MAKALAH
Tentang
SYIRKAH
Oleh :
ARISTION
311.159
JURUSAN
MUAMALAH
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BOJOL
PADANG
1437 H /
2015 M
BAB II
PEMBAHASAN
A. SYIRKAH
a.
Pengertian
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilah yang artinya campur atau
pencampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyadun. Maksud pencampuran disini
ialah seseprang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak
mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berbeda pendapat
sebagai berikut:
1.
Sayyid Sabiq
Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan.
2.
Muhammad al-Syarbini al-Khatib
Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang
masyhur (diketahui).
3.
Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira
Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.
4.
Idris Ahmad
Syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama
berjanji dan akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal
masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar
kecilnya modal masing-masing.
Setelah diketahui definisi syirkah menurut para ulama, kiranya dapat
dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama.[1]
b.
Landasan Syirkah
1.
Al-Qur’an
Dalam Q.S. Shad ayat 2
Artinya:
“sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal soleh dan amat sedikitlah mereka ini”.
2.
As-Sunah
Adapun yang dijadikan dasar hukum syirkah oleh para ulama adalah sebuah
hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Abi Hurairah dari Nabi Muhammad SAW
bersabda : “aku jadi ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang
satu tidak berkhianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat, kepada
pihak yang lain maka keluarlah aku drinya”.
3.
Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda
pendapat tentang jenisnya.[2]
c.
Bentuk-bentuk syirkah
Pembagian terbagi atas dua macam yaitu syirkah amlak (kepemilikan) dan
‘uqud (kontrak). Syirkah amlak adalah syirkah yang bersifat memaksa dalam hukum
positif, sedangkan syirkah uqud adalah yang bersifat ikhtiyar (pilihan sendiri)
1. Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang miliki barang tanpa adanya
akad. Syirkah ini ada dua macam:
a) Syirkah sukarela
(ikhtiyar)
Yang muncul karena adanya konrtak dari dua orang yang bersekutu.
b) Syirkah paksaan
(ijbar)
Syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan
atas perbuatan keduanya , seperti dua orang mewariskan sesuatu, maka yang
diberi waris menjadi sekutu baginya.
2. Syirkah ‘Uqud
Merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk
bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
Menurut ulama Hanabilah, dibagi menjadi lima, yaitu:
a)
Syirkah ‘inan
Persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara
besama, dan membagi laba atau kerugian bersama.
b)
Syirkah muwafidhah
Transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki
kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang
dianut.
c)
Syirkah abdan
Persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dikerjakan
secara bersama-sama. Keuntungan dibagi dengan menetapkan persyaratan tertentu.
d)
Syirkah wujuh
Bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk
membeli barang secara tidak kontan dan menjualnya secara kontan, dan keuntungan
dibagi denhgan syarat tertentu
B.
MUSYARAKAH
a.
Pengertian
Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah Menurut bahasa
arab, syirkah berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyruku (fi’il
mudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar);[4]
yang artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al munawar) menurut arti asli
bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya. Sedangkan pengertian
syirkah secara istilah, dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
a.
Definisi syirkah menurut sayyid sabiq, ialah:
“Akad antara dua orang dalam (penanaman) modal dan (pembagian) keuntungan”
b.
Definisi syirkah menurut taqiyuddin abi bakr Muhammad al husaini, ialah
“Ungkapan tentang penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang
atau lebih menurut cara yang telah diketahui”
c.
Definisi menurut wahbah az zuhaili, ialah:
“Kesepakatan dalam
pembagian hak dan usaha”[5]
Musyarakah adalah akad kerjasama
yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal[6]
b.
Landasan
hukum
a. QS. Shad ayat 24 :
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُم
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
b. Hadis riwayat Abu
Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata :
قال الله : انا ثالث الشركين مالم يخن احدهما صاحبه فاءذا خانه خرجت من
بينهما
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika
salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang
dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)
c.
Bentuk-bentuk
a. Musyarakah kepemilikan
Tercipta
karena warisan, wasiat atau kondisi lainya yang mengakibatkan pemilik satu
dimiliki oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang
atau lebih dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut.
b. Musyarakah
akad
Tercipta karena adanya kesepakatan dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan
sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Al muyarakah ini terdapat lima macam,
yaitu:
1.
Syirkah
al inan
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang tidak
sama misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. Y. Sehingga keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan nisbah. Sedangkan, kerugian dibagi berdasarkan besarnya
proporsi modal yang ditanamkan dalam syirka tersebut.
2.
Syirkah
mufawadha
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama,
misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. X. Sehingga keuntungan serta kerugian
yang dibagi masing-masing pihak jumlahnya sama.
3.
Syirka
al-A’maal/ Abdan
yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama
tetapi berupa jasa misalnya dua orang arsitek yang menggarap sebuah proyek
maka, keuntungan dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat. Sedangkan kerugian, kedua belah pihak sama-sama menanggung
yaitu dalam bentuk hilangnya segala jasa yang telah dikonstribusikan.
4.
Syirkah
Wuju
yaitu kontrak dua orang ataua lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang
secara kredit dari satu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasarkan jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
musyarakah piutang. Keuntungan dibagi berdasararkan keputusan nisbah
masing-masing pihak.
Sedangkan kerugian, hanya pemilik modal saja yang
menanggung kerugian financial yang terjadi. Pihak yang menyumbangkan
reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian financial, karena tidak
mnyumbangkan modal financial apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap
menanggung kerugian pula., yakni jatuhnya reputasi/nama baik.
5.
Syirkah
mudharabah
yaitu yirkah yang apabila terjadi keuntungan maka
dibagi hasil sesuai nisbah yang disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik
modal serta pelaku usaha. Namun, apabila rugi maka akan terjadi perbedaan yaitu
penyandang modal (shahib al-maal) = berupa kerugian financial, sedangkan pihak
yang meengkonstribusi jasa (mudharib) = berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama
ini sudah ian kerahkan tanpa mendapatkan imbalan apapun. Biasanya
pembahasan syirkah mudharabah akan mendapatkan tersendiri secara lebih
terperinnci menurut para ulama.[7]
C.
MUDHARABAH
a. Pengertian
Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara harfiah
berpergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal
dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian
hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qayh’u (potongan),
berjalan, dan atau berpergian.
Menurut istilah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:
1.
Menurut Hanafiyah
Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik
jasa.
2.
Malikiyah
Akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang
lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)
3.
Imam Hanabilah
Ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada
orang yang berdagang dengan bagiandari keuntungan yang diketahui.
4.
Ulama Syafi’iyah
Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan.
Setelah diketahu
beberapa pengertian, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah
akad antara pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa
keuntungan diperoleh dua pihak sesuai jumlah kesepakatan[8]
b. Landasan hukum
Para
ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya mubah (boleh) hal
ini didasarkan pada Al-Quran,sunnah,ijma,qiyas.Adapun dalil dari Al-Quran di
antaranya adalah Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 :
وأخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله…………….
Sedangkan dalil dari
hadist antara lain :
عن صهيب رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
ثلاث فيهن البركة : البيع الى أجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع.
Dari Suhaib r.a
bahwasnya nabi SAW bersabda : Ada tiga perkara yang di dalamnya terdapat
keberkahan : (1) Jual beli tempo,(2) muqaradah,(3) mencampur gandum dengan
jagung untuk makanan dirumah bukan untuk dijual.(HR.Ibnu Majah)[9]
عن
اعلاء بن عبد الرحمن عن أبيه عن جده : أن عثمان نب عفان أعطاه ما لا قراض يعمل فيه
على أن الربح بينهما
Dari ‘Ala bin
Abdurrahman dari ayahnya dari kekeknya bahwa ‘Ustman bin ‘Affan memberinya
harta denga cara qiradh yang dikelolanya,dengan ketentuan keuntungan dibagi di
antara mereka berudua.(HR.Imam Malik)
Adapun dalil Ijma adalah
para sahabat banyak yang melakukan akad mudharabah dengan cara
memberikan harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain,sepertti
Umar,’Ustman,Ali,Abdullah bin Mas’ud,Abdullah bin Amr,Abdullah bin Umar,dan
Siti ‘Aisyah,dan tidak ada riwayat bahwa para sahabat mengkiranya.Oleh karena
itu,hal ini disebut Ijma.[10]
Sedangkan dalil qiyas-nya
adalah bahwa mudharabah di-qiyas-kan kepada akad musaqah,karena
memiliki maslahat bagi masyarakat.Kadang-kadang ada orang kaya yang memilki
harta ,tetapi ia tidak memililki keahlian berdagang,sedangkan di pihak lain
orang memilikii keahlian berdagang,tetapi ia tidak memiliki harta
(modal).Dengan adanya kerjasama antar kedua pihak tersebut kebutuhan
masing-masing dapat dipadukan,sehingga menghasilkan keutugan.
c. Bentuk-bentuk
Mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
1.
Mudharabah
Muthlaqah (Mudharabah secara
mutlak/bebas).
Maksudnya
adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengelola modalyang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu
dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus sholih seringkali
dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari
pemilik modal kepada pengelola modal yang memberi kekuasaan sangat besar
2.
Mudharabah
Muqayyadah (Mudharabah
terikat).
Jenis
ini adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Yakni pengelola modal dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
D.
MUSYARAKAH
MUTANAQISHA
a. Pengertian
Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang
berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang
berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan.[11]
Musyarakah
atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara
mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang
berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah Mutanaqisah adalah akad antara dua pihak
atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah
satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad ini
diterapkan pada pembiayaan
proyek yang dibiayai oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan
lainnya dimana bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak
lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang
modal pokoknya dicicil, sedangkan usaha itu
berjalan terus dengan modal tetap.[12]
(Huda)
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang
merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Secara tata bahasa
arti dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata
syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama,
perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan
kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara
bertahap.
Musyarakah
mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana
kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak
yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui
mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini
berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain
Implementasi
dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank
syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda).
Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan
dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak
kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah
modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi
bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah
dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir
berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik
nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda
berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain
sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih
kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga
berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan
dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk
pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa
adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya
terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan
dan kompensasi jasa bank syariah.
b. Landasan
Hukum Musyarakah Mutanaqisah
Landasan hukum musyarakah
mutanaqisah dapat disandarkan pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah, karena musyarakah
mutanaisah adalah akad gabungan antara kedua akad tersebut, yaitu:
Landasan
Musyarakah
1.
Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
… الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا
هُمْ وَإِنَّ آَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ،
إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain,
kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah
mereka ini…."
2.
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari
dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak
yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.”
(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
[1]
Suhendi H, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers, 2010, hlm. 125
[2] Syafe’i, H. Rachmat, Fiqh
Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 185
[3] Ibid,. hlm. 187
[4] Heri
sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2003),
hlm. 67
[5] Qomarul
huda, fiqh muamalah, Yogyakarta: teras, 2011, hlm. 100
[6] Agus
Fajri Zam, Pembiayaan Musyarakah PDF, (diakses dari : http ://imanph.files.wordpress.com/2007/12/pembiayaan_musyarakah.pdf),
tanggal 27 Oktober 2013, 08:45.
[7] Beny Setio Putro, makalah fiqih
muamalah al – musyarakah, http://benysetioputro.blogspot.com/2014/05/makalah-al-musyarakah.html
[8]
Suhendi H, Hendi,. Op,.chit,.hlm.135
[9]
Muhammad bin Ismail Al-Kahlani,Subul As-Salam,Juz 3,Maktabah wa Matba’ah
Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,Mesir,cet.IV,1960,hlm.76.
[10]
Ali fikri,Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah,Matba’ah Mushtafa
Al-Babiy Al-Halaby,Mesir,cet.I,1357 H,hlm.180.
[11]
http://wildaawaliyah.blogspot.com/2015/04/akad-musyarakah-mutanaqisah.html
[12]
Kamus bisnis bank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)