BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus
dihadapi manusia, seperti krisis moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar,
dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman.
Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta
kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan
sehari-hari manusia saat ini. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan
dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah sifat-sifat manusia yang berbau duniawi,
seperti hedonism, fashionism, kepuasan
hawa nafsu, dan lain-lain.
Hanya sedikit manusia yang
dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar dan sesuai dengan keadaan zaman manusia
sekarang ini.
Padahal, jika, masyarakat modern saat ini
menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, insya allah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh
dari sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan
tindakan-tindakan yang melanggar hokum agama, maupun hokum perdata dan pidana
Negara.
Aqidah ilmu tauhid sebagaimana diketahui, membahas
ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami
seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat
dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang
keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah
diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Teologi dalam Islam disebut juga ilmu At-Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti
satu/esa dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan sifat yang terpenting
diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi
Islam disebut juga ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGENALAN ILMU TAUHID
A. Pengertian Tauhid
Perkataan tauhid berasal dari bahaa arab , masdar dari kata wahhada ( وَحِّدَ ) yuwahhidu
(يُوَحَّدْ).
Secara etimologis, tauhid berarti keesahan. Maksudnya , iktikad atau keyakinan
bahwa Allah SWT adalah esa; tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan
pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasaindonesia , yaitu “ keesaan Allah”
; mentauhidkan berarti “ mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah”.[1]
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi) kata tauhid adalah merupakan bentuk
kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu: wahhadayuwahhiduwahdah yang
memiliki arti mengesakan atau menunggalkan. Kemudian ditegaskan oleh ibnu
Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah bahwa kata tauhid mengandung makna ke eseaan
tuhan. bahwa tauhid mengandung makna meyakinkan (mengi’tikadkan ) bahwa allah
adalah ‘’satu’’ tidak ada serikat bagi-Nya.[2]
Pengertian tauhid menurut istilah
:
1. Tauhid ialah percaya tentang wujud tuhan yang
esa yang tidak ada sekutu bagi –Nya baik zat , sifat maupun perbuatan-Nya ;
yang mengutus utusan-utusan untuk member petunjuk kepada alam dan umat manusia
kepada jalan kebaikan yang meminta pertanggungjawaban seseorang diakhirat dan
memberikan balasa kepadanya atas apa yang telah diperbuatnya didunia ini, baik
atau buruk.
2. Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang
“ wujud Allah”, tentang sidat-sifat yang wajib tetap pada-Nya , sifat-sifat
yang boleh disifatkan kepadanya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib
dilwnyapkan dari padanya ; juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan
kerasulan mereka, apa yang ada pada mereka , apa yang boleh dihubungkan
(nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkan kepada diri
mereka.
3.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan keagamaan (agama islam ) dengan
bukti-bukti yang yakin . [3]
Menurut Syekh Muhammad Abduh :
“ Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,
sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepadanya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan padanya.
Husain Affandi Al-Jasr
mengatakan :
“Ilmu tauhid adalah ilmu yang
membahas hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang
meyakinkan”
Dari kedua
ta’rif ilmu tauhid tersebut itu dapatlah diambil suat pengertian bahwa pada
ta’rif pertama (Syekh Muhammad Abduh) lebih mengibaratkan pada obyek formal
ilmu tauhid yakni pembahasan tentang wujud allah dengan segala sifat dan
perbuatan-Nya serta membahas tentang rasul-Nya, sifa-sifat dengan segala
perbutannya. Sedangkan para ta’rif kedua (Syekh Husainal-Jisr) menekankan pada
metode pembahasannya yakni dengan menggunaan dalil-dalil yang meyakinkan, dan
yang dimaksud di sini adalah dalil naqli maupun dalil aqli. Dengan demikian
ilmu tauhid adalah suatu cabang ilmu studi keislaman yang lebih memfocuskan
pada pembahasan Wujud Allah dengan segala sifatnya tentang para Rasul-Nya,
sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai penekatan.[4]
Prof.M.Thahir A.Muin memberikan defenisi sebagai berikut :
“ Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib,
mustahil, dan yang jaiz bagi Allah,
juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat
untuk membuktikan adanya zat yang mewujudkan
“. [5]
Meskipun inti pokok
risalah nabi Muhammad SAW adalah tauhid, namun pada masa beliau belum merpakan
ilmu keislamaan yang berdiri sendiri. Istilah ilmu tauhid sendiri muncul pada
abad ketiga hijriah; tepatnya di zaman pemerintah khalifah al-makmum (813-833
M), khalifah ketujuh dinasti bani Abbas.
B.
Manfaat dan Tujuan
Kesadaran
seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba allah akan muncul dengan
sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap,
perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Dengan demikian, kepercayaan atau
akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid
saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1.
Sebagai
sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.
Membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.
Mengeluarkan
jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan.
4.
Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan
batin.
Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’
terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist.
Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan
dalil-dalil aqli.[6]
Tujuan Mempelajari Tauhid:
·
Agar manusia mengetahui Allah (ma’rifatullah) dengan segala hal yang wajib
ada pada-Nya dan yang mustahil ada pada-Nya.
·
Agar manusia membenarkan ada-Nya (tashdiqullah).
·
Agar manusia
mengEsakan-Nya (tauhidullah)
·
Tahapan mentauhidkan
Allah dari ma’rifatullah (mengetahui adanya Allah), tashdiqullah (membenarkan
& meyakini adanya Allah) dan tauhidullah (mengEsakan Allah) ini
mengharuskan manusia memiliki ilmu atau pengetahuan tentang Allah melalui
tuntunan Al-Qur’an (wahyu)dan akal fikiran manusia. [7]
Manfaat Mempelajari Ilmu
Tauhid:
·
Mengetahui tentang Allah dengan segala hal yang ada pada-Nya.
·
Mendapatkan informasi tentang rukun
iman (iman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab dan Hari kiamat) dan rukun
Islam.
·
Melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi segala laranganNya.Semakin
meningkatkan dan memperteguh keimanan kita.
·
Agar kita memperoleh kepuasan batin
,keselamatan dan kebahagian hidup didunia dan akhirat, sebagaimana yanh
dicita-citakan
Dengan demikian
maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja,tetapi lebih
jauh dari itu,sebab tauhid mengandung sifat-sifat yang bermanfaat bagi
kehidupan, memberikan ketemtraman batin dan menyelamatkan manusia manusia dari kesesatan dan
kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pemebntukan sikap dan
perilaku keseharian seseorang sebagai akidah dan falsafah hidup. Tokoh yang
dianggap pemula dalam penyusunan ilmu ini adalah Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari
(260-324 H/873-935 M).
Sumber ilmu tauhid adalah al-Qur’an dan Hadist ini
dihidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli,dijabarkan dengan pemikiran
filsafat dan pemikiran lain, baik diluar maupun didalam islam.[9]
C.
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu
Tauhid
Berdasarkan pengertian tauhid yang telah diterangkan dalam bab I
sebenarnya sudah dapat diketahui apa-apa yang menjadi lapangan pembahasan
tauhid, Pokok pembahasan ilmu tauhid terletak pada tiga macam persoalan :[10]
1. Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya, bagian ini dinamakan
Qismul-Illahiyyah. Dalam membicarakan bagian ini, lahirlah masalah-masalah
hangat diperdebatkan oleh ahli ilmu Qalam yaitu :
a.
Sifat-sifat Tuhan
Apakah memang ada sifat tuhan atau tidak. Maslaah ini diperdebatkan oleh
aliran mu’tazilah dan aliran asy-ariyah.
b.
Qudrat dan iradat
Persoalan ini menimbulkan paham qodariyah dan jabariyah .
c.
Persoalan kemauan bebas manusia
Masalah ini erat hubungannya dengan qudrat dan iradat tuhan. Apakah
manusia bebas berbuat menurut kehendaknya sendiri atau terpaksa menurut
kehendak Tuhan.
d.
Masalah al-qur’an
Dalam hal ini dibicarakan tentang :
a.
Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah ditetapkan Tuhan
melakukan pekerjaan tertentu, yaitu Malaikat.
b.
Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para Rasul-Nya, baik yang
langsung atau dengan perantara Malaikat.
c.
Cara Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk
menyampaikan ajaran-Nya kepada manusia.
3. Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan
sesudah mati nantinya, yang disebut
dengan qismu al-sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Kebangkitan manusia kembali keakhirat.
b.
Hari perhitungan.
c.
Persoalan shirat atau yang sering pula dikenal sebagai jembatan atau
tititan.
d.
Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu “ surga dan
neraka”[11]
Persoalan-persoalan ini pula yang menyibukkan
umat islam yang menyebabkan lahirnya berbagai aliran atau mazhab dalam islam.
Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan akan
eksistensi Allah Yang Maha Sempurna. Karena itu, ruang lingkup pembahasan dalam
ilmu tauhid yang pokok adalah
1. Hal-hal yang berhubungan dengan
Allah SWT atau mabda. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir
2. Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara
manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat, Nabi/Rasul,
dan kitab-kitab suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga
ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.
Ketiga ruang lingkup di atas terangkum dalam
pembahasan rukun iman, yaitu Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab,
Rasul-Rasul, hari Kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadar.
1. Iman kepada Allah
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah percaya
sepenuhnya, tanpa keraguan sedikitpun, akan adanya Allah SWT Yang Maha Esa dan
Maha Sempurna, baik zat, sifat, maupun af’al (perbuatan)-Nya. Kemudian mengkuti
sepenuhnya bimbingan Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah dan
menjauhi Larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. Keimanan seseorang kepada Allah
ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain :
a. Ketakwaannya akan selalu meningkat.
b. Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena
ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Tidak kepada
yang lain.
c. Rasa aman, damai, dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.[12]
2. Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat mengandung arti bahwa seseorang
percaya sepenuhnya bahwa Allah mempunyani sejenis makhluk yang disebut
malaikat, makhluk mulia yang tidak pernah durhaka kepada Tuhan dan senantiasa
taat menjalankan tugas dan kewajibannya. Keimanan kepada malaikat membawa
pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam
setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya,
merekam apa yang ia katakana dan ia perbuat itu.
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah mempercayai
bahwa Allah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul untuk menjadi pegangan dan
pedoman hidup bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab
yang diturunkan Allah kepada para Rasul itu cukup banyak, namun yang secara
jelas disebutkan di dalam Al-Quran hanya empat : Taurat, Zabur, Injil, dan
Al-Qur’an. Masing-masing kitab tersebut diturunkan kepada Nabi Musa, Daud, Isa,
dan Muhammad.[13]
Pengaruh-pengaruh keimanan kepada kitab-kitab Allah terhadap seseorang
antara lain :
a. Mendidik toleransi terhadap pemeluk agama lain.
b. Memberikan keyakinan yang penuh bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang
paling lengkap dan sempurna, lebih baik dari kitab-kitab suci lainnya, karena
ia diturunkan kemudian dan merupakan kitab suci terakhir dari Allah SWT.[14]
4. Iman kepada Nabi/ Rasul
Pengertiannya beriman kepada nabi dan rasul ialah
keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah telah memilih beberapa orang di antara
manusia, memberikan wahyu kepada mereka, dan menjadikan mereka sebagai utusan
(rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar.
Para ulama biasanya membedakan antara nabi dan
rasul.Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa
kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan rasul adalah seseorang
yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan untuk orang lain (umat). Rasul
dibebani tugas menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum dan umatnya.Jumlah nabi/
rasul yang dicantumkan Allah di dalam Al-Qur’an adalah 25 orang.[15]
Dampak positif dari beriman kepada nabi dan rasul ini antara lain :
a. Menebalkan rasa toleransi beragama.
b. Memberi keyakinan bahwa misi para rasul adalah untuk membahagiakan umat
manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
c. Mempertebal keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT sebab Allah dengan
penuh cinta dan kasih-Nya selalu mengutus rasul untuk membimbing umat manusia
agar mereka tidak tersesat dan dapat mencapai kebahagiaan hidup.
5. Iman kepada Hari Kiamat.
Yang dimaksud dengan hari kiamat (hari akhir) ialah
hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada di dunia ini akan musnah dan
semua makhluk hidup akan mati. Selanjutnya alam berganti dengan yang baru
disebut dengan alam akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat ini antara
lain adalah al-ba’ts (kebangkitan dari kubur), hisab (perhitungan amal baik dan
buruk manusia yang dilakukan selama ia berada di dunia), al-shirath (jalan yang
terbentang di atas punggung neraka), surga, dan neraka.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkataan tauhid berasal dari bahaa arab , masdar dari
kata wahhada ( وَحِّدَ ) yuwahhidu (يُوَحَّدْ). Secara etimologis, tauhid berarti
keesahan. Maksudnya , iktikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa;
tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan
dalam bahasaindonesia , yaitu “ keesaan Allah” ; mentauhidkan berarti “
mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah”
Sumber ilmu tauhid adalah al-Qur’an dan Hadist ini
dihidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli,dijabarkan dengan pemikiran
filsafat dan pemikiran lain, baik diluar maupun didalam islam.
B.
Saran
Saran yang peyusun
sampaikan sampaikan adalah sebagai berikut:
·
Agar lebih giat belajar
masalah ilmu tauhid supaya bisa
menuntaskan ilmu tauhid
·
Semoga makalah ini bisa
menjadi bahan pembelajaran kita semua dan
menambah wawasan yang lebih luas bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir A
Sahilun, Pengantar Ilmu Kalam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.1996.
Murni, Ilmu Kalam, The Minangkabau Foundation Press.2006.
Ash-Shiddieqy Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Kalam , bulan bintang, Jakarta.1990
Muin A Thahir. Ikhtisar Ilmu Tauhid, Yogyakarta tanpa tahun.
Asmuni Yusran, Ilmu Tauhid, PT Raka Grafindo Perseda, Jakarta
.1996
Muhammad Abduh Syekh, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang,
1976
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/ilmu-tauhid.html
https://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/
http://muanfisyah.blogspot.com/2013/11/hukum-tujuan-dan-manfaat-ilmu-tauhid.html
https://selamatdansukses.wordpress.com/category/uncategorized/page/2/
https://selamatdansukses.wordpress.com/2009/05/25/ilmu-tauhid/
http://kumpulanmakalah-rendi.blogspot.com/2011/12/pengertian-tauhidruang-lingkup.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[2] Ibnu Khaldun,Muqaddimah terj. Ahmadiethoha Jakarta:
Pustaka Firdaus, Cetakan Pertama 1986 ) hal. 589.
[4]
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/ilmu-tauhid.html
[6]
https://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/
[7]
http://muanfisyah.blogspot.com/2013/11/hukum-tujuan-dan-manfaat-ilmu-tauhid.html
[8]
https://selamatdansukses.wordpress.com/category/uncategorized/page/2/
[9]
ibid
[11]
https://selamatdansukses.wordpress.com/2009/05/25/ilmu-tauhid/
[12]
http://kumpulanmakalah-rendi.blogspot.com/2011/12/pengertian-tauhidruang-lingkup.html
[13]
Ibid ..
[14]
http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2011/11/ruang-lingkup-ilmu-tauhid.html
[15]
Ibid. Hlm 3
[16]
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Satu hal yang
mesti di garis bawahi terkadang ada yang memakai istilah maqtu’ ini
untuk menyebutkan Hadîts yang terputus sanadnya. Dan hal ini biasanya
terjadi sebelum dibakukannya defenisi mauquf dan maqtu’ ini.
C. Kesimpulan
Di dalam ilmu Mustalah
al-hadîts, hadîts di bagi berdasarkan beberapa tipologi. Pertama
berdasarkan bentuk asal, hadîts dibagi menjadi empat yaitu: hadîts
Qauliy, hadîts fi’liy, hadîts Taqrîriy dan hadîts Shifatiy. Kedua
berdasarkan sifat asal, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts
Qudsiy dan hadîts Nabawiy. Ketiga berdasarkan jumlah periwayat, hadîts
dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Mutawâtir dan hadîts Ahad (Meskipun
Hanafiyah membaginya menjadi tiga). Keempat berdasarkan kwalitas, hadîts
dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Shahîh, hadîts Hasan dan hadîts
Dha’îf . Terakhir berdasarkan penisbatan, hadîts dibagi menjadi tiga
yaitu: hadîts Marfû’, hadîts Mauqûf dan hadîts Maqtû’.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmizi, Muhammad. Manhaj Dzawi Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Hamaramain,1974), Cet. Ke-3, hlm. 8. Kitab ini adalah
kitab syarah dari kitab karangan Jalal Al-Din Abdurrahman Al- Suyuthhi (w. 911
H), Manzhumat ‘ilmi All-Atsar. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din
Al-Qasimi, Qawa id Al-tahdits min Funun Mushalah Al-Hadits, (Beirut: Dar
Al-Kutub Al-ilmiyah, 1979
Suparta, Munzir Ilmu
Hadis, 2006
Al-Din Itr, Nur. Manhaj
Al-Naqdi fi Ulum Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1979),
Sa’id Ramadhan Al-buti,
Muhamad. Mahabahits Al-Kitab wa Al-Sunnah min’Ilm Al-Ushul, (Damaskus:
Mahfushah Li Al-jamiah,t.t.)
Al-Shalah, Ibnu. Ulum
Al-Hadits, yang kemudian dikenal dengan
muqaddimah Ibn Al-Shalah,(Madinah:Al-Maktabat Al-islamiya,1995),cet.Ke-1
Zakaria Yahya, Abu. Ibn
Syaraf Al-Manawy Fann Ushul Al-Hadits,( Khairo:’Abd Al-Rahman Muhammad, t.t.)
Ma’luf, Louis.
Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-Alam, (Beirut:Dar Al-Masyriq, 1992)
[1] Mihammad Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmizi, Manhaj Dzawi
Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Hamaramain,1974), Cet. Ke-3, hlm. 8. Kitab ini
adalah kitab syarah dari kitab karangan Jalal Al-Din Abdurrahman Al- Suyuthhi
(w. 911 H), Manzhumat ‘ilmi All-Atsar. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din
Al-Qasimi, Qawa id Al-tahdits min Funun Mushalah Al-Hadits, (Beirut: Dar
Al-Kutub Al-ilmiyah, 1979, hlm. 61.
[2]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 2006 hal 2-3
[4] Hadis nomor 4.119 dalam Bab Marji’I Al-Nabiy mi Al-Ahzab, Kitab
Al-Maghazy dalam Imam Al-Bukhari,op. cit., hlm. 286-288.
[5] Hadis nomor 3.549 dalam
Bab Shifat Al-Nabiy, Kitab Al-Manaqib, Imam Al-Bukhairi, op.cit., juz.
4, h. 198. Lihat juga penjelasan dalam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail
Al-Bukhari, matan Al-Bukhari bi Hasyiat Al-Sindi, jilid 2, (Surabaya:
Syirkah Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nubhan wa Auladuh).hlm. 271.
[6] ‘Ajjaj Al-Khatib, op.cit., hlm.28.
[7] Nur Al-Din Itr, Manhaj
Al-Naqdi fi Ulum Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1979), hlm. 70.
Bandingkan dengan penjelasan Muhammad Mahfudz
[8] Mahmud Al-Tahhan,op.cit.,hlm19,lihat juga dalam Nur Al-Din ‘Itr,op.cit., hlm. 405,
Al-suyuti,tadrib Al-Rawi,op.cit.,hlm.180.
[12] Al-Suyuti,Tadrib Al-Rawi,op.cit.,jilid
II,hlm.180
[17] Muhamad Sa’id Ramadhan Al-buti,Mahabahits
Al-Kitab wa Al-Sunnah min’Ilm Al-Ushul,(Damaskus: Mahfushah Li
Al-jamiah,t.t.),hlm.17.
[19] Hadits nomor 877 dalam Bab Fadhl Ghasl yaum
Al-jum’at,kitab Al-jum’at,dalam imam Al-Bhukari,op.cit., jilid I, hlm.238,
dengan urutan sanad;diterima dari Abdullah ibn Yusuf, dari malik ibnNafi’, dari
Abdullah ibn umar.
[20] Ibnu Al-Shalah, Ulum
Al-Hadits, yang kemudian dikenal dengan
muqaddimah Ibn Al-Shalah,(Madinah:Al-Maktabat
Al-islamiya,1995),cet.Ke-1,hlm.10.
[21] Abu Zakaria Yahya Ibn
Syaraf Al-Manawy Fann Ushul Al-Hadits,( Khairo:’Abd Al-Rahman Muhammad, t.t.),
hlm.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)