A. FASE
USMAN BIN AFFAN dan ALI BIN ABI THALIB
1. Perluasan
Wilayah dan Perkembangan Angkatan Laut
Setelah Umar bin Khattab wafat pada
tahun 644 M, usaha perluasan wilayah dilanjutkan oleh Ustman bin Affan. Pada
masa khalifah Ustman bin Affan (644-656 M) pertama kali dibentuk angkatan laut
untuk menyerang daerah kepulauan yang terletak di Laut Tengah. Pada masa Ustman
bin Affan dibangun kapal-kapal perang, sehingga dapat menaklukan pulau Crypus
pada tahun 28 H yang dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Pertempuran
dilautan yang sangat dasyat dinamakan dengan Dzatis Sawari (pertempuran tiang kapal) terjadi antara panglima
Abdullah Ibn Abi Sarah, Gubernur mesir dengan Kaisar Constantine dari
Binzantium pada tahun 31 H. Pertempuran ini diikuti oleh 1000 buah kapal, 200
buah kapal kepunyaan islam dan 800 buah kapal kepunyaan Bizantium, perperangan
ini dimenangkan oleh umat islam. ™[1]
Pada masa Ustman Bin Affan, negeri yang ditaklukan
adalah negeri Barqah, Tripoli Barat, Armenia. Beberapa bagian Thabristan,
Balkh, Kabul, dan daerah Turkistan, sehingga wilayah tersebut masuk dalam
wilayah kekuasaan islam.
2. Pendewanan
dan Penetapan Mushaf Usmani
Umat islam pada masa pemerintahan
Khalifah Ustman Bin Affan tinggal dalam wilayah yang luas dan terpencar-pencar,
seperti di Mesir, Iraq, Hijaz, dan sebagainya. Penduduk masing-masing daerah
tersebut kadang-kadang membaca ayat-ayat Al-qur’an menurut bacaan yang mereka
pelajari dari tokoh-tokoh sahabat yang terkenal diwilayah mereka. Contoh siria,
penduduk membaca al-qur’an menurut bacaan Ubay Bin Kaab, penduduk Koufah
membaca Al-qur’an menurut bacaan Adullah Bin Mas’ud, dan penduduk wilayah lain
membaca Al-qur’an menurut bacaan Abu Musa Al-Asyi’ari. Persoalan timbul karena
tidak jarang terdapat perbedaan bacaan di antara mereka, bahkan perbedaan
tersebut sering menimbulkan penyelisihan di kalangan umat islam.
Untuk mengatasi persoalan itu, khalifah Ustman Bin
Affan membentuk sebuah tim yang bertugas untuk menyalin dan membukukan
(kodifikasi) ayat-ayat Al-qur’an kedalam satu Mushaf resmi yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit. Mushaf hasil kerja
dari tim kodifikasi Al-qur’an pada masa Khalifah Usman Bin Affan disebut dengan
Mushaf Al-Imam atau Mushaf Utsmani. Yang
sampai ketangan kita pada zaman sekarang ini.
3. Kekacauan
dan Konflik Politik
Masa Khalifah Umar bin Khattab berakhir
tahun 23 H. Selanjutnya digantikan oleh Ustman bin Affan dari tahun 23-35 H.
Dalam masa enam tahun pertama, segala sesuatu dapat berjalan dengan baik. Masa
pertengahan kedua pemerintahan Ustman, dunia retak dan ditimpa perpecahan. Ini
disebabkan oleh kebijaksanaan Ustman dalam mengganti para Gubernur yang diangkat
Umar. Penggantinya lebih banyak dari kalangan Bani Umayyah, Ustman terlalu
mengabulkan ambisi keluarganya sendiri untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa
kebijaksanaan Khalifah Ustman Bin Affan dalam mengangkat para pejabat barunya
dari kalangan keturunan Bani Umayyah, yang dikenal dengan politik “Nepotisme”
yaitu:™[2]
a. Khalifah
Ustman Bin Affan memberhentikan Sa’ad bin Abi Waqas dari jabatan Gubernur
Koufah dan kemudian jabatan tersebut dipegang oleh Walid bin Uqbah adalah
saudara seibu dengan khalifah Ustman.
b. Khalifah
Ustman memberhentikan Abu Musa al-Asy’ari dari jabatan gubernur Basrah kemudian
diganti dengan Abdullah bin Amir. Pejabat yang baru adalah putran pamannya.
c. Khalifah
Ustman memberhentikan Amru bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan digantikan
oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah. Pejabat baru adalah saudara sepesusuan Khalifah Ustman.
d. Khalifah
Ustman mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris khalifah. Marwan
merupakan tokoh Bani Umayyah yang sangat fanatik terhadap keturunan.
e. Khalifah
Ustman mengukuhkan jabatan Mu’awiyah bin Abu Sofyan sebagai gubernur Siria,
bahkan wilayah kekuasaan diperluas keluar siria yakni Palestina.
f. Khalifa
Ustman sering membelanjakan uan kas Bait al-Mal secara boros atau tanpa
perhitungan apabila dipergunakan untuk kepentingan orang-orang yang berasal
dari keturunan Bani Umayyah. Contohnya, seperlima (khumsum) dari hasil rampasan perang (ghanimah) atas wilayah Afrika Utara sebanyak 500.000 dinar, telah jatuh
ketangan Marwan bin Hakam. Padahal semestinya uang tersebut dimasukan kedalam bait al-Mal. Akibatnya kebijaksanaan
khalifah Ustman dalam bidang keuangan banyak kalangan Bani Umayyah yang
kaya-kaya.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
khalifah Ustman bin Affan diatas merupakan penyimpangan dari politik dan
kebijaksanaan pemerintahan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, Abu Bakar
dan Umar bin Khattab. Disamping itu para pejabat baru yang diangkat oleh
khalifah Ustman dinilai kurang memiliki kepribadian dan moral yang tidak
disenangi masyarakat, seperti yang terlihat di bawah ini:
a.
Pada umumnya
orang-orang yang di angkat oleh khalifa ustman bin affan tersebut orang-orang
yang disebut dengan thulaqo, yaitu orang-orang yang di bebaskan dari tawanan perang.
Mereka umumnya berasal dari keluarga-kelurga penghuni kota mekkah yang sampai
saat-saat terakhir masih menunjukan sikap permusuhan dan perlawanan terhadap
Nabi Muhammad SAW dan dakwah islamiyiah. Setelah mereka dimaamfaatkan oleh
rasulullah Saw, kemudian merekapun masuk islam, seperti mu’awiyah bin Abi
sofyan, walid bin uqabah, marwan bin Hakkam dan Abdullah bin saad bin abi
sarah.
b.
Pada umumnya
orang-orang yang di anggkat oleh khalifa Ustman bin Affan tersebut adalah
orang-orang yang kurang pantas untuk jabatan, karena mereka tidak termasuk
orang-orang yang berkesempatan untuk bersahabat dengan Rosulullah SAW. Dan
tidak memproleh pendidikan sedemikian rupa dari beliau, sehingga jiwa dan cara
berfikirnya kurang cocok dengan jiwa dan cara berfikir Rasulullah Saw.
Contonnya: Marwan bin Hakam. Ayahnya (
Hakam) adalah paman ustman bin Affan. Setelah penaklukan kota mekkah. Hakam
masuk agam Islam dan kemudian datang Ke Madinah dan menetap di sana. Akan
tetapi rasullah SAW. Pernah mengusirnya dari Madinah karena kesalahannya dan
akhirnya dia tinggal di Taif. Ia baru kembali ke Madinah setelah Ustman Bin
Affan menjadi Khalifah pada tahun 644 M.
c.
Di antara
orang-orang yang di angkat oleh khalifah Ustaman Bin Affan tersebut ada yang
tidak menunjukan ketaqwaan dan kebersihan jiwa. Contohnya Walid Bin Uqabah
adalah seorang peminum Khamar. Di angkat menjadi gubernur kaufah yang
menggantikan Saad Bin Abi Waqas.[3]
Pernah
sahabat-sahabat terkemuka untuk member nasehat kepada ustman yang telah tua
itu, supaya beristirahat atau mengundurkan diri, tetapi Ustam salah paham dan
dijawabnya.” Kenapa aku akan menanggalkan pakaian yang telah di pakaikan tuhan
kepadaku”. Permasalahan ini semakin dipicu oleh “propokator” Abdullah Ibnu
Saba’ seorang yang menggku islam berasal dari orang yahudi. Ia dapat merangkul
beberapa seperti Abu- Zar Al-Qifari, Ammar Ibnu Yasir dan Abdullah Ibnu Mas’ud.
Akibtnya, kebencian rakyat tak dapat di bandung dan muncullah pemberontakan di
khaufah, Basrah dan Mesir. Para pemberontakan Dari Mesir Melakukan demonstrasi
di Madinah.
Mereka
menuntut agar gubernur mesir diganti.
Tuntutan para demostran tersebut dikabulkan oleh khalifa Ustman Bin Affan.
Sewaktu mereka kembali ke mesir dapat di tangkap sepucuk surat dari seorang
yang sedang dari perjalanan ke mesir. Surat tersebut merupakan surat perintah
kepada gubernur mesir supaya membunuh dan mencencang Muhammad Ibn Abu Bakar
beserta pengikut-pengikutnya surat perintah itu memakai stempel Ustman. Sewaktu
surat tersebut di perlihatkan oleh Muhammad Ibn Abu Bakar kepada Ustman, dia
mengingkari menulis dan menyuruh tulis surat semacam itu. Dia sama sekali tidak
tahu menahu dengan surat tersebut. Akan tetapi sewaktu diminta kepadanya agar
menyerahkan orang yang memegang stempel, untuk di minta pertangung jawabannya,
beliau engan dan menolak. Akhirnya Muhammad Ibn Abu Bakar keluar dan para
pemberontak menyerbu rumah Ustman, tetapi pintu-pintunya di jaga oleh Hasan dan
Husen beserta kawan-kawanya. Walaupun pintu dapat di halangi , namun para
pemberontak dapat memanjat dinding rumah Ustman dan dapat masuk dua orang
laki-laki kedua orang laki-laki ini membunuh Ustman Bin Affan (tahun 23 H) dan
istrinya yang berusaha menghalangi sarangan para penyusup akhirnya
terpotong-potong jarinya. Cuma tidak di ketahui identitas kedua orang ini yang
jelas keduanya berasal dari kelompok pemberontak.pengakuan seperti ini juga di
sampaikan oleh isteri Ustman Bin Affan, yaitu Na’ilah binti Al- Furafisah.
Dengan demikian, tidak jelaslah siapa pelaku pembunuh Ustman yang sebenarnya.
1.
Permasalahan
pada masa Ali Ibn Abi Thalib
Setelah Ali Ibn Thalib di bai’at
menjadi khalifa di kelurkanya dua ketetapan.
·
Memecat
kepala-kepala daerah yang di angkat Ustman. Dikirimnya kepala daerah yang baru
untuk mengantikanya. Semua kepala daerah yang di kirim ali terpaksa kembali ke
Madinah, karena tidak dapat memasuki darah yang di tugaskan kepadanya.
·
Mengambil
kembali tanah-tanah yang di bagi-bagi Ustman kepada family-family dan kaum
kerabatnya tampa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman
kepada siapapun yang tiada beralasan, di ambil Ali kembali. Sementara Ali Bin
Abi thalib belum menyelidiki dan menghukum pembunuh Ustman.
Barangkali
tindakan Ali yang terlalu dratis ini yang membuat keterunan Bany Umayah
menentang Ali dan ditambah lagi dengan adanya keinginan sekelompok keturunan
Umayah untuk berkuasa sepenuhnya. Di samping itu mereka juga memamfaatkan
situasi “kematian Ustman” sebagai alat untuk menghimpun kekuatan dalam alat
untuk menghimpun kekuatan dalam mengalahkan pemerintah Ali.
a.
Perang Jamal
Setelah
kecewa atas kebjaksaan Ali Bin Abi Thalib, terutama dalam penggantian gubernur
baru, Thalha dan Zubir bin Awwam mentang khalifah Ali Bin Abi Thalib. Karena
Ali Bin Abi Thalib yang menunda tentang peristiwa pembunuhan Usman Bin Affan
sampai suasana tentram dan stabil. Siti Aisyah tidak dapat menerima alasan
penundaan tersebut. Oleh karena itu ia mengumpulkan sebagian besar penduduk
Mekkah untuk berangkat ke Madinnah meminta kepada khalifah secepatnya. Penduduk
Mekkah yang menentang Khalifah Ali Bin Abi Thalib, yang menunda penyelesaian
pembunuhan Usman Bin Affan. Ia mengendarai onta. Dalam perjalanan sebelum
memasuki kota Basrah, ia bertemu dengan pasukan Ali Bin Abi Thalib. Msetelah
terjadi beberapa kali negosiasi antara kedua kubu ini namun tetap mengalami
kegagalan untuk mencari penyelesaian pertikaian secara diplomasi, maka
berkobarlah peperanagan anatara kedua pasukan.
b.
Perang Siffin
Muawiyah
bin Abu Sofyan adalah satu-satunya gubernur yang diangkat oleh khalifah Usman
Bin Affan yang tidak mengindahkan pemecatannya oleh khalifah Ali Bin Abi
Thalib. Telah berkali-kali diadakqan pendekatan diplomatik untuk mencapai
penyelesaian antara kedua tokoh dan pemimpin umat Islam ini, namun tetap gagal.
Oleh karena itu pertentangan antara kedua umat Islam lnl bertambah luas, dan
telah memecah umat Islam paling tidak kepada kedua kutub, yaitu kutub Bani
Hasyim dan Bani Umayyah yang mendukung Umayyah bin Abi Sofyan.
c.
Takhim Shiffin
dan Perpecahan Umat Islam (Syi’ah Khawarij dan pendukung Muawiyah dan perang
Nahrawan)
Peperangan berkecamuk antara kedua pasukan sehingga banyak korban
berjatuhan. Pada masa ini pasukan Mu’awiyah mulai terdesak oleh kekuatan Ali. Diperkirakan apabila
peperangan terus berkecamuk, maka kemenangan ada di pihak Ali. Di saat-saat genting
seperti itulah Amru bin Ash, seorang pendukung setia Muawiyah
bin Abi Sofyan mengambil inisiatif untuk
mengangkat mushaf, sebagai isyarat untuk ingin berdamai sesuai
dengan Kitabbullah. Untuk itu diadakanlah Tahkim atau arbitrase .
Dalam menanggapi usulan
arbitrase tersebut, pasukan Ali terpecah dua; sebagian mau menerima usulan tersebut
dan sebagian lagi menolaknya.
Alasan kelompok yang kedua ialah apabila
peperangan dilanjutkan, pasti kemenangan di pihak Ali. Jika demikian, maka sudah tentu
semua anggota pasukan dan harta bendanya akan menjadi harta rampasan perang (ghanimah) bagi pasukan Ali. Namun demikian,
khalifah Ali bin Abi Thalib tetap menerima usulan arbitrase . Oleh karena itu kelompok kedua pasukan Ali ini membelok dan keluar dan pasukannya. Mereka inilah yang kemudian lebih dikenal dengan
golongan Khawarij.
Dalam pelaksanaan arbitrase yang sudah disetujui oleh pihak Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan masing -masing pihak
diwakili oleh Abu Musa al-Ansyari dan Amru bin Ash. Arbitrase ini diadakan di Daumatul Jandal
pada tanggal 13 Shafar 37
H. Setelah kedua belah pihak berunding,
disepakatilah bahwa untuk mencari penyelesaian perrtentangan antara Ali dengan muawiyah mestilah melalui cara: a) keduanya diturunkan dan jabatannya masing-masing: b) setelah itu diadakan pemilihan khalifah baru berdasarkan musyawarah.
Sebahagian pengikut Ali tidak menerima hasil-hasil Tahkim, bahkan
menyatakan keluar dart kelompok Ali. Mereka ini kemudian terkenal dengan Khawarij
(orang-orang yang keluar).Golongan Khawarij tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah kelompok yang sangat prihatin terhadap keadaan umat Islam setelah
peristiwa Tahkim yang gagal, bahkan telah membawa perpecahan
di kalangan umat Islam. Golongan ini dianggap sebagai sekte yang pertama dalam
Islam. Jumlah mereka berkisar 4.000 orang di bawah pimpinan Abdullah bin Wahab
al-Rasibi. Pada tahun 659 Ali menyerang mereka di tepi Terusan Nahrawan dan hampir melenyapkan mereka. Perang ini dinamakan Perang Nahrawan.
Menurut golongan Khawarij arbitrase adalah suatu
penyimpangan, karena tidak sesuai dengan sembovan mereka yang berbunyi la hukma illa lillah (tiada hukum selain hukum Allah). Oleh karena itu tiga orang
khawarij yaitu Abd al-Rahman bin Muljan, al-Barak bin Abdullah dan Umar bin
Bakar telah sepakat untuk membunuh Ali Bin Abi thalib.
Abd
al-Rahman bin Muljam bertugas membunuh Ali Bin abi Thalib. Al abrak bin
Abdullah membunuh Muawiyah dan Umar bin Bakar membunuh Amru bin Ash. Ketiga
tokoh umat Islam yang akan dibunuh ini masing-masing tinggal di Khoufah,
Dsamaskus dan Kairo.
[1] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jld
I, (jakarta: Pustaka Al-Husna, 1990),
cet VI, h.271.
[2] Maidir Harun, op.cit, h.48-49
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Norma. Hakikat manusia. Yogyakarta: Pustaka
pelajar1997
Hadari Nawawi. Pendidikan dalam islam, Surabaya:
AL-Ikhlas, 1993
Mukhtar Solihin
& Rosihon Anwar, hakikat manusia “menggali
potensi kesadaran pendidikan diri, dan psikologi islam, bandung : Pustaka
setia. 2005
[1]
Jacob & Wasid Wahid, Evolusi Manusia
Dan Konsepsi Islam (Bandung :risalah , 1984) hal.25
[2]
Mukhtar solihin & Rosihon Anwar, hakikat manusia “menggali potensi kesadaran pendidikan diri, dan psikologi islam” (Bandung
: Pustaka setia, 2005) hal. 9-10
[3]
Ahmad Norma (ed), Hakikat manusia
(yogyakarta: pustaka pelajar, 1997) hal. 85
[4] Ibid hal
4
[5]
Drs. M.
Yatrimin Abdullah, Studi Islam Kontemperer , hal 42
makasihh kak. ilmunya sangat bermanfaat :))))
BalasHapusmasing kurang lengkap kk,mohon di lanjutkann
BalasHapus