BAB I
PENDAHULUAN
Akhlak bisa dibentuk
melalui kebiasaan. Seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang
diamalkan dalam pergaulan semata-mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya
merupakan ciri-ciri orang yang mempunyai akhlak. Oleh karena itu seseorang yang
sudah benar-benar memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari
hasil perpaduan antara hati, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang
menyatu membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian.Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental
dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan
kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki
akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup
yang baik, yakni pembuatan itu selalu diulang-ulang dengan kecenderungan hati
(sadar).
Tidak bisa dipungkiri, untuk menjadi manusia
yang dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitar kita harus memiliki kepribadian
yang bagus dan akhlak yang mulia. Tidak ada satu orang hebatpun di dunia ini
yang tidak memiliki akhlak yang bagus. Sehebat dan sepintar apapun kita kalau
akhlak dan kepribadian kita jelek dimata masyarakat, maka kita akan dikucilkan
dan tidak dianggap di masyarakat.
Akhlak merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan
dimanapun kita berada. Dewasa ini banyak sekali anak yang menentang dan melawan
terhadap orang tunya, ini merupakan fenomena yang lazim terjadi di masyarakat
kita, akhlak seorang anak terhadap orang tua sudah sangat menghawatirkan.
Mereka bisa bersikap baik dengan teman tapi tidak bisa bersikap baik kepada
orang tua, ini merupakan contoh kecil dari penyelewengan akhlak yang sering
dilakukan oleh remaja dan anak zaman sekarang.
BAB II
DASAR-DASAR
AKHLAK DALAM AL-QURAN DAN HADIS
A.
Makna Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk
jama’ dari dari kata khuluq,artinya
tingkah laku, perangai, dan tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah
daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa di
pikir dan direnungkan lagi.[1]
Menurut Ibnu Maskawih,
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan[2].
Menurrut Imam Maskawaih akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang
mendorong seseorang melakukan tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa
melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang
berasal dari tabi’at aslinya, dan ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang – ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan – tindakan itu melalui
pikiran dan pertimbangan, kemidian dilakukan terum – menerus maka jadilah suatu
bakat dan akhlak.
Kemudian Al – Ghozali mendifinisikan akhlak sebagai suatu ungkapan tentang
keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam – macam tindakan dengan
mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.
B.
Pentingnya Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Akhlak bertujuan membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia.
Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji,
baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk
lainnya serta dengan alam lingkungan. Akhlak juga punya peranan untuk
menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia
diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran.
Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal
manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
akal pikiran perlu dibimbing oleh akhlak agar manusia terbebas atau
terhindar dari kehidupan yang sesat.
Seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang
kriteria perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Ilmua akhlak atau akhlak yang
mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan
manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK yang maju disertai
akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuaan yang Ia miliki itu akan
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang
yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta,
kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu
akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi.
Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang
akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan
berusaha menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar
dari berbagai perbuatan yang dapat membahyakan dirinya.[3]
Akhlak juga merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan
makhluk lainnya. Setiap orang tidak lagi peduli soal baik atau buruk, soal
halal dan haram. Karena yang berperan dan berfungsi pada diri masing-masing
manusia adalah elemen syahwat (nafsu) nya yang telah dapat mengalahkan elemen
akal pikiran mengalahkan nafsunya, maka dia derajatnya di atas malaikat
Diantara manfaat dari akhlak adalah
:
1.
Dapat mengetahui sisi baik dan buruk pada manusia.
2.
Tidak mudah terguncang oleh perubahan situasi
3.
Tidak mudah tertipu oleh fatamorgana kehidupan
4.
Dapat menikmati hidup dalam segala keadaan
C.
Akhlak dalam Al-Quran
Al-Qur’an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak
yang pertama, hal ini dinilai karena keontetikannya yang lebih tinggi,
dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain. Mengingat al-Qur’an merupakan firman
Tuhan, sehingga tidak ada keraguan baginya untuk dijadikan sebagai dasar atau
asas. Walau nantinya ada beberapa perangkat yang diperlukan untuk mendukungnya.
Dan tidak akan dibahas di sini, karena ada ilmu khsusus yang membahasnya.
Nilai-nilai yang ditawarkan oleh al-Qur’an
sendiri sifatnya komprehensif. Perbuatan baik dan buruk sudah dijelaskan di
dalamnya. Hanya saja, ada yang perlu diperhatikan. Mengingat ada banyak
ayat-ayat al-Qur’an yang membutuhkan penafsiran. Sehingga untuk mememudahkan,
orang-orang akan merujuk kepada al-Hadits ( sebagai Asbabun Nuzul suatu ayat)
dan al-Aqlu (penalaran akal). Sejauh manakah
campur tangan kedua dasar tersebut pada persoalan Ilmu Akhlak. Pastinya
al-Hadits dan al-Aqlu tidak akan merubah pesan yang
ingin disimpaikan oleh al-Qur’an.
D.
Akhlak Dalam Kehidupan Rasulullah Saw dan
Sunnahnya
Dalam riwayat Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang akhlak Nabi.
Aisyah menjawab akhlak Nabi adalah al-Qur’an. Dengan demikian, Nabi
merupakan interpretasi yang hidup terhadap al-Qur’an. Karena segala ucapan (Qauliyah),
perbuatan (Fi’liyah), dan penetapan (Taqririyah)
merupakan sebuah wahyu dari Allah, dan apa-apa yang datang dari Nabi senantiasa
terjaga. Dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an dan al-Hadits berasal dari
sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
Baginda lebih suka memanggil sahabat-sahabatnya
dengan nama gelaran masing-masing untuk menghormati dan memikat hati mereka.
Yang tidak memiliki gelar panggilan, baginda akan memberinya nama gelaran bukan
saja kepada sahabat lelaki tetapi juga kepada wanita dan kanak-kanak.
Baginda tidak berbicara jika tidak perlu.
Baginda juga tidak pernah mengatakan sesuatu atau marah kecuali yang benar.
Rasulullah amat jarang marah dan apabila marah segera reda.
Apabila mendengar orang berbicara yang kurang
baik, baginda akan memalingkan mukanya dari orang itu. Jika ada sesuatu yang
harus disampaikan tetapi baginda tidak menyukainya, maka baginda rasul
menggunakan kata-kata kiasan atau sindiran. Dalam semua perbicaraan baginda
akan menggunakan kata-kata yang baik dan nasihat-nasihat yang berguna.
Baginda tidak membalas kejahatan dengan
kejahatan malah memaafkannya. Hal ini dapat dilihat dalam peristiwa tentara
musyrikin yang berdiri di kepala baginda dengan sebilah pedang seraya berkata
kepada baginda,"Siapakah yang dapat mempertahankan engkau daripada
pedangku ini?" Rasulullah S.A.W.menjawab dengan tegas :"Allah."
Dengan jawaban itu gementarlah tangan orang musyrikin itu dan pedang yang
dipegangnya itu jatuh dari tangannya. Pedang itu diambil oleh Rasulullah
S,A.W.tetapi baginda tidak membunuhnya malahan membebaskannya walaupun baginda
boleh membunuhnya.
Dalam peristiwa lain, seorang Arab dusun kencing
di dalam masjid. Para sahabat bertindak akan memukul orang itu tetapi dihalangi
oleh baginda. Orang itu dinasihati oleh baginda dengan kata-kata yang baik.
Begitu juga saat baginda dan orang-orang Islam berjaya menguasai Kota Mekah
pada tahun 8 Hijrah, baginda tidak membalas dendam kepada orang-orang yang
dahulunya sering menganggu dan menyakiti orang-orang Islam. Hanya beberapa
orang saja dibunuh. Yang lain dimaafkan dan dibebaskan baginda.
Walaupun baginda seorang nabi dan rasul, akan
tetapi baginda tetap melakukan hal-hal yang dikerjakan oleh para sahabat.
Pada suatu ketika dalam perjalanan, beberapa orang sahabat berencana untuk menyembelih seekor kambing dan membagikan dagingnya di antara mereka. Seorang bertugas menyembelih dan seorang lagi bertugas memasak daging. Rasulullah bersabda bahawa baginda bersedia mengumpulkan kayu-kayu. Para sahabat berkata,"Ya Rasulullah,itu pun kami akan lakukan di antara kami."
Pada suatu ketika dalam perjalanan, beberapa orang sahabat berencana untuk menyembelih seekor kambing dan membagikan dagingnya di antara mereka. Seorang bertugas menyembelih dan seorang lagi bertugas memasak daging. Rasulullah bersabda bahawa baginda bersedia mengumpulkan kayu-kayu. Para sahabat berkata,"Ya Rasulullah,itu pun kami akan lakukan di antara kami."
Rasulullah menjawab,"Daku tahu bahawa kamu
semua akan melakukannya dengan senang hati tetapi daku tidak mau menjadi orang
yang paling terkemuka di kalangan kumpulan ini dan Allah pun tidak
menyukainya."
Di rumah, baginda juga membantu
isteri-isterinya. Baginda membetulkan sendiri kasutnya, menjahit pakaian dan
memerah susu kambing. Banyak lagi contoh akhlak terpuji nabi
muhammad SAW yang patut dikaji, diteladani dan disebarkan. Sesungguhnya
Rasulullah S.A.W.adalah contoh teladan yang paling baik. Barang siapa yang
mengikutinya akan diridhai Allah dan akan selamat di dunia dan akhirat
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong seseorang melakukan
tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.
Akhlak bertujuan membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia.
Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji,
baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk
lainnya serta dengan alam lingkungan. Akhlak juga punya peranan untuk
menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia
diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran.
Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas
akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena
itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh akhlak agar manusia terbebas atau
terhindar dari kehidupan yang sesat
B.
Saran
Makalah ini
sangat menarik dibahas , untuk itu kami mohon maaf apabila dalam makalah ini
masih banyak kekurangan referensi. Dan kami juga minta kritikan dan saran agar
makalah ini lebih sempurna.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Azra Ayumardi,dkk, Pendidikan Agama
Islam pada Perguruan Tinggi Umum ,Jakarta
: Departemen Agama Islam,2002
Ibn Miskawih, tahzib al-akhlaq wa tathir
al-a’araq, (Mesir:
al-Mashriyah, 1934
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan hinayah-Nya,
sehingga dalam proses penyelesaian makalah ini diberi kelancaran oleh Allah
Swt.
Shalawat salam
penulis ucapkan kepada pucuk pimpinan umat sedunia yakninya Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah mengeluarkan umatnya dari zaman kebodohan hingga kezaman
kecerdasan seperti saat sekrang ini.
Penulis sangat
berterimakasih kepada Bapak Drs. Syamsuar Syam,M.Ag. selaku Dosen pembimbing
yang senantiasa memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian makalah “
Dasar-dasar Akhlak dalam Al-Qur’an dan Hadis” dalam Mata kuliah “ Akhlak
Tasawuf”.
Demikianlah
sepata kata yang bisa penulis uraikan, semoga dalam proses pembelajaran ini
kita bisa cepat tanggap dalam memahami mata pelajaran ini.
Padang,
September 2015
Penulis
[1] Ayumardi Azra,dkk, Pendidikan Agama
Islam pada Perguruan Tinggi Umum ,(Jakarta:Departemen
Agama Islam,2002),204
[2] Ibn Miskawih, tahzib al-akhlaq wa tathir
al-a’araq, (Mesir: al-Mashriyah,
1934), cet I, hlm. 40
[3] Ibid,.
Ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi seorang mu’min dalam beramar ma’ruf nahy munkar, seperti
yang dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar, yaitu berikut ini:
a)
ia mengetahui yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu adalah
munkar
b)
ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan orang
c)
ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahy mun’kar tidak akan
membawa mudharat yang lebih besar.
d)
ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak
membahayakan diri dan hartanya.
Al-amr bi al-ma’ruf wa an-nahy an-munkar bukan monopoli Konsep mu’tazilah.
Frase tersebut sering digunakan dalam Al-Qur’an. Arti al-ma’ruf adalah apa yang
telah diakui dan diterima oleh masyarakat karena Mengandung kebaikan dan
kebenaran. Lebih spesifiknya, al-ma’ruf adalah apa yang diterima dan diakui
Allah. Sedangkan al-munkar adalah sebaliknya, yaitu sesuatu yang tidak dikenal,
tidak diterima, atau buruk. Frase tersebut berarti seruan untuk berbuat sesuatu
sesuai dengan keyakinan sebenar-benarnya serta menahan diri dengan mencegah
timbulnya perbuatan yang bertentangan dengan norma tuhan.
BAB III
PENUTUP
Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti
berpisah. Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di Basrah, Irak pada
abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M)
berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin
Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang
berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar aliran
Mu’tazilah yang menolak pandangan-pandangan kedua aliran di atas. Bagi
Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir, tetapi bukan pula mukmin.
Mereka menyebut orang demikian dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain
(posisi di antara dua posisi).
Penghargaan yang tinggi terhadap akal dan logika menyebabkan timbul banyak
perbedaan pendapat di kalangan Mu’tazilah sendiri, namun ide-ide teologis
mereka disatukan dalam beberapa hal pokok, yang dikenal dengan al-Ushul
al-Khamsah: Tauhid (Keesaan), Al-’Adl (Keadilan), Al-Wa’du wa al-Wa’id (Janji
dan Ancaman), Al-Manzilah Baina al-Manzilatain (Satu Tempat diantara Dua
Tempat), Al-Amru bi al-Ma’ruf wa al-Nahyu ‘an al-Munkar (Menegakkan yang Makruf
dan Melarang Kemunkaran)
DAFTAR PUSTAKA
Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi
Al-Lughah, Bairut: Darul Kitab,
Musthafa Muhammad Syak’ah, Islam
Tanpa Mazhab, Terj. Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi .Solo:
Tiga Serangkai, 2008
Al-Syahrastani, Muhammad bin
Abdul Karim, al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Nasution, Harun, Teologi
Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 1986.
Razak Abdur dan Anwar Rosihan , Ilmu
Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2006
Tosihiko Izutsu, Konsep
Kepercayaan dalam Teologi Islam. Terj. Agus Fahri Husein dkk, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994
[1]
Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah,
(Bairut: Darul Kitab, t.t), hal. 207
[2]
Musthafa Muhammad Syak’ah, Islam Tanpa
Mazhab, Terj. Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi (Solo: Tiga
Serangkai, 2008), hal. 489
[3]
Al-Syahrastani, Muhammad bin Abdul
Karim, al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,hal.
46-48
[4]
Nasution, Harun, Teologi Islam;
Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986.
[5]
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 80
[6]
Ibid.,83
[7]
Tosihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam
Teologi Islam. Terj. Agus Fahri Husein dkk, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994),
hal. 53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)