MAKALAH
USHUL FIQH
Tentang
SUNNAH
Oleh:
Kelompok III :
ARISTION
311.159
Dosen Pembimbing:
Dr.H. Zulkarnaini, M.Ag
H. Eskarni Ushalli, Lc.,MA
JURUSAN
MUAMALAH
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1436
H/ 2015 M
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
Segala puji hanya kepada Allah SWT, penulis memohon pertolongan
serta ampunan hanya kepada-Nya. Barang siapa yang ditunjuki Allah SWT, maka tiada seorangpun yang mampu
menyesatkannya dan barang siapa yang sesat maka tiada mampu seorangpun
menunjukinya.
Dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan
melainkan Allah SWT tanpa
sekutu apapun baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan
Rasul-Nya, semoga Shalawat dan Salam
selalu tercurahkan kepadanya, keluarga dan para sahabatnya.
Berkat hidayah dan inayah Allah SWT, penulis Alhamdulillhah telah selesai membuat makalah Ushul Fiqh tentang Sunnah yang dalam proses perkuliahan
merupakan suatu komponen mata kuliah
sangat penting sekali ilmunya dimiliki oleh setiap mahasiswa yang berada
pada jurusan MD khususnya gunanya agar dapat mengingat kembali bahan-bahan
perkuliahan, memperkaya pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi generasi
sesudah ini.
Penulis dari Jurusan Manajemen Dakwah,
Fakultas Dakwah, IAIN Imam Bonjol Padang, semester dua akan memaparkan
topik-topik dari perkuliahan kami pada makalah ini, dan ucapan terima kasih
kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing yaitu kepada Bapak Dr. H. ZULKARNAINI.,
M.Ag dan bapak H. ESKARNI USHALLI., Lc., MA yang telah membimbing kami pada
mata kuliah Ushul Fiqh.
Padang,
17 Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sunnah
menurut ahli ushul fiqih adalah segala yang diriwayatkan oleh nabi saw berupa
perbuatan, perkataan, dan ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa,
akhlaknya, apakah ia sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rasul.
Sedangkan sunnah menurut
para ahli, disamping pengertian yang
dikemukakan para ulama ushul fiqih diatas, juga dimaksudkan sebagai salah satu
hukum taklifi, yang mengandung pengertian
“ perbuatan yang apakah dikerjakan mendapt pahala dan apa bila
ditinggalkan tidak berdosa.
B. Tujuan pembahasan
1. Mengetahui pengertian sunnah
2. Mengetahui pembagian sunnah,
kehujjahannya, nisabnya dan manfaat sunnah
3. Dapat memperluas pengetahuan
sunnah yang berkembang saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
SUNNAH
A. PENGERTIAN SUNNAH
Sunnah ( (سنه secara
terminology (bahasa) berarti “ jalan yang biasa dilalui “ atau “ cara yang
senantiasa dilakukan,” . Pengertian sunnah secara etimologis ini ditemukan
dalam sabda Rasulullah Saw yang berbunyi :
سَنْ سُنَّ فِى الاِسْلَامَ سُنَّةً
حَسَنَةً فَلَهُ اَجْرُ هَا وَ اَجْرُ مَنْ عَمَلَ بِهَا سنْ بَعْدِهِ
Artinya : barang siapa yang membiasakan sesuatu
yang baik didalam islam maka menerima pahalanya dan pahala orang-orang
ssudahnya yang mengambilnya (H.R. Muslim)
Secara
terminologi , sunnah bisa dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu , ilmu hadits,
ilmu fiqh, dan ushul fiqh.
Sunnah menurut ahli ushul
fiqih adalah segala yang diriwayatkan leh nabi saw berupa perbuatan, perkataan,
dan ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa, akhlaknya, apakah ia sebelum
maupun setelah diangkat menjadi Rasul.
Sedangkan sunnah menurut
para ahli, disamping pengertian yang
dikemukakan para ulama ushul fiqih diatas, juga dimaksudkan sebagai salah satu
hukum taklifi, yang mengandung pengertian
“ perbuatan yang apakah dikerjakan mendapt pahala dan apa bila
ditinggalkan tidak berdosa.[1]
Sunnah artinya cara yang
dibiaskan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah agama yaitu
perkataan Nabi, perbuatan dan taqriri (ucapaan dan perbuatan sahabat yang
beliau diamkan dengan arti membenarkannya) . dengan demikian sunnah Nabi dapat
berubah : sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan), sunnah
taqririyah (ketetapan). [2]
B. PEMBAGIAN SUNNAH
Dilihat dari segi
periwayatannya, jumhur ulama ushul fiqh membagi sunnah kepada mutawattir dan
ahad. Apabila sunnah diriwayatkan sear bersambung oleh banyak orang, menurut
logika tidak mungkin mereka akan seakat berdusta, maka sunnahseperti ini
disebut mutawattir. Apabila sunnah itu diriwayatkan oleh beberpa orang saja
yang tidak sampai ketingkat mutawatir, maka sunnah itu disebut dengan ahad. [3]
1. Sunnah qauliyah
Sunnah qauliyah sering juga
dinamakan kabar aau berita yang diucapkan oleh Nabi berupa sabda-sabdanya
dihadapan para sahabat (yakni orang muslim yang hidup dimasa nabi dan pernah mendengar
ucapannya).
Sunnah
qauliyah dapat dibedakan atas 3 bagian , yaitu :
a. Diyakini besarnya seperti
kabar yang daatang dari Allah dan dari Rasul-Nya yang diriwayatkan oleh
orang-orang yang dapat dipercayai dan kabar-kabar mutawatir.
b. Diyakini dustanya seperti
kabar yang berhimpun antara yang berlawanan dan kabar yang menyalahi dari
ketentuan –ketentuan syara; seerti bi’dah dan sayyi’ah
c. Yang tidak diyakini benarnya
dan dustanya yang terdiri dari :
1) Tidak kuat benarnya dan
tidak pula dustanya, seperti berita yang disapaikan pleh orang yang bodoh
2) Kabar yangkuat dustanya dari
benarnya seperti berita yang disampaikan oleh orang fasik (oang yang mengakui
peraturan – peraturan islam tapi kurang mengindahkannya )
3) Kabar yang kuat benarnya
dari dustanya, seperti kabar yang disampaikan oleh orang yang adil (dipercaya)
2. Sunnah fi’liyah
Al-sunnah fi’liyah adalah :
perbuatan –perbuatan nab muhammad saw seperti pekerjaan melakukan shalat lima
kali (sehari semalam) dengan sunnah kaifiyahnya (tatacara) dan rukun-rukunnya,
pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaan mengadili dengan satu saksi .
[4]
Sunnah
fi’liyah ialah tiap-tiap perbuatan yang pernah dilakkan oleh Nabi , sunnah
fi’liyah terbagi kepada 5 bentuk :
a. Nafsu yang terkendali oleh
keinginan dan gerakan kemanusiaan, seperti gerakan anggota badan dan gerak
badan; sunnah fi’liyah yang seperti ini menunjukkan kepada mubah (boleh)
b. Sesuatu yang tidak
berhubungan dengan ibadat seperti berdiri, dudk dan lain-lain
c. Perangai yang membawa kepada
syara’ menurut kebiasaaan yang baik dan tertentu, seperti makan, minum, pakaian
dan tidur . sabda Nabi SAW :
كَانَ االنَّبِىُّ ص م يأْ كُلُ خُبْزَالشَّعِيْرِ غَيْرَ مَنْخُوْلٍ
Artinya
: ‘Nabi memakan akan tepung gandum yang belum dilayak”
(H.R.
Bukhari )
d. Sesuatu yang tertentu kepada
nabi saja, seperti beristri lebih dari empa orang .
e. Untuk menjelaskan
hukum-hukum yang mujmal (samar-samar) seperti menjelaskan perbuatan haji dan
umrah ; perbuatan-perbuatan sembahyang yang lima wakt (fardhu) dan sembahyang
khusuf (gerhana).
3. Sunnah taqririyah
Sunnah taqririyah ialah
tentang nabi mencegah apa yang dikatakan seseorang atau apa yang diperbuat oleh
seseorang dihadapannya atau dimasanya. Dengan arti perkataan-perkataan atau
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dihadpan beliau tidak dicegahnya dan tidak
dilarangnya .
Jadi ketetapan Nabi atas perkataan
sama dengan perkataannya dan atas perbuatan sama dengan perbuatannya, begitu
juga perkataan dan perbuatan yang tidak dihadapan beliau, sedangkan dia
mengetahui hal-hal tersebut, tetapi tidak dibantahnya, maka hukumnya sama
dengan hokum perkataanatau perbuatan yang dihadapannya.
Contoh sunnah taqririyah :
a.
Taqriri Nabi atas harta-harta yang
ada ditangan orang musyrik yang diperoleh sebelm islam dengan cara laindan
tidak disuruh nabi terhadap mereka dengan bertobat apa – apa yang telh dahulu
b.
Tawririnya nabi terhadap
perempuankeluar dari rumahnya dan berjalan dijalanan serta dating kemesjid dan
mendengar pidato-pidato
c.
Taqririnya nabi terhadap ereka yang
mengerjakan sembahyang sunat antara azan maghrib dengan sembahyang maghrib,
sedang Nabi elihat dan tidak melarangnya.
C. KEHUJJAHANNYA
Telah sepakat ummat islam ,
bahwa sanya apa yang keluar dari Rasulullah SAW, baik ucapan atau perbuatan dan
auat taqrir yang dimaksudkan dengan itu, membentuk hukum syariat islam atau
tuntunan dan disampaikan kepada kita dengan sanad yang shahih yang mendatangkan
kepastian atau dugaan yang kuat, maka kebenarannya itu sekaligus merupakan
hujjah atas umat islam, sumber daripada pembentukan hukum syariat islam, yang
oleh pera mujtahid diistimbatkan daripadanya, hukum-hukum syariat megenai
perbuatan-perbuatan orang mukallaf. [5]
Bukti-bukti
kehujjahan al-sunnah banyak, yaitu :
1. Nash – nash Al-quran
Karena Allah SWT dalam
beberpa ayat kitab al-quran telah memrintahkan mentaati Rasul-nya. Menurut-Nya,
taat kepada Rasul-Nya berarti taat kepadanya.
Dia memerintahkan umat
islam, ketika mereka bertentangan dalam urusan sesuatu, untuk mengembaikannya
kepada Allah dan Rasulnya, dia tidak embuat untuk oarang mukmin suatu pilihan
ketika dia dan rasulnya telah memutuskan sesuatu . dia meniadakan iman bagi
seseorang yang tidak senang hatinya menerima keputusan Rasul, atau tidak
menyerah kepadanya. Semuanya ini adlah bukti dari Allah, bahwa sesungguhnya
pembentukan hukum syariat oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan hukum syariat
oleh Tuhan yang harus di ikuti.
Allah Swt telah berfirman
seperti dalam beberapa ayat berikut ;
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# ^qߧ9$#ur ( Î ÇÌËÈ
Artiny: Katakanlah : taatilah Allah dan
Rasul-Nya
(Q.S. Ali-Imran : 32 )
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( ÇÑÉÈ
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul
itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah (Q.S. An-nisa’ :80)
$tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 wur >puZÏB÷sãB #sÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qßuur #·øBr& br& tbqä3t ãNßgs9 äouzÏø:$# ô`ÏB öNÏdÌøBr& 3
Artinya
: “ Hai
orang-orang beriman , taatlah kepada allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan
Ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (al-quran dan Rasul (sunnah) (Q.S. Al-Azhab:36)
2. Ijma’ Para Sahabat R.A
Semasa Hidup Nabi Dan Setelah Wafatnya Mengenai Keharusan Mengikuti Sunnah Nabi
Pada masa hidup nabi merak
melaksanakan hukum-hukumnya dan menjalankan segala perintah serta larangannya,
hukum halal serta hukum haramnya. Dalam keharusan mengikuti mereka tidak
membedakan diantara hukum yang diwahyukan kepadanya dalam al-quran dan hukum
yang keluar dari Nabi sendiri. Dan oleh karena itu Mu’az bin jabal berkata : “
jika saya tidak mendapati dalam kitabullah, hukum yang hendak saya jadikan
keputusan, maka saya jatuhkan hukum itu dengan sunnah rasulullah saw “ .
3. Dalam al-quran
Allah swt telah mewajibkan
kepada manusia beberapa ibadah fardhu secara global tanpa penjelasan (secara
rinci), tidak dijelaskan didalamnya mengenai hukum-hukumnya atau cara
memakainya (melaksanakannya). Maka Allah swt berfirman :
(النساء
: ٧٧ ) )#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$#
(#qè?#uäur
no4qx.¢9$#
Artinya : Dirikanlah shalat dan
terimakanlah zakat
(Q.S. An-Nisa’:77)
Ayat lain yang berbunyi :
|ÇÊÑÌÈ =ÏGä. ãNà6øn=tæ
ãP$uÅ_Á9$#
Artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa
(Q.S. Al-Baqarah:183)
ÇÒÐÈ !ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$#
Artinya : Menegerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah
(Q.S. Ali: imran:97)
Tetapi allah tidak menjelaskan
tentang bagaiaman didirikan shalat atau
ditunaikan zakat atau puasa dan ata amal ibadah haji. Rasulullah telah
menjelaskan keglobalan ini dengan sunnah qauliyahnya atau sunnah amaliyahnya.
Karena Allah telah memberikannya kekuasaan untuk memberikan penjelasan dengan
firmannya :
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) ÇÍÍÈ
Artinya: Dan kami turunakan kepadamu
al-quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yag telah diturunkan
kepada mereka (Q.S. An-Nahl:44)
Imam-imam pembina
mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali kepada As_sunnah dalam
menghadapi permasalahannya.
Asy-Syafi’i berkata;
إذا وجدتم في
كتابي خلاف سنة رسول الله ص م فقولوا بسنة رسول الله ص م ودعوا ما قلت
Artinya : “apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan
dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw,
dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’I ini
memmberikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila
dalam kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi Saw. Dan apa yang dikat erikan
pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam
akan Asy-Syafi’I ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.[6]
D.
NISBAHNYA KEPADA AL-QURAN
Adapun hubungan al-sunnah
kepada al-quran dari segidijadkan hujjah dan kembali kepadanya dalam mengeluarkan hukum-hukum syariat ialah
menjadi urutan yang mengiringnya (urutan kedua) .
Sedangkan
hubungan nya dari segi hukum yang datang didalamnya, maka tidaklah melebihi
salah satu diantara tiga hal berikut ini :
1. Adakalahnya al-sunnah itu
menetapkan atauu mengukuhkan hukum yang telah ada dalam al-quran. Jadi hukum
itu mempunyai da sumber dan terhadapnyaterdapat dua dalil yakni dalil yang
ditetapkan ayat-ayat al-qur’an dan dalil-dalil yang dikuatkan dari sunnah Rasul
SAW.
2. Adakalahnya as-sunnah itu
merinci, menafsirkan hal-hal yang telah datang didalam al-quran secara global,
atau membatasi hal-hal yang datang didalam al-quran secara mutlak atau memtakhsis
hal-hal terdapat didalam al-quran secar
umum.
3. Adakalanya as-sunnah itu
menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat dalam al-quran
E.
FUNGSI SUNNAH TERHADAP AL-QURAN
Rasulullah saw sebgai
pembawa risalah ilahi berfungsi untuk menjelaskan kepada umat islam
ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui al-quran. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat An-Nahl:44 :
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) ÇÍÍÈ
Artinya: Dan kami turunakan kepadamu al-quran
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yag telah diturunkan kepada
mereka (Q.S. An-Nahl:44)
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi
umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW
diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya
kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Oleh karena itu, fungsi hadis
Rasulullah SAW sebagai penjelas al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam Malik bin
Annas menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan
al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’.
Imam Stafi’I menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan
al-tafshil, bayan al-takhsish, nayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayan
al-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan
al-tasyri’, dan bayan al-takhsish.[7]
Agar masalah ini lebih jelas, maka
dibawah ini akan diuraikan satu persatu.
1.
Bayan At- Taqrir,
Bayan taqrir
bisa juga disebut bayan ta’kid dan bayan al-isbat jadi yang dimaksud dengan
bayan taqrir yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh
dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi:
فإذا رأيتموه فصومواوإذارأيتموه
فأفطروا (رواه مسلم)
Artinya : Apabila kamu
melihat bulan maka berpuasalah dan apabila kamu melihat bulan maka berbukalah
(H.R Muslim) [8]
Hadits ini
memperkokoh ayat al-Qur’an dibawah ini :
فَلْيَصُمْهُ الشَّهْرَ
مِنْكُمُ شَهِدَ فَمَنْ
Artinya : Maka barang siapa
mempersaksikan di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu
(Q.S
Al-Baqarah : 185)
2.
Bayan At-Tafsir,
Yang disebut
dengan bayan al-tafsir adalah bahwa
kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap
ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal),memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan
(taksish) terhadap ayat-ayat al-Qur’an
yang masih bersifat umum. Diantara contoh tentang ayat-ayat al-Qur’an yang
masih mujmal adalah perinyah
mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qhisash,
hudud dan sebagainya. Ayat-ayat al-Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan,
sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW, melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah
tersebut. Sebagai contoh dibawah ini akan dikemukakan hadis yang berfungsi
sebagai bayan al-tafsir :
صلو كما رأيتموني أصلي (رواه البخاري
ومسلم)
Artinya :
Artinya : Shalatlah
kamu sebagaimana kamu melihatku shalat
(H.R Bukhari dan Muslim)
Hadis ini
menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak
menjelaskan secara rinci.
3.
Bayan At-Tasyri’
Dimaksud dengan
bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan
sesuatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an. Bayan ini
jugaa disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan
sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam
Al-Qur’an.
Hadits bayan at-tasyri’ ini merupakan hadits
yang diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits lainnya. Ibnu Al-Qayyim pernah
berkata bahwa hadits-hadits Rasulullah Saw itu yang berupa tambahan setelah
al-Qur’an merupakan ketentuan hukum yang patut ditaati dan tidak boleh kitaa tolak
sebagai umat Islam.
Suatu contoh
dari hadits dalam kelompok ini adalah tentang hadits zakat fitrah yang
berbunyi:
إن رسول الله
صلي الله عليه وسلم فرض زكاة الفطرمن رمضا ن علي النا س صاعا من تمرأوصاعا من
شعيرعلي كل حراوعبد ذكر أو أنثي من المسلمين
(رواه مسلم)
Artinya:“Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat
fitrah kepada umat Islam pada bulam Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau
gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.”
Hadits yang
termasuk bayan Tasyri’ ini wajib
diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits yang lainnya.
4.
Bayan An-Nasakh
Kata An-Nasakh dari segi bahasa
adalah al-itbal (membatalkan), Al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil
(memindahkan). Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah
dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya
kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits
muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.
Salah satu contoh hadits yang biasa
diajukan oleh para ulama adalah hadits;
لا وصية لوارث
Artinya;
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sunnah artinya cara yang
dibiaskan atau cara yang dipuji. Sedangkan menurut istilah agama yaitu
perkataan Nabi, perbuatan dan taqriri (ucapaan dan perbuatan sahabat yang
beliau diamkan dengan arti membenarkannya) . dengan demikian sunnah Nabi dapat
berubah : sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah
(perbuatan), sunnah taqririyah (ketetapan). Sunnah juga merupakan sumber
hukum ke dua setelah al-qur’an.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami buat,
kami menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan
kesalahan, oleh sebab itu kami sangat membutuhkan krtitik dan saran, agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Syarifuddin Amir. Ushul Fiqh Jilid 1.(Jakarta:
logos: 1996)
Abd al-Wahhab Khallaf. Ilmu ushul fiqh. (Jakarta:
PT.Grafindo Persada: 1996)
M.Hasbi
ash-Shiddieqi. Pengantar ilmu fiqh. (Jakarta: Bulan Bintang: 1991)
Nasrun Harun. Ushul
fiqh. (Jakarta: logos: 1996)
Nazar Bakry. Fiqh dan ushul
fiqh. (Jakarta: PT.Raja Grafindo persada: 1996)
[1]
Muhammad ‘jaj al-khatib, ushul al-hadits: ‘Ulumuhu wa mushtalahuhu,
Beirut : dar Fikr, 1981, hal. 17
[2]
Nazar bakry, ushul fiqih, jakarta: PT Raja Grafindo Perseda: 1996,
hlm.38
[3] Nasrun harun,ushul fiqih I. Jakarta ;
Logos Wacana Ilmu,1997. 38
[4] Abdul wahab, kaidah-kaidah
hukum islam, jakarta : PT raja grafindo perseda. 1996, 1996.
[5]
....Opchit. hlm.50
[6] Hasbi Ash Shiddieqy,Pokok-pokok ILMU DIRAYAH HADITS
2,Bulan Bintang Jakarta,1976. Hlm. 355-357.
[7]Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta;
Bulan Bintang, 1980), H. 176-188
[8][10] Hadis nomor 1.798 ini terdapat dalam Kitab Al-Shiyam dalam Imam Muslim, Sahih Muslim, Jilid I, (Beirut : Dar
Al-Fikr,t.t.), H.481
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)