajiban atas harta kecuali bila berlalu selama 1 haul.

Nishab perak yaitu lima 'uqiyah atau 40 dirham, (dirham =2,975 gram, maka nishab perak 200 x 2,975 = 595) dan kadar zakatnya 2,5% sesuai dengan hadist di atas dan hadits berikut:
ليس فيما دون خمسة اواق صدقة
Tidak ada sedekah (zakat) pada perak yang kuarang dari 5 uqiyah.[8]       
 Yang dimaksud  5 uqiyah  40 dirham
4.      Harta dagangan, yaitu harta yang dibaut berdagang. Ibnu Hazm berkata, harta dagangan itu tidak wajib zakat. Sebab, tidak ada nash yang datang dari Nabi tentang kewajiban zakat atas kekayaan jenis ini.

B.     Ukuran Minimal Jumlah Emas dan Perak yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat) . Jika emas mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.[9]
Dasar nishab emas dan perak, dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkkan oleh Imam Abu Daud, dari Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
اذاكا نت لك ما ئتا درهم وحا ل عليها الحول ففيها خمس درا هم . وليس عليك شئ- يعنى فى الذ هب- حتى يكون لك عشرون د ينا را وحا ل عليها الحو ل ففيها نصف دينا ر وما زا د فبحسا به.
Artinya:
“Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah sampai setahun, maka zakatnya lima dirham. Dan tiada wajib zakat atasmu- pada emas- hingga engkau memiliki 20 dinar, dan telah cukup setahun lamanya. Maka zakatnya setengah dinar, sedangkan lebihnya, diperhitungkan seperti itu juga”.
Dirham dan dinar yang dimaksudkan di dalam hadist tersebut ialah: satuan mata uang perak dan emas, yang merupakan standrat  zakat  perak dan emas di dalam syari’at islam. Pengertian dinar ini, disebut  juga dengan mitskal. Jadi 20 dinar, sama dengan 20 mitskal, dan istilah mitskal inilah yang sering kita jumpai di dalam kitab-kitab Fiqih mengenai zakat emas.
Nishob zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sehingga nishob zakat perak adalah 595 gram perak (murni). Jika perak telah mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.
Besarnya zakat perak adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, 200 dirham, maka zakatnya adalah 200/40 = 5 dirham. Jika timbangan perak adalah 595 gram, maka zakatnya adalah 595/40 = 14,875 gram perak.


C.    Jumlah Harta yang Wajib Dibayarkan Zakat Fitrah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ قَالَ فِيهِ فِيمَا قَرَأَهُ عَلَيَّ مَالِكٌ زَكَاةُ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ صَاعٌ مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعٌ مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Dari Ibnu Umar; "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah... " dan telah bersabda di dalamnya,zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu gantang kurma atau satu gantang (Shaa') gandum untuk setiap seorang muslim, baik ia merdeka atau seorang budak laki-laki ataupun perempuan. "(shahih: Muttafaq Alaih).[10]
Ukuran atau besarnya zakat fitrah tiap individu yang wajib dikeluarkan adalah setengah sha' gandum, atau satu sha beras, atau satu sha kismis atau shat kurma, satu sha' susu kering atau satu sha barang atau makanan pokok seperti beras jagung dan lainnya yang termasuk makanan pokok didaerah zakat fitrah dilangsungkan. Satu sha' setara dengan 2,5 kg dalam massa (berat) dan untuk takaran liter sebanyak 3,5 liter. Jadi satu sha' beras artinya 3,5 liter beras.
Ketentuan yang menerangkan bolehnya dalam keadaan tertentu mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah sha' gandum diterangkan dalam hadist yang dari 
‘Urwah bin Zubair r.a., (ia bertutur), “Bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.a. biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka di antara mereka dan hamba sahaya – dua mud gandum, atau satu sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka.” (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).
Ketentuan yang menerangkan tentang ukuran dan besar zakat fitrah sebesar satu sha' selain gandum diterangkan dalam hadist dari 
Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis. (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:371 no: 1506, Muslim II:678 no:985, Tirmizi II: 91 no :668, ‘Aunul Ma’bud V:13 no:1601, Nasa’i  V:51 dan Ibnu Majah I:585 no:1829).




BAB II
PENUTUP
Harta kekayaan yang dikenakan zakat ditentukan berdasarkan sunnah dan perbuatan Nabi, serta perbuatan para sahabat sepeninggal Rasululllah, ada 4 macam.
a.       Hewan ternak, yaitu unta lembu, kambing dan kerbau. Nabi Muhammad SAW. telah  menerangkan kadar-kadarnya dan kadar zakat yang wajib dikeluarkan dalam ketentuan-ketentuan yang diperihara oleh Abu Bakar Shiddiq sepeninggal Rasul dan melakukannya sebagaimana dilaksanakan Rasulullah.
b.      Hasil bumi dan buah-buahan. Nabi SAW. menyatukan  dua jenis kekayaan itu dengan saru kelompok dan diikuti para sahabat-sahabat sepeninggal beliau.
c.       Nuqud (emas dan perak)
Nishab dari emas yaitu sebanyak 20 dinar (dinar = 4,25 gram, maka nishab emas 20 x 4,25 gram = 85 gram, ada yg menyebutkan 93 gram), dan kadar zakatnya 2,5 %. Sesuai dengan hadits Nabi yang di riwayatkan
d.      Harta dagangan, yaitu harta yang dibaut berdagang. Ibnu Hazm berkata, harta dagangan itu tidak wajib zakat. Sebab, tidak ada nash yang datang dari Nabi tentang kewajiban zakat atas kekayaan jenis ini.





DAFTAR PUSTAKA

Rasjid Sulaliman, Fiqh Islam Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2002
Abu Zahran Muhammad, Zakat dalam  perspektif sosial. Jakarta : PT Pustaka Firdaus,1995
Ahmad Sidokare Abu, Hadits Shahih Bukhari, Ebook : Pustaka Pribadi. 2009
Nashiruddin al-Abani Muhammad,Ringkasan Shahih Muslim,Jakarta : Pustaka Azzam, 2007 Rusyd Ibnu, Bidãyatul mujtahid (tarjamah), Semarang: Asy-Syifa,1990
Sabiq Sayyid,  Fiqhus Sunnah, Darul Fath.2004
Mudjab Mahalli KH. Ahmad, Hadits-hadits Muttafaq ‘Alaih Jakarta : Kencana, 2004


 


[1] Sulaliman Rasjid, Fiqh Islam ( Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2002), hal. 192
[2] Muhammad Abu Zahran, Zakat dalam  perspektif sosial (Jakarta : PT Pustaka Firdaus,1995) h. 37
[3] Abu Ahmad as Sidokare, Hadits Shahih Bukhari, Ebook : Pustaka Pribadi. 2009No. Hadist: 1308
[4] Abu Ahmad as Sidokare, Hadits Shahih Bukhari, Ebook : Pustaka Pribadi. 2009. No.Hadits 1362
[5] Muhammad Abu Zahran, Op.cit. hal. 42-43
[6] Ibid, h.44.
[7] Muhammad Nashiruddin al-Abani,Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007) h. 366
[8] Ibnu Rusyd, Bidãyatul mujtahid (tarjamah), (Semarang: Asy-Syifa,1990), hlm.533
[9] Sayyid Sabiq,  Fiqhus Sunnah, (Darul Fath.2004), 515.
[10] KH. Ahmad Mudjab Mahalli, Hadits-hadits Muttafaq ‘Alaih (Jakarta : Kencana, 2004) h. 462
a� aGs - P^T `a� me-font:major-bidi; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";mso-bidi-theme-font:major-bidi; mso-fareast-language:IN'> 











[1] Haidar Bagir dan Syafiq Basri, Ijtihad Dalam Sorotan, (Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1996), hlm. 25
[2] Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Asy-Syaukani Relevansinya bagi Pembaruan Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),  hlm. 110-118
[3] Ibid., Haidar Bagir dan Syafiq Basri, Ijtihad Dalam Sorotan..., hlm. 29
[4] Abd al-Rahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala-Madzahib al-Arba’ah, (al-Qubra: Maktabah al-Tijariyah, t.th), h. 25.
[5] Dahlan Idhamy,  Seluk-beluk hukum islam, (Semarang: CV. Faizan, 1996 ) Hlm. 73
[6] Ismail Muhammad Syah,  Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Hlm. 50
[7] http://syirooz.blogspot.com/2012/03/metodologi-istinbat-hukum.html
[8] Adab Al Mufti Wal Mustafti, Ibn Shalah h.100 Cet. Maktabah al ulum 1986
class" �LL s P^T `a� hCxSpMiddle style='margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:54.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:18.0pt;line-height:150%'>Musyarakah Mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad ini diterapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya dimana bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usaha itu berjalan terus dengan modal tetap.[12]

(Huda) Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Secara tata bahasa arti dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.
b.      Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Landasan hukum musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah, karena musyarakah mutanaisah adalah akad gabungan antara kedua akad tersebut, yaitu:
Landasan Musyarakah
1.      Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ وَإِنَّ آَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
2.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).




[1] Suhendi H, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers, 2010, hlm. 125
[2] Syafe’i, H. Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 185
[3] Ibid,. hlm. 187
[4] Heri sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2003), hlm. 67
[5] Qomarul huda, fiqh muamalah, Yogyakarta: teras, 2011, hlm. 100
[6] Agus Fajri Zam, Pembiayaan Musyarakah PDF, (diakses dari : http ://imanph.files.wordpress.com/2007/12/pembiayaan_musyarakah.pdf), tanggal 27 Oktober 2013, 08:45.
[7] Beny Setio Putro, makalah fiqih muamalah al – musyarakah, http://benysetioputro.blogspot.com/2014/05/makalah-al-musyarakah.html
[8] Suhendi H, Hendi,. Op,.chit,.hlm.135
[9] Muhammad bin Ismail Al-Kahlani,Subul As-Salam,Juz 3,Maktabah wa Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,Mesir,cet.IV,1960,hlm.76.
[10] Ali fikri,Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah,Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halaby,Mesir,cet.I,1357 H,hlm.180.
[11] http://wildaawaliyah.blogspot.com/2015/04/akad-musyarakah-mutanaqisah.html
[12] Kamus bisnis bank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)