MAKALAH
HUKUM AGRARIA
Tentang
TATA GUNA TANAH
Oleh
ARISTION
Dosen
pembimbing :
MASNA
YUNITA,SH., M.Hum
JURUSAN
MUAMALAH
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL
PADANG
1437 H / 2015 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah
merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa yang jumlahnya terbatas dan disediakan
untuk manusia serta mahluk ciptaan Tuhan lainnya sebagai tempat kehidupan dan
sumber kehidupan. Selain itu tanah sebagai ruang merupakan wahana yang
harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagi bangsa
Indonesia pembangunan tidak dapat dilepaskan dari tanah. Tanah merupakan bagian
penting dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan social dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional yang memiliki nilai setrategis karena arti kusus dari tanah
sebagai factor produksi utama perekonomian bangsa dan Negara.
Tanah mempunyai fungsi social dan pemanfaatannya harus dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat ditegaskan dalam GBHN pada pola umum pelita
VI. Untuk itu perlu terus dikembangkan rencana tata ruang dan tata guna tanah
secara nasional sehingga pemanfaatan tanah dapat terkoordinasi antara berbagai
jenis penggunaan tanah dengan tetap memelihara kelestarian alam dan lingkungan
serta mencegah penggunaan tanah yang merugikan kepentingan
masyarakat dan kepentingan pembangunan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Tata Guna Tanah
2. Kebijaksanaan Penata Gunaan Tanah
3. Penyelengaraan Penata Gunaan Tanah
4. Landasan Hukum Tata Guna Tanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TATA GUNA TANAH
Tata Guna Tanah "Tanah" dipakai dalam berbagai arti, maka
dalam pengunaannya perlu mengetahui batasan dari pada tanah, agar diketahui
dalam arti apa istilah tersebut digunakan. "Tanah", dalam arti
yuridis, menurut undang-undang pokok agraria (UUPA) pasal 4 disebutkan, bahwa
atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanaya bermacam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang .
Dengan demikian jelaslah, bahwa "tanah" dalam pengertian yuridis
adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas
sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran
panjang dan lebar. Tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang
dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau
dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak
akan bermakna, jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan
bumi saja. Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga
penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada
di atasnya. [1]
Dengan demikian, maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu adalah
tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi. Tapi wewenang
menggunakan yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi juga
penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah dan air serta ruang yang
ada diatasnya. Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksud itu bukan
kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ia hanya diperbolehkan
menggunakannya.
Penggunaan tanah ini ada batasnya menurut pasal 4 ayat (2) sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
itu, dalam batas-batas menurut undang-undang (UUPA) dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi. Sedangkan berapa tubuh bumi itu boleh digunakan
dan setinggi berapa ruang yang ada di atasnya boleh digunakan, ditentukan oleh
tujuan penggunaannya, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan
tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang
meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan system
untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah ini meliputi
kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Kebijakan
penatagunaan tanah di kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagai pedoman umum
penggunaan tanah di daerah. Penatagunaan tanah merupakan kebijakan dan kegiatan
dibidang pertanahan yang bertujuan mengatur dan mewujudkan penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW) dan mewujudkan tertib pertanahan dengan
tetap menjamin kepastian hukum atas tanah bagi masyarakat.[2]
· Asas
dan Tujuan Penatagunaan Tanah
1.
Asas penatagunaan tanah
Asas penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2004 meliputi :
a)
Keterpaduan adalah bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk
mengharmonisasikan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan.
b)
Berdayaguna dan berhasilguna adalah bahwa penatagunaan tanah harus dapat
mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang.
c)
Serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penggunaan tanah menjamin
terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban
masing-masing pemegang hak atas tanah atau kuasanya sehingga meminimalkan
benturan kepentingan antar penggunaan atau pemanfaatan tanah.
d)
Berkelanjutan, adalah bahwa penggunaan tanah menjamin kelestarian fungsi
tanah demi memperhatikan kepentingan antar generasi.
e)
Keterbukaan, adalah bahwa penatagunaan tanah dapat diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat.
f)
Persamaan, keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam
penyelenggaraan penatagunaan tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antar
pemilik tanah sehingga ada perlindungan hukum dalam menggunakan dan memanfaatan
tanah.
2.
Tujuan penatagunaan tanah
Tujuan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2004 adalah :
a)
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut
juga pola pengelolaan tata guna tanah.
b)
Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kegiatan
dibidang pertanahan dikawasan lindung dan kawasan budidaya. Penatagunaan
tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.[3]
B. KEBIJAKSANAAN PENATAGUNAAN TANAH
Sebagai akibat dari pelaksanaan kebijakan
penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PP No. 16 Tahun 2004
penyelesaian administrasi antara lain pemberian hak, perpanjangan hak,
pembaruan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan hak, pemisahan hak,
pemecahan hak, pembebanan hak, izin lokasi atau surat izin penunjukkan dan
penggunaan tanah dan penetapan lokasi, dalam rangka pelayanan pertanahan
dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang berlaku dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1.
Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah. Pengertian sesuai adalah bahwa wujud penggunaan dan pemanfaatan tanah
tidak bertentangan dengan fungsi kawasan dalam RTRW yang bersangkutan.
2.
Memenuhi syarat-syarat menggunakan dan pemanfaatan tanah, serta memelihara
tanah dan lingkungan sebagaimana tercantum pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Penatagunaan Tanah berikut penjelasannya.
3.
Tidak mengubah penggunaan dan pemanfaatan tanah sehingga menjadi tidak
sesuai dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam tata ruang.
4.
Hak Atas Tanah tidak dapat diberikan terhadap bidang-bidang tanah
apabila:
-
Tanahnya terletak dikawasan Lindung yang termasuk Kawasan Hutan.
-
Tanahnya terletak pada lokasi situs.
5.
Penyelesaian administrasi pertanahan diatas dan atau dibawah tanah yang
tidak terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah diatas dan atau
dibawahnya harus mendapat persetujuan pemegang hak atas tanah.
6.
Syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagaimana tersebut pada
butir 1 s.d. 5 merupakan satu kesatuan proses penyelesaian administrasi
pertanahan (Pasal 10 Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan tanah).
C. PENYELENGGARAAN PENATAGUNAAN TANAH
Penyelenggaraan Penatagunaan Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2004 meliputi kegiatan :
1.
Pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
2.
Penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan.
3.
Penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah .
Kegiatan tersebut diatas disajikan dalam peta dengan skala lebih besar
daripada skala Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
D. LANDASAN
HUKUM TATA GUNA TANAH
1.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana dalam pasal tersebut terkandung
prinsip-prinsip sebagai berikut:Bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh
negara.Bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia harus menggunakan
BARA + K tersebut untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Bahwa hubungan antara
negara dengan BARA + K merupakan hubungan menguasai.
2.
Sebagai pelaksana dari pasal 33 ayat (3) UUD 45 adalah Pasal 14 dan 15
UUPAPasal 14 menentukan agar pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan BARA + K untuk kepentingan-kepentingan
yang bersifat politis, ekonomis, sosial dan keagamaan.Dalam penjelasan umum
poin 8 dinyatakan bahwa:Akhirnya untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita
bangsa dan Negara di atas dalam bidang agraria perlu adanya suatu rencana
(planning) mengenai peruntukkan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang
angkasa untuk keperluan berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara: Rencana
Umum (National Planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian
diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap
daerah. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara
terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi
Negara dan rakyat. [4]
3.
No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.4.UU No. 4 Tahun 1982 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.5.UU No. 38 Prp Tahun 1960 jo UU No. 20 Tahun 1964
tentang Penggunaan dan Penetapan luas tanah untuk tanaman-tanaman
tertentu.Mengenai penertiban/pemanfaatan:6.UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya.7.Instruksi Mendagri No. 2
Tahun 1982 tertanggal 30 Januari 19828.Keputusan Mendagri No. 268 Tahun 1982
tertanggal 17 Januari 1982Mengenai Fatwa tata guna tanah diatur dalam Peraturan
Mendagri No. 3 Tahun 1972 jo No. 6 Tahun 1986.9.PP No. 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah.
Menurut Mieke Komar
Kantaatmadja, selain aspek-aspek tujuan penataan ruang, penatagunaan tanahpun
harus mengacu pada kebijaksanaan dasar mengenai pertanahan yang terkandung
dalam UUPA dan undang-undang lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tata Guna Tanah "Tanah" dipakai dalam berbagai
arti, maka dalam pengunaannya perlu mengetahui batasan dari pada tanah, agar
diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. "Tanah", dalam
arti yuridis, menurut undang-undang pokok agraria (UUPA) pasal 4 disebutkan,
bahwa atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanaya bermacam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang . Dengan demikian jelaslah, bahwa
"tanah" dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedangkan
hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas,
berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Tanah yang diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah
untuk digunakan atau dimanfaatkan
B. Saran
Penulis
banyak berharap para pembaca sudi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Harsono, Hukum
Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, isi dan
pelaksanaannya. Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Elita Rahmi. Land Reform
Hingga Reforma Agraria. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jambi vol.96
Edisi Januari 2009
Suardi. 2005. Hukum
Agraria. Badan Penerbit Iblam : Jakarta.
Ismaya Samun,
2011. Pengantar Hukum Agraria, Yogyakarta: Graha Ilmu,
[1] Suardi. Hukum
Agraria. ( Jakarta : Badan Penerbit Iblam , 2005.) h. 51
[2] Budi Harsono, Hukum
Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, isi dan
pelaksanaannya. Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
[3] Ismaya Samun, Pengantar
Hukum Agraria, ( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) h.
[4] Elita Rahmi. Land
Reform Hingga Reforma Agraria. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jambi
vol.96 Edisi Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)