Kamis, 10 Desember 2015

SYIRKAH-FIQH MUAMALAH

MAKALAH
Tentang

SYIRKAH




Oleh :

ARISTION
311.159



JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BOJOL PADANG
1437 H / 2015 M




BAB II
PEMBAHASAN
A.    SYIRKAH
a.      Pengertian
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilah yang artinya campur atau pencampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyadun. Maksud pencampuran disini ialah seseprang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berbeda pendapat sebagai berikut:
1.      Sayyid Sabiq
Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.
2.      Muhammad al-Syarbini al-Khatib
Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
3.      Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira
Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.
4.      Idris Ahmad
Syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji dan akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Setelah diketahui definisi syirkah menurut para ulama, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama.[1]
b.      Landasan Syirkah
1.      Al-Qur’an
Dalam Q.S. Shad ayat 2
Artinya:

“sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan amat sedikitlah mereka ini”.

2.       As-Sunah
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi Muhammad SAW bersabda : “aku jadi ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak berkhianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat, kepada pihak yang lain maka keluarlah aku drinya”.
3.      Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.[2]
c.       Bentuk-bentuk syirkah
Pembagian terbagi atas dua macam yaitu syirkah amlak (kepemilikan) dan ‘uqud (kontrak). Syirkah amlak adalah syirkah yang bersifat memaksa dalam hukum positif, sedangkan syirkah uqud adalah yang bersifat ikhtiyar (pilihan sendiri)
1.      Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang miliki barang tanpa adanya akad. Syirkah ini ada dua macam:
a)      Syirkah sukarela (ikhtiyar)
Yang muncul karena adanya konrtak dari dua orang yang bersekutu.
b)      Syirkah paksaan (ijbar)
Syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya , seperti dua orang mewariskan sesuatu, maka yang diberi waris menjadi sekutu baginya.
2.      Syirkah ‘Uqud
Merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
Menurut ulama Hanabilah, dibagi menjadi lima, yaitu:
a)      Syirkah ‘inan
Persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara besama, dan membagi laba atau kerugian bersama.
b)      Syirkah muwafidhah
Transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang dianut.
c)       Syirkah abdan
Persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Keuntungan dibagi dengan menetapkan persyaratan tertentu.
d)     Syirkah wujuh
Bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak kontan dan menjualnya secara kontan, dan keuntungan dibagi denhgan syarat tertentu
e)      Syirkah mudharabah.[3]
B.     MUSYARAKAH
a.      Pengertian
Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah Menurut bahasa arab, syirkah berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyruku (fi’il mudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar);[4] yang artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al munawar) menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya. Sedangkan pengertian syirkah secara istilah, dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
a.       Definisi syirkah menurut sayyid sabiq, ialah:
“Akad antara dua orang dalam (penanaman) modal dan (pembagian) keuntungan”
b.      Definisi syirkah menurut taqiyuddin abi bakr Muhammad al husaini, ialah
“Ungkapan tentang penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih menurut cara yang telah diketahui”
c.       Definisi menurut wahbah az zuhaili, ialah:
“Kesepakatan dalam pembagian hak dan usaha”[5]
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal[6]
b.      Landasan hukum
a.       QS. Shad ayat 24 :
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُم
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
b.      Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata :
قال الله : انا ثالث الشركين مالم يخن احدهما صاحبه فاءذا خانه خرجت من بينهما
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)

c.       Bentuk-bentuk
a.       Musyarakah kepemilikan
Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainya yang mengakibatkan pemilik satu dimiliki oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
b.   Musyarakah akad
Tercipta karena adanya kesepakatan dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Al muyarakah ini terdapat lima macam, yaitu:
1.      Syirkah al inan
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang tidak sama misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. Y. Sehingga keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah. Sedangkan, kerugian dibagi berdasarkan besarnya proporsi modal yang ditanamkan dalam syirka tersebut.
2.      Syirkah mufawadha
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama, misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. X.  Sehingga keuntungan serta kerugian yang dibagi masing-masing pihak jumlahnya sama.
3.      Syirka al-A’maal/ Abdan
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama tetapi berupa jasa misalnya dua orang arsitek yang menggarap sebuah proyek maka, keuntungan dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. Sedangkan kerugian, kedua belah pihak sama-sama menanggung yaitu dalam bentuk hilangnya segala jasa yang telah dikonstribusikan.
4.      Syirkah Wuju
yaitu kontrak dua orang ataua lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang secara kredit dari satu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut musyarakah piutang. Keuntungan dibagi berdasararkan keputusan nisbah masing-masing pihak.
Sedangkan kerugian, hanya pemilik modal saja yang menanggung kerugian financial yang terjadi. Pihak yang menyumbangkan reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian financial, karena tidak mnyumbangkan modal financial apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap menanggung kerugian pula., yakni jatuhnya reputasi/nama baik.
5.      Syirkah mudharabah
yaitu yirkah yang apabila terjadi keuntungan maka dibagi hasil sesuai nisbah yang disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik modal serta pelaku usaha. Namun, apabila rugi maka akan terjadi perbedaan yaitu penyandang modal (shahib al-maal) = berupa kerugian financial, sedangkan pihak yang meengkonstribusi jasa (mudharib) = berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ian kerahkan tanpa mendapatkan imbalan apapun. Biasanya pembahasan  syirkah mudharabah akan mendapatkan tersendiri secara lebih terperinnci menurut para ulama.[7]

C.     MUDHARABAH
a.       Pengertian
Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara harfiah berpergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qayh’u (potongan), berjalan, dan atau berpergian.
Menurut istilah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:
1.      Menurut Hanafiyah
Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.
2.      Malikiyah
Akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)
3.      Imam Hanabilah
Ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagiandari keuntungan yang diketahui.
4.      Ulama Syafi’iyah
Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
Setelah diketahu beberapa pengertian, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua pihak sesuai jumlah kesepakatan[8]

b.      Landasan hukum
Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya mubah (boleh) hal ini didasarkan pada Al-Quran,sunnah,ijma,qiyas.Adapun dalil dari Al-Quran di antaranya adalah Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 :
وأخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله…………….
Sedangkan dalil dari hadist antara lain :
عن صهيب رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث فيهن البركة : البيع الى أجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع.
Dari Suhaib r.a bahwasnya nabi SAW bersabda : Ada tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan : (1) Jual beli tempo,(2) muqaradah,(3) mencampur gandum dengan jagung untuk makanan dirumah bukan untuk dijual.(HR.Ibnu Majah)[9]
عن اعلاء بن عبد الرحمن عن أبيه عن جده : أن عثمان نب عفان أعطاه ما لا قراض يعمل فيه على أن الربح بينهما
Dari ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari kekeknya bahwa ‘Ustman bin ‘Affan memberinya harta denga cara qiradh yang dikelolanya,dengan ketentuan keuntungan dibagi di antara mereka berudua.(HR.Imam Malik)
Adapun dalil Ijma adalah para sahabat banyak yang melakukan akad mudharabah dengan cara memberikan harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain,sepertti Umar,’Ustman,Ali,Abdullah bin Mas’ud,Abdullah bin Amr,Abdullah bin Umar,dan Siti ‘Aisyah,dan tidak ada riwayat bahwa para sahabat mengkiranya.Oleh karena itu,hal ini disebut Ijma.[10]
Sedangkan dalil qiyas-nya adalah bahwa mudharabah di-qiyas-kan kepada akad musaqah,karena memiliki maslahat bagi masyarakat.Kadang-kadang ada orang kaya yang memilki harta ,tetapi ia tidak memililki keahlian berdagang,sedangkan di pihak lain orang memilikii keahlian berdagang,tetapi ia tidak memiliki harta (modal).Dengan adanya kerjasama antar kedua pihak tersebut kebutuhan masing-masing dapat dipadukan,sehingga menghasilkan keutugan.


c.       Bentuk-bentuk
Mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
1.      Mudharabah Muthlaqah (Mudharabah secara mutlak/bebas).
Maksudnya adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modalyang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus sholih seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari pemilik modal kepada pengelola modal yang memberi kekuasaan sangat besar
2.      Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah terikat).
Jenis ini adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.

D.    MUSYARAKAH MUTANAQISHA
a.       Pengertian
 Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan.[11]
Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah Mutanaqisah adalah akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad ini diterapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya dimana bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usaha itu berjalan terus dengan modal tetap.[12]
(Huda) Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Secara tata bahasa arti dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.
b.      Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Landasan hukum musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah, karena musyarakah mutanaisah adalah akad gabungan antara kedua akad tersebut, yaitu:
Landasan Musyarakah
1.      Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ وَإِنَّ آَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
2.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).




[1] Suhendi H, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers, 2010, hlm. 125
[2] Syafe’i, H. Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 185
[3] Ibid,. hlm. 187
[4] Heri sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2003), hlm. 67
[5] Qomarul huda, fiqh muamalah, Yogyakarta: teras, 2011, hlm. 100
[6] Agus Fajri Zam, Pembiayaan Musyarakah PDF, (diakses dari : http ://imanph.files.wordpress.com/2007/12/pembiayaan_musyarakah.pdf), tanggal 27 Oktober 2013, 08:45.
[7] Beny Setio Putro, makalah fiqih muamalah al – musyarakah, http://benysetioputro.blogspot.com/2014/05/makalah-al-musyarakah.html
[8] Suhendi H, Hendi,. Op,.chit,.hlm.135
[9] Muhammad bin Ismail Al-Kahlani,Subul As-Salam,Juz 3,Maktabah wa Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,Mesir,cet.IV,1960,hlm.76.
[10] Ali fikri,Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah,Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halaby,Mesir,cet.I,1357 H,hlm.180.
[11] http://wildaawaliyah.blogspot.com/2015/04/akad-musyarakah-mutanaqisah.html
[12] Kamus bisnis bank

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)