Kamis, 10 Desember 2015

FASE USMAN BIN AFFAN dan ALI BIN ABI THALIB

A.  FASE USMAN BIN AFFAN dan ALI BIN ABI THALIB
1.      Perluasan Wilayah dan Perkembangan Angkatan Laut
Setelah Umar bin Khattab wafat pada tahun 644 M, usaha perluasan wilayah dilanjutkan oleh Ustman bin Affan. Pada masa khalifah Ustman bin Affan (644-656 M) pertama kali dibentuk angkatan laut untuk menyerang daerah kepulauan yang terletak di Laut Tengah. Pada masa Ustman bin Affan dibangun kapal-kapal perang, sehingga dapat menaklukan pulau Crypus pada tahun 28 H yang dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Pertempuran dilautan yang sangat dasyat dinamakan dengan Dzatis Sawari (pertempuran tiang kapal) terjadi antara panglima Abdullah Ibn Abi Sarah, Gubernur mesir dengan Kaisar Constantine dari Binzantium pada tahun 31 H. Pertempuran ini diikuti oleh 1000 buah kapal, 200 buah kapal kepunyaan islam dan 800 buah kapal kepunyaan Bizantium, perperangan ini dimenangkan oleh umat islam. ™[1]
Pada masa Ustman Bin Affan, negeri yang ditaklukan adalah negeri Barqah, Tripoli Barat, Armenia. Beberapa bagian Thabristan, Balkh, Kabul, dan daerah Turkistan, sehingga wilayah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaan islam.

2.      Pendewanan dan Penetapan Mushaf Usmani
Umat islam pada masa pemerintahan Khalifah Ustman Bin Affan tinggal dalam wilayah yang luas dan terpencar-pencar, seperti di Mesir, Iraq, Hijaz, dan sebagainya. Penduduk masing-masing daerah tersebut kadang-kadang membaca ayat-ayat Al-qur’an menurut bacaan yang mereka pelajari dari tokoh-tokoh sahabat yang terkenal diwilayah mereka. Contoh siria, penduduk membaca al-qur’an menurut bacaan Ubay Bin Kaab, penduduk Koufah membaca Al-qur’an menurut bacaan Adullah Bin Mas’ud, dan penduduk wilayah lain membaca Al-qur’an menurut bacaan Abu Musa Al-Asyi’ari. Persoalan timbul karena tidak jarang terdapat perbedaan bacaan di antara mereka, bahkan perbedaan tersebut sering menimbulkan penyelisihan di kalangan umat islam.
Untuk mengatasi persoalan itu, khalifah Ustman Bin Affan membentuk sebuah tim yang bertugas untuk menyalin dan membukukan (kodifikasi) ayat-ayat Al-qur’an kedalam satu Mushaf resmi yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit. Mushaf hasil kerja dari tim kodifikasi Al-qur’an pada masa Khalifah Usman Bin Affan disebut dengan Mushaf Al-Imam atau Mushaf Utsmani. Yang sampai ketangan kita pada zaman sekarang ini.
3.      Kekacauan dan Konflik Politik
Masa Khalifah Umar bin Khattab berakhir tahun 23 H. Selanjutnya digantikan oleh Ustman bin Affan dari tahun 23-35 H. Dalam masa enam tahun pertama, segala sesuatu dapat berjalan dengan baik. Masa pertengahan kedua pemerintahan Ustman, dunia retak dan ditimpa perpecahan. Ini disebabkan oleh kebijaksanaan Ustman dalam mengganti para Gubernur yang diangkat Umar. Penggantinya lebih banyak dari kalangan Bani Umayyah, Ustman terlalu mengabulkan ambisi keluarganya sendiri untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa kebijaksanaan Khalifah Ustman Bin Affan dalam mengangkat para pejabat barunya dari kalangan keturunan Bani Umayyah, yang dikenal dengan politik “Nepotisme” yaitu:™[2]
a.       Khalifah Ustman Bin Affan memberhentikan Sa’ad bin Abi Waqas dari jabatan Gubernur Koufah dan kemudian jabatan tersebut dipegang oleh Walid bin Uqbah adalah saudara seibu dengan khalifah Ustman.
b.      Khalifah Ustman memberhentikan Abu Musa al-Asy’ari dari jabatan gubernur Basrah kemudian diganti dengan Abdullah bin Amir. Pejabat yang baru adalah putran pamannya.
c.       Khalifah Ustman memberhentikan Amru bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan digantikan oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah. Pejabat baru  adalah saudara sepesusuan Khalifah Ustman.
d.      Khalifah Ustman mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris khalifah. Marwan merupakan tokoh Bani Umayyah yang sangat fanatik terhadap keturunan.
e.       Khalifah Ustman mengukuhkan jabatan Mu’awiyah bin Abu Sofyan sebagai gubernur Siria, bahkan wilayah kekuasaan diperluas keluar siria yakni Palestina.
f.       Khalifa Ustman sering membelanjakan uan kas  Bait al-Mal secara boros atau tanpa perhitungan apabila dipergunakan untuk kepentingan orang-orang yang berasal dari keturunan Bani Umayyah. Contohnya, seperlima (khumsum) dari hasil rampasan perang (ghanimah) atas wilayah Afrika Utara sebanyak 500.000 dinar, telah jatuh ketangan Marwan bin Hakam. Padahal semestinya uang tersebut dimasukan kedalam bait al-Mal. Akibatnya kebijaksanaan khalifah Ustman dalam bidang keuangan banyak kalangan Bani Umayyah yang kaya-kaya.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh khalifah Ustman bin Affan diatas merupakan penyimpangan dari politik dan kebijaksanaan pemerintahan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Disamping itu para pejabat baru yang diangkat oleh khalifah Ustman dinilai kurang memiliki kepribadian dan moral yang tidak disenangi masyarakat, seperti yang terlihat di bawah ini:
a.       Pada umumnya orang-orang yang di angkat oleh khalifa ustman bin affan tersebut orang-orang yang disebut dengan thulaqo, yaitu orang-orang yang di bebaskan dari tawanan perang. Mereka umumnya berasal dari keluarga-kelurga penghuni kota mekkah yang sampai saat-saat terakhir masih menunjukan sikap permusuhan dan perlawanan terhadap Nabi Muhammad SAW dan dakwah islamiyiah. Setelah mereka dimaamfaatkan oleh rasulullah Saw, kemudian merekapun masuk islam, seperti mu’awiyah bin Abi sofyan, walid bin uqabah, marwan bin Hakkam dan Abdullah bin saad bin abi sarah.
b.      Pada umumnya orang-orang yang di anggkat oleh khalifa Ustman bin Affan tersebut adalah orang-orang yang kurang pantas untuk jabatan, karena mereka tidak termasuk orang-orang yang berkesempatan untuk bersahabat dengan Rosulullah SAW. Dan tidak memproleh pendidikan sedemikian rupa dari beliau, sehingga jiwa dan cara berfikirnya kurang cocok dengan jiwa dan cara berfikir Rasulullah Saw. Contonnya: Marwan  bin Hakam. Ayahnya ( Hakam) adalah paman ustman bin Affan. Setelah penaklukan kota mekkah. Hakam masuk agam Islam dan kemudian datang Ke Madinah dan menetap di sana. Akan tetapi rasullah SAW. Pernah mengusirnya dari Madinah karena kesalahannya dan akhirnya dia tinggal di Taif. Ia baru kembali ke Madinah setelah Ustman Bin Affan menjadi Khalifah pada tahun 644 M.
c.       Di antara orang-orang yang di angkat oleh khalifah Ustaman Bin Affan tersebut ada yang tidak menunjukan ketaqwaan dan kebersihan jiwa. Contohnya Walid Bin Uqabah adalah seorang peminum Khamar. Di angkat menjadi gubernur kaufah yang menggantikan Saad Bin Abi Waqas.[3]
Pernah sahabat-sahabat terkemuka untuk member nasehat kepada ustman yang telah tua itu, supaya beristirahat atau mengundurkan diri, tetapi Ustam salah paham dan dijawabnya.” Kenapa aku akan menanggalkan pakaian yang telah di pakaikan tuhan kepadaku”. Permasalahan ini semakin dipicu oleh “propokator” Abdullah Ibnu Saba’ seorang yang menggku islam berasal dari orang yahudi. Ia dapat merangkul beberapa seperti Abu- Zar Al-Qifari, Ammar Ibnu Yasir dan Abdullah Ibnu Mas’ud. Akibtnya, kebencian rakyat tak dapat di bandung dan muncullah pemberontakan di khaufah, Basrah dan Mesir. Para pemberontakan Dari Mesir Melakukan demonstrasi di Madinah.
Mereka menuntut  agar gubernur mesir diganti. Tuntutan para demostran tersebut dikabulkan oleh khalifa Ustman Bin Affan. Sewaktu mereka kembali ke mesir dapat di tangkap sepucuk surat dari seorang yang sedang dari perjalanan ke mesir. Surat tersebut merupakan surat perintah kepada gubernur mesir supaya membunuh dan mencencang Muhammad Ibn Abu Bakar beserta pengikut-pengikutnya surat perintah itu memakai stempel Ustman. Sewaktu surat tersebut di perlihatkan oleh Muhammad Ibn Abu Bakar kepada Ustman, dia mengingkari menulis dan menyuruh tulis surat semacam itu. Dia sama sekali tidak tahu menahu dengan surat tersebut. Akan tetapi sewaktu diminta kepadanya agar menyerahkan orang yang memegang stempel, untuk di minta pertangung jawabannya, beliau engan dan menolak. Akhirnya Muhammad Ibn Abu Bakar keluar dan para pemberontak menyerbu rumah Ustman, tetapi pintu-pintunya di jaga oleh Hasan dan Husen beserta kawan-kawanya. Walaupun pintu dapat di halangi , namun para pemberontak dapat memanjat dinding rumah Ustman dan dapat masuk dua orang laki-laki kedua orang laki-laki ini membunuh Ustman Bin Affan (tahun 23 H) dan istrinya yang berusaha menghalangi sarangan para penyusup akhirnya terpotong-potong jarinya. Cuma tidak di ketahui identitas kedua orang ini yang jelas keduanya berasal dari kelompok pemberontak.pengakuan seperti ini juga di sampaikan oleh isteri Ustman Bin Affan, yaitu Na’ilah binti Al- Furafisah. Dengan demikian, tidak jelaslah siapa pelaku pembunuh Ustman yang sebenarnya.
1.      Permasalahan pada masa Ali Ibn Abi Thalib       
Setelah Ali Ibn Thalib di bai’at menjadi khalifa di kelurkanya dua ketetapan.
·         Memecat kepala-kepala daerah yang di angkat Ustman. Dikirimnya kepala daerah yang baru untuk mengantikanya. Semua kepala daerah yang di kirim ali terpaksa kembali ke Madinah, karena tidak dapat memasuki darah yang di tugaskan kepadanya.
·         Mengambil kembali tanah-tanah yang di bagi-bagi Ustman kepada family-family dan kaum kerabatnya tampa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada beralasan, di ambil Ali kembali. Sementara Ali Bin Abi thalib belum menyelidiki dan menghukum pembunuh Ustman.
Barangkali tindakan Ali yang terlalu dratis ini yang membuat keterunan Bany Umayah menentang Ali dan ditambah lagi dengan adanya keinginan sekelompok keturunan Umayah untuk berkuasa sepenuhnya. Di samping itu mereka juga memamfaatkan situasi “kematian Ustman” sebagai alat untuk menghimpun kekuatan dalam alat untuk menghimpun kekuatan dalam mengalahkan pemerintah Ali.
a.      Perang Jamal
Setelah kecewa atas kebjaksaan Ali Bin Abi Thalib, terutama dalam penggantian gubernur baru, Thalha dan Zubir bin Awwam mentang khalifah Ali Bin Abi Thalib. Karena Ali Bin Abi Thalib yang menunda tentang peristiwa pembunuhan Usman Bin Affan sampai suasana tentram dan stabil. Siti Aisyah tidak dapat menerima alasan penundaan tersebut. Oleh karena itu ia mengumpulkan sebagian besar penduduk Mekkah untuk berangkat ke Madinnah meminta kepada khalifah secepatnya. Penduduk Mekkah yang menentang Khalifah Ali Bin Abi Thalib, yang menunda penyelesaian pembunuhan Usman Bin Affan. Ia mengendarai onta. Dalam perjalanan sebelum memasuki kota Basrah, ia bertemu dengan pasukan Ali Bin Abi Thalib. Msetelah terjadi beberapa kali negosiasi antara kedua kubu ini namun tetap mengalami kegagalan untuk mencari penyelesaian pertikaian secara diplomasi, maka berkobarlah peperanagan anatara kedua pasukan.
b.      Perang Siffin
Muawiyah bin Abu Sofyan adalah satu-satunya gubernur yang diangkat oleh khalifah Usman Bin Affan yang tidak mengindahkan pemecatannya oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib. Telah berkali-kali diadakqan pendekatan diplomatik untuk mencapai penyelesaian antara kedua tokoh dan pemimpin umat Islam ini, namun tetap gagal. Oleh karena itu pertentangan antara kedua umat Islam lnl bertambah luas, dan telah memecah umat Islam paling tidak kepada kedua kutub, yaitu kutub Bani Hasyim dan Bani Umayyah yang mendukung Umayyah bin Abi Sofyan.
c.       Takhim Shiffin dan Perpecahan Umat Islam (Syi’ah Khawarij dan pendukung Muawiyah dan perang Nahrawan)
Peperangan berkecamuk antara kedua pasukan sehingga banyak korban berjatuhan. Pada masa ini pasukan Mu’awiyah mulai terdesak oleh kekuatan Ali. Diperkirakan apabila peperangan terus berkecamuk, maka kemenangan ada di pihak Ali. Di saat-saat genting seperti itulah Amru bin Ash, seorang pendukung setia Muawiyah bin Abi Sofyan mengambil inisiatif untuk mengangkat mushaf, sebagai isyarat untuk ingin berdamai sesuai dengan Kitabbullah. Untuk itu diadakanlah Tahkim atau arbitrase .  
Dalam menanggapi usulan arbitrase tersebut, pasukan Ali terpecah dua; sebagian mau menerima usulan tersebut dan sebagian lagi menolaknya. Alasan kelompok yang kedua ialah apabila peperangan dilanjutkan, pasti kemenangan di pihak Ali. Jika demikian, maka sudah tentu semua anggota pasukan dan harta bendanya akan menjadi harta rampasan perang (ghanimah) bagi pasukan Ali. Namun demikian, khalifah Ali bin Abi Thalib tetap menerima usulan arbitrase . Oleh karena itu kelompok kedua pasukan Ali ini membelok dan keluar dan pasukannya. Mereka inilah yang kemudian lebih dikenal dengan golongan Khawarij.
Dalam pelaksanaan arbitrase yang sudah disetujui oleh pihak Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan masing -masing pihak diwakili oleh Abu Musa al-Ansyari dan Amru bin Ash. Arbitrase ini diadakan di Daumatul Jandal pada tanggal 13 Shafar 37 H. Setelah kedua belah pihak berunding, disepakatilah bahwa untuk mencari penyelesaian perrtentangan antara Ali dengan muawiyah mestilah melalui cara: a) keduanya diturunkan dan jabatannya masing-masing: b) setelah itu diadakan pemilihan khalifah baru berdasarkan musyawarah.
Sebahagian pengikut Ali tidak menerima hasil-hasil Tahkim, bahkan menyatakan keluar dart kelompok Ali. Mereka ini kemudian terkenal dengan Khawarij (orang-orang  yang keluar).Golongan Khawarij tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kelompok yang sangat prihatin terhadap keadaan umat Islam setelah peristiwa Tahkim yang gagal, bahkan telah membawa perpecahan di kalangan umat Islam. Golongan ini dianggap sebagai sekte yang pertama dalam Islam. Jumlah mereka berkisar 4.000 orang di bawah pimpinan Abdullah bin Wahab al-Rasibi. Pada tahun 659 Ali menyerang mereka di tepi Terusan Nahrawan dan hampir melenyapkan mereka. Perang ini dinamakan Perang Nahrawan.
Menurut golongan Khawarij arbitrase adalah suatu penyimpangan, karena tidak sesuai dengan sembovan mereka yang berbunyi la hukma illa lillah (tiada hukum selain hukum Allah). Oleh karena itu tiga orang khawarij yaitu Abd al-Rahman bin Muljan, al-Barak bin Abdullah dan Umar bin Bakar telah sepakat untuk membunuh Ali Bin Abi thalib.
Abd al-Rahman bin Muljam bertugas membunuh Ali Bin abi Thalib. Al abrak bin Abdullah membunuh Muawiyah dan Umar bin Bakar membunuh Amru bin Ash. Ketiga tokoh umat Islam yang akan dibunuh ini masing-masing tinggal di Khoufah, Dsamaskus dan Kairo.


[1] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jld I,  (jakarta: Pustaka Al-Husna, 1990), cet VI, h.271.
[2] Maidir Harun, op.cit, h.48-49
[3] Ibid, h. 50-51
Lis� v1a r ௪ ��X st style='margin-top:0cm;margin-right:-2.3pt; margin-bottom:10.0pt;margin-left:54.0pt;mso-add-space:auto;text-indent:18.0pt'> 

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Norma. Hakikat manusia. Yogyakarta: Pustaka pelajar1997
Hadari Nawawi. Pendidikan dalam islam, Surabaya: AL-Ikhlas, 1993
Mukhtar Solihin & Rosihon Anwar, hakikat manusia “menggali potensi kesadaran pendidikan diri, dan psikologi islam, bandung : Pustaka setia. 2005









[1] Jacob & Wasid Wahid, Evolusi Manusia Dan Konsepsi Islam (Bandung :risalah , 1984) hal.25
[2] Mukhtar solihin & Rosihon Anwar, hakikat manusia “menggali potensi kesadaran pendidikan diri, dan psikologi islam” (Bandung : Pustaka setia, 2005) hal. 9-10
[3] Ahmad Norma (ed), Hakikat manusia (yogyakarta: pustaka pelajar, 1997) hal. 85
[4] Ibid hal 4
[5] Drs. M. Yatrimin Abdullah, Studi Islam Kontemperer , hal 42

2 komentar:

  1. makasihh kak. ilmunya sangat bermanfaat :))))

    BalasHapus
  2. masing kurang lengkap kk,mohon di lanjutkann

    BalasHapus

terimakasih komentarnya :)