Kamis, 10 Desember 2015

SUNNAH -USHUL FIQH

MAKALAH
USHUL FIQH
Tentang
SUNNAH
Oleh:
Kelompok III :
ARISTION
311.159


Dosen Pembimbing:
Dr.H. Zulkarnaini, M.Ag
H. Eskarni Ushalli, Lc.,MA


JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1436 H/ 2015 M
           


KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Segala puji hanya kepada Allah SWT, penulis memohon pertolongan serta ampunan hanya kepada-Nya. Barang siapa yang ditunjuki Allah SWT, maka tiada seorangpun yang mampu menyesatkannya dan barang siapa yang sesat maka tiada mampu seorangpun menunjukinya.
Dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah SWT tanpa sekutu apapun baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan Rasul-Nya, semoga Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepadanya, keluarga dan para sahabatnya.
Berkat hidayah dan inayah Allah SWT, penulis Alhamdulillhah telah selesai membuat makalah Ushul Fiqh  tentang Sunnah yang dalam proses perkuliahan merupakan suatu komponen mata kuliah  sangat penting sekali ilmunya dimiliki oleh setiap mahasiswa yang berada pada jurusan MD khususnya gunanya agar dapat mengingat kembali bahan-bahan perkuliahan, memperkaya pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi generasi sesudah ini.
Penulis dari Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah, IAIN Imam Bonjol Padang, semester dua akan memaparkan topik-topik dari perkuliahan kami pada makalah ini, dan ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing yaitu kepada Bapak Dr. H. ZULKARNAINI., M.Ag dan bapak H. ESKARNI USHALLI., Lc., MA yang telah membimbing kami pada mata kuliah Ushul Fiqh.


Padang, 17 Maret 2015


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Sunnah menurut ahli ushul fiqih adalah segala yang diriwayatkan oleh nabi saw berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa, akhlaknya, apakah ia sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rasul.
Sedangkan sunnah menurut para ahli, disamping  pengertian yang dikemukakan para ulama ushul fiqih diatas, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang mengandung pengertian  “ perbuatan yang apakah dikerjakan mendapt pahala dan apa bila ditinggalkan tidak berdosa.
B.     Tujuan pembahasan
1.      Mengetahui pengertian sunnah
2.      Mengetahui pembagian sunnah, kehujjahannya, nisabnya dan manfaat sunnah
3.      Dapat memperluas pengetahuan sunnah yang berkembang saat ini.

           



BAB II
PEMBAHASAN
SUNNAH
A.    PENGERTIAN SUNNAH
Sunnah ( (سنه secara terminology (bahasa) berarti “ jalan yang biasa dilalui “ atau “ cara yang senantiasa dilakukan,” . Pengertian sunnah secara etimologis ini ditemukan dalam sabda Rasulullah Saw yang berbunyi :
سَنْ سُنَّ فِى الاِسْلَامَ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ اَجْرُ هَا وَ اَجْرُ مَنْ عَمَلَ بِهَا سنْ بَعْدِهِ
Artinya : barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam islam maka menerima pahalanya dan pahala orang-orang ssudahnya yang mengambilnya (H.R. Muslim)
Secara terminologi , sunnah bisa dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu , ilmu hadits, ilmu fiqh, dan ushul fiqh.
Sunnah menurut ahli ushul fiqih adalah segala yang diriwayatkan leh nabi saw berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa, akhlaknya, apakah ia sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rasul.
Sedangkan sunnah menurut para ahli, disamping  pengertian yang dikemukakan para ulama ushul fiqih diatas, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang mengandung pengertian  “ perbuatan yang apakah dikerjakan mendapt pahala dan apa bila ditinggalkan tidak berdosa.[1]
Sunnah artinya cara yang dibiaskan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah agama yaitu perkataan Nabi, perbuatan dan taqriri (ucapaan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan dengan arti membenarkannya) . dengan demikian sunnah Nabi dapat berubah : sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan), sunnah taqririyah (ketetapan). [2]

B.     PEMBAGIAN SUNNAH
Dilihat dari segi periwayatannya, jumhur ulama ushul fiqh membagi sunnah kepada mutawattir dan ahad. Apabila sunnah diriwayatkan sear bersambung oleh banyak orang, menurut logika tidak mungkin mereka akan seakat berdusta, maka sunnahseperti ini disebut mutawattir. Apabila sunnah itu diriwayatkan oleh beberpa orang saja yang tidak sampai ketingkat mutawatir, maka sunnah  itu disebut dengan ahad. [3]
1.      Sunnah qauliyah
Sunnah qauliyah sering juga dinamakan kabar aau berita yang diucapkan oleh Nabi berupa sabda-sabdanya dihadapan para sahabat (yakni orang muslim yang hidup dimasa nabi dan pernah mendengar ucapannya).
Sunnah qauliyah dapat dibedakan atas 3 bagian , yaitu :
a.       Diyakini besarnya seperti kabar yang daatang dari Allah dan dari Rasul-Nya yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dapat dipercayai dan kabar-kabar mutawatir.
b.      Diyakini dustanya seperti kabar yang berhimpun antara yang berlawanan dan kabar yang menyalahi dari ketentuan –ketentuan syara; seerti bi’dah dan sayyi’ah
c.       Yang tidak diyakini benarnya dan dustanya yang terdiri dari :
1)      Tidak kuat benarnya dan tidak pula dustanya, seperti berita yang disapaikan pleh orang yang bodoh
2)      Kabar yangkuat dustanya dari benarnya seperti berita yang disampaikan oleh orang fasik (oang yang mengakui peraturan – peraturan islam tapi kurang mengindahkannya )
3)      Kabar yang kuat benarnya dari dustanya, seperti kabar yang disampaikan oleh orang yang adil (dipercaya)
2.      Sunnah fi’liyah
Al-sunnah fi’liyah adalah : perbuatan –perbuatan nab muhammad saw seperti pekerjaan melakukan shalat lima kali (sehari semalam) dengan sunnah kaifiyahnya (tatacara) dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaan mengadili dengan satu saksi . [4]
Sunnah fi’liyah ialah tiap-tiap perbuatan yang pernah dilakkan oleh Nabi , sunnah fi’liyah terbagi kepada 5 bentuk :
a.       Nafsu yang terkendali oleh keinginan dan gerakan kemanusiaan, seperti gerakan anggota badan dan gerak badan; sunnah fi’liyah yang seperti ini menunjukkan kepada mubah (boleh)
b.      Sesuatu yang tidak berhubungan dengan ibadat seperti berdiri, dudk dan lain-lain
c.       Perangai yang membawa kepada syara’ menurut kebiasaaan yang baik dan tertentu, seperti makan, minum, pakaian dan tidur . sabda Nabi SAW :
كَانَ االنَّبِىُّ ص م يأْ كُلُ خُبْزَالشَّعِيْرِ غَيْرَ مَنْخُوْلٍ
Artinya : ‘Nabi memakan akan tepung gandum yang belum dilayak”
                (H.R. Bukhari )
d.      Sesuatu yang tertentu kepada nabi saja, seperti beristri lebih dari empa orang .
e.       Untuk menjelaskan hukum-hukum yang mujmal (samar-samar) seperti menjelaskan perbuatan haji dan umrah ; perbuatan-perbuatan sembahyang yang lima wakt (fardhu) dan sembahyang khusuf (gerhana).
3.      Sunnah taqririyah
Sunnah taqririyah ialah tentang nabi mencegah apa yang dikatakan seseorang atau apa yang diperbuat oleh seseorang dihadapannya atau dimasanya. Dengan arti perkataan-perkataan atau perbuatan-perbuatan yang dilakukan dihadpan beliau tidak dicegahnya dan tidak dilarangnya  .
Jadi ketetapan Nabi atas perkataan sama dengan perkataannya dan atas perbuatan sama dengan perbuatannya, begitu juga perkataan dan perbuatan yang tidak dihadapan beliau, sedangkan dia mengetahui hal-hal tersebut, tetapi tidak dibantahnya, maka hukumnya sama dengan hokum perkataanatau perbuatan yang dihadapannya.
Contoh sunnah taqririyah :
a.       Taqriri Nabi atas harta-harta yang ada ditangan orang musyrik yang diperoleh sebelm islam dengan cara laindan tidak disuruh nabi terhadap mereka dengan bertobat apa – apa yang telh dahulu
b.      Tawririnya nabi terhadap perempuankeluar dari rumahnya dan berjalan dijalanan serta dating kemesjid dan mendengar pidato-pidato
c.       Taqririnya nabi terhadap ereka yang mengerjakan sembahyang sunat antara azan maghrib dengan sembahyang maghrib, sedang Nabi elihat dan tidak melarangnya.

C.    KEHUJJAHANNYA
Telah sepakat ummat islam , bahwa sanya apa yang keluar dari Rasulullah SAW, baik ucapan atau perbuatan dan auat taqrir yang dimaksudkan dengan itu, membentuk hukum syariat islam atau tuntunan dan disampaikan kepada kita dengan sanad yang shahih yang mendatangkan kepastian atau dugaan yang kuat, maka kebenarannya itu sekaligus merupakan hujjah atas umat islam, sumber daripada pembentukan hukum syariat islam, yang oleh pera mujtahid diistimbatkan daripadanya, hukum-hukum syariat megenai perbuatan-perbuatan orang mukallaf. [5]
Bukti-bukti kehujjahan al-sunnah banyak, yaitu :
1.      Nash – nash Al-quran
Karena Allah SWT dalam beberpa ayat kitab al-quran telah memrintahkan mentaati Rasul-nya. Menurut-Nya, taat kepada Rasul-Nya berarti taat kepadanya.
Dia memerintahkan umat islam, ketika mereka bertentangan dalam urusan sesuatu, untuk mengembaikannya kepada Allah dan Rasulnya, dia tidak embuat untuk oarang mukmin suatu pilihan ketika dia dan rasulnya telah memutuskan sesuatu . dia meniadakan iman bagi seseorang yang tidak senang hatinya menerima keputusan Rasul, atau tidak menyerah kepadanya. Semuanya ini adlah bukti dari Allah, bahwa sesungguhnya pembentukan hukum syariat oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan hukum syariat oleh Tuhan yang harus di ikuti.
Allah Swt telah berfirman seperti dalam beberapa ayat berikut ;
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qߧ9$#ur (  Î ÇÌËÈ

Artiny: Katakanlah : taatilah Allah dan Rasul-Nya
(Q.S. Ali-Imran : 32 )

`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# (  ÇÑÉÈ
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah (Q.S. An-nisa’ :80)
 $tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 Ÿwur >puZÏB÷sãB #sŒÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qßuur #·øBr& br& tbqä3tƒ ãNßgs9 äouŽzÏƒø:$# ô`ÏB öNÏd̍øBr& 3     
Artinya : Hai orang-orang beriman , taatlah kepada allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan Ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-quran dan Rasul (sunnah) (Q.S. Al-Azhab:36)

2.      Ijma’ Para Sahabat R.A Semasa Hidup Nabi Dan Setelah Wafatnya Mengenai Keharusan Mengikuti Sunnah Nabi
Pada masa hidup nabi merak melaksanakan hukum-hukumnya dan menjalankan segala perintah serta larangannya, hukum halal serta hukum haramnya. Dalam keharusan mengikuti mereka tidak membedakan diantara hukum yang diwahyukan kepadanya dalam al-quran dan hukum yang keluar dari Nabi sendiri. Dan oleh karena itu Mu’az bin jabal berkata : “ jika saya tidak mendapati dalam kitabullah, hukum yang hendak saya jadikan keputusan, maka saya jatuhkan hukum itu dengan sunnah rasulullah saw “ .
3.      Dalam al-quran
Allah swt telah mewajibkan kepada manusia beberapa ibadah fardhu secara global tanpa penjelasan (secara rinci), tidak dijelaskan didalamnya mengenai hukum-hukumnya atau cara memakainya (melaksanakannya). Maka Allah swt berfirman :
(النساء : ٧٧ )  )#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$#
  Artinya : Dirikanlah shalat dan terimakanlah zakat
(Q.S. An-Nisa’:77)
Ayat lain yang berbunyi :
|ÇÊÑÌÈ =ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$#
Artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa
(Q.S. Al-Baqarah:183)
ÇÒÐÈ  !ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$#
Artinya : Menegerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah
(Q.S. Ali: imran:97)
Tetapi allah tidak menjelaskan tentang bagaiaman  didirikan shalat atau ditunaikan zakat atau puasa dan ata amal ibadah haji. Rasulullah telah menjelaskan keglobalan ini dengan sunnah qauliyahnya atau sunnah amaliyahnya. Karena Allah telah memberikannya kekuasaan untuk memberikan penjelasan dengan firmannya :
   !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î)   ÇÍÍÈ  
Artinya: Dan kami turunakan kepadamu al-quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yag telah diturunkan kepada mereka (Q.S. An-Nahl:44)
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali kepada As_sunnah dalam menghadapi permasalahannya.
Asy-Syafi’i berkata;
إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله ص م فقولوا بسنة رسول الله ص م ودعوا ما قلت
Artinya : “apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’I ini memmberikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi Saw. Dan apa yang dikat erikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam akan Asy-Syafi’I ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.[6]

D.    NISBAHNYA KEPADA AL-QURAN
Adapun hubungan al-sunnah kepada al-quran dari segidijadkan hujjah dan kembali kepadanya dalam  mengeluarkan hukum-hukum syariat ialah menjadi urutan yang mengiringnya (urutan kedua) .
Sedangkan hubungan nya dari segi hukum yang datang didalamnya, maka tidaklah melebihi salah satu diantara tiga hal berikut ini :
1.      Adakalahnya al-sunnah itu menetapkan atauu mengukuhkan hukum yang telah ada dalam al-quran. Jadi hukum itu mempunyai da sumber dan terhadapnyaterdapat dua dalil yakni dalil yang ditetapkan ayat-ayat al-qur’an dan dalil-dalil yang dikuatkan dari sunnah Rasul SAW.
2.       Adakalahnya as-sunnah itu merinci, menafsirkan hal-hal yang telah datang didalam al-quran secara global, atau membatasi hal-hal yang datang didalam al-quran secara mutlak atau memtakhsis hal-hal terdapat didalam al-quran  secar umum.
3.       Adakalanya as-sunnah itu menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat dalam al-quran

E.     FUNGSI SUNNAH TERHADAP AL-QURAN
Rasulullah saw sebgai pembawa risalah ilahi berfungsi untuk menjelaskan kepada umat islam ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui al-quran. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl:44 :
   !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î)   ÇÍÍÈ  
Artinya: Dan kami turunakan kepadamu al-quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yag telah diturunkan kepada mereka (Q.S. An-Nahl:44)

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasulullah SAW sebagai penjelas al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam Malik bin Annas menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Stafi’I menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan al-takhsish, nayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayan al-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan al-takhsish.[7]
Agar masalah ini lebih jelas, maka dibawah ini akan diuraikan satu persatu.
1.      Bayan At- Taqrir,
Bayan taqrir bisa juga disebut bayan ta’kid dan bayan al-isbat jadi yang dimaksud dengan bayan taqrir  yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar,  yang berbunyi:
فإذا رأيتموه فصومواوإذارأيتموه فأفطروا (رواه مسلم)
Artinya : Apabila kamu melihat bulan maka berpuasalah dan apabila kamu melihat bulan maka berbukalah
(H.R Muslim) [8]
Hadits ini memperkokoh ayat al-Qur’an dibawah ini :
فَلْيَصُمْهُ الشَّهْرَ مِنْكُمُ شَهِدَ فَمَنْ
Artinya : Maka barang siapa mempersaksikan di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu
 (Q.S Al-Baqarah : 185)
2.      Bayan At-Tafsir,
Yang disebut dengan bayan al-tafsir adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal),memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (taksish) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. Diantara contoh tentang ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal adalah perinyah mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qhisash, hudud dan sebagainya. Ayat-ayat al-Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW, melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. Sebagai contoh dibawah ini akan dikemukakan hadis yang berfungsi sebagai bayan al-tafsir  :
صلو كما رأيتموني أصلي (رواه البخاري ومسلم)
Artinya :
Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat
 (H.R Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci.
3.      Bayan At-Tasyri’
Dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan sesuatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an. Bayan ini jugaa disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-Qur’an.
Hadits bayan at-tasyri’ ini merupakan hadits yang diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits lainnya. Ibnu Al-Qayyim pernah berkata bahwa hadits-hadits Rasulullah Saw itu yang berupa tambahan setelah al-Qur’an merupakan ketentuan hukum yang patut ditaati dan tidak boleh kitaa tolak sebagai umat Islam.
Suatu contoh dari hadits dalam kelompok ini adalah tentang hadits zakat fitrah yang berbunyi:
إن رسول الله صلي الله عليه وسلم فرض زكاة الفطرمن رمضا ن علي النا س صاعا من تمرأوصاعا من شعيرعلي كل حراوعبد ذكر أو أنثي من المسلمين
(رواه مسلم)
Artinya:“Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulam Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.”
Hadits yang termasuk bayan Tasyri’ ini wajib diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits yang lainnya.
4.             Bayan  An-Nasakh
Kata An-Nasakh dari segi bahasa adalah al-itbal (membatalkan), Al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan). Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits;
لا وصية لوارث
Artinya;
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Sunnah artinya cara yang dibiaskan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah agama yaitu perkataan Nabi, perbuatan dan taqriri (ucapaan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan dengan arti membenarkannya) . dengan demikian sunnah Nabi dapat berubah : sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan), sunnah taqririyah (ketetapan). Sunnah juga merupakan sumber hukum ke dua setelah al-qur’an.
B.     Kritik dan Saran
            Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu kami sangat membutuhkan krtitik dan saran, agar dalam pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.



           


DAFTAR PUSTAKA
 Syarifuddin Amir. Ushul Fiqh Jilid 1.(Jakarta: logos: 1996)
 Abd al-Wahhab Khallaf. Ilmu ushul fiqh. (Jakarta: PT.Grafindo Persada: 1996)
M.Hasbi ash-Shiddieqi. Pengantar ilmu fiqh. (Jakarta: Bulan Bintang: 1991)
Nasrun Harun. Ushul fiqh. (Jakarta: logos: 1996)
Nazar Bakry. Fiqh dan ushul fiqh. (Jakarta: PT.Raja Grafindo persada: 1996)






[1] Muhammad ‘jaj al-khatib, ushul al-hadits: ‘Ulumuhu wa mushtalahuhu, Beirut : dar Fikr, 1981, hal. 17
[2] Nazar bakry, ushul fiqih, jakarta: PT Raja Grafindo Perseda: 1996, hlm.38
[3]  Nasrun harun,ushul fiqih I. Jakarta ; Logos Wacana Ilmu,1997. 38 
[4] Abdul wahab, kaidah-kaidah hukum islam, jakarta : PT raja grafindo perseda. 1996, 1996.
[5] ....Opchit. hlm.50
[6] Hasbi Ash Shiddieqy,Pokok-pokok ILMU DIRAYAH HADITS 2,Bulan Bintang Jakarta,1976. Hlm. 355-357.
[7]Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta; Bulan Bintang, 1980), H. 176-188
[8][10] Hadis nomor 1.798 ini terdapat dalam Kitab Al-Shiyam dalam Imam Muslim, Sahih Muslim, Jilid I, (Beirut : Dar Al-Fikr,t.t.), H.481

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)