Kamis, 10 Desember 2015

PENGENALAN ILMU TAUHID

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang  
Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus dihadapi manusia, seperti krisis moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar, dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman.
Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan sehari-hari manusia saat ini. Kebanyakan manusia hanya mementingkan kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang terealisasi hanyalah  sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism, fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain.
Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan peran tauhid secara benar dan sesuai dengan keadaan zaman manusia sekarang ini.
Padahal, jika, masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari-harinya, insya allah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan yang melanggar hokum agama, maupun hokum perdata dan pidana Negara.
Aqidah ilmu  tauhid sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Teologi dalam Islam disebut juga  ilmu At-Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu/esa dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi Islam disebut juga ilmu kalam.




BAB II
PEMBAHASAN
PENGENALAN ILMU TAUHID

A.    Pengertian Tauhid
Perkataan tauhid berasal dari bahaa arab , masdar dari kata wahhada                    ( وَحِّدَ  ) yuwahhidu (يُوَحَّدْ). Secara etimologis, tauhid berarti keesahan. Maksudnya , iktikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa; tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasaindonesia , yaitu “ keesaan Allah” ; mentauhidkan berarti “ mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah”.[1]
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi) kata tauhid adalah merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu: wahhadayuwahhiduwahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan. Kemudian ditegaskan oleh ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah bahwa kata tauhid mengandung makna ke eseaan tuhan. bahwa tauhid mengandung makna meyakinkan (mengi’tikadkan ) bahwa allah adalah ‘’satu’’ tidak ada serikat bagi-Nya.[2]
Pengertian tauhid menurut istilah :
1.      Tauhid ialah percaya tentang wujud tuhan yang esa yang tidak ada sekutu bagi –Nya baik zat , sifat maupun perbuatan-Nya ; yang mengutus utusan-utusan untuk member petunjuk kepada alam dan umat manusia kepada jalan kebaikan yang meminta pertanggungjawaban seseorang diakhirat dan memberikan balasa kepadanya atas apa yang telah diperbuatnya didunia ini, baik atau buruk.
2.      Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang “ wujud Allah”, tentang sidat-sifat yang wajib tetap pada-Nya , sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadanya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilwnyapkan dari padanya ; juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang ada pada mereka , apa yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkan kepada diri mereka.
3.      Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan keagamaan (agama islam ) dengan bukti-bukti yang yakin . [3]

Menurut Syekh Muhammad Abduh :

Tauhid adalah  suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadanya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan padanya.

Husain Affandi Al-Jasr mengatakan :


Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan

Dari kedua ta’rif ilmu tauhid tersebut itu dapatlah diambil suat pengertian bahwa pada ta’rif pertama (Syekh Muhammad Abduh) lebih mengibaratkan pada obyek formal ilmu tauhid yakni pembahasan tentang wujud allah dengan segala sifat dan perbuatan-Nya serta membahas tentang rasul-Nya, sifa-sifat dengan segala perbutannya. Sedangkan para ta’rif kedua (Syekh Husainal-Jisr) menekankan pada metode pembahasannya yakni dengan menggunaan dalil-dalil yang meyakinkan, dan yang dimaksud di sini adalah dalil naqli maupun dalil aqli. Dengan demikian ilmu tauhid adalah suatu cabang ilmu studi keislaman yang lebih memfocuskan pada pembahasan Wujud Allah dengan segala sifatnya tentang para Rasul-Nya, sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai penekatan.[4]
Prof.M.Thahir A.Muin memberikan defenisi sebagai berikut :


Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil, dan yang   jaiz bagi Allah, juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan adanya zat yang mewujudkan   “. [5]
Meskipun inti pokok risalah nabi Muhammad SAW adalah tauhid, namun pada masa beliau belum merpakan ilmu keislamaan yang berdiri sendiri. Istilah ilmu tauhid sendiri muncul pada abad ketiga hijriah; tepatnya di zaman pemerintah khalifah al-makmum (813-833 M), khalifah ketujuh dinasti bani Abbas.

B.       Manfaat dan Tujuan
Kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Dengan demikian, kepercayaan atau akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1.      Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4.      Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.[6]

Tujuan Mempelajari Tauhid:
·         Agar manusia mengetahui Allah (ma’rifatullah) dengan segala hal yang wajib ada pada-Nya dan yang mustahil ada pada-Nya.
·         Agar manusia membenarkan ada-Nya (tashdiqullah).
·         Agar manusia mengEsakan-Nya (tauhidullah)
·         Tahapan mentauhidkan Allah dari ma’rifatullah (mengetahui adanya Allah), tashdiqullah (membenarkan & meyakini adanya Allah) dan tauhidullah (mengEsakan Allah) ini mengharuskan manusia memiliki ilmu atau pengetahuan tentang Allah melalui tuntunan Al-Qur’an (wahyu)dan akal fikiran manusia. [7]

Manfaat Mempelajari Ilmu Tauhid:   
·         Mengetahui tentang Allah dengan segala hal yang ada pada-Nya.
·         Mendapatkan informasi tentang  rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab dan Hari kiamat) dan rukun Islam.
·         Melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi segala laranganNya.Semakin meningkatkan dan memperteguh keimanan kita.
·          Agar kita memperoleh kepuasan batin ,keselamatan dan kebahagian hidup didunia dan akhirat, sebagaimana yanh dicita-citakan
·         agar kita terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah yang menyesatkan.[8]
Dengan demikian maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja,tetapi lebih jauh dari itu,sebab tauhid mengandung sifat-sifat yang bermanfaat bagi kehidupan, memberikan ketemtraman batin dan menyelamatkan manusia manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pemebntukan sikap dan perilaku keseharian seseorang sebagai akidah dan falsafah hidup. Tokoh yang dianggap pemula dalam penyusunan ilmu ini adalah Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari (260-324 H/873-935  M).
Sumber  ilmu tauhid adalah al-Qur’an dan Hadist ini dihidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli,dijabarkan dengan pemikiran filsafat dan pemikiran lain, baik diluar maupun didalam  islam.[9]
C.    Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Tauhid
Berdasarkan pengertian tauhid yang telah diterangkan dalam bab I sebenarnya sudah dapat diketahui apa-apa yang menjadi lapangan pembahasan tauhid, Pokok pembahasan ilmu tauhid terletak pada tiga macam persoalan :[10]
1.       Esensi Tuhan itu sendiri dengan  segenap sifat-sifat-Nya, bagian ini dinamakan Qismul-Illahiyyah. Dalam membicarakan bagian ini, lahirlah masalah-masalah hangat diperdebatkan oleh ahli ilmu Qalam yaitu :
a.                   Sifat-sifat Tuhan
Apakah memang ada sifat tuhan atau tidak. Maslaah ini diperdebatkan oleh aliran mu’tazilah dan aliran asy-ariyah.
b.                  Qudrat dan iradat
Persoalan ini menimbulkan paham qodariyah dan jabariyah .
c.                   Persoalan kemauan bebas manusia
Masalah ini erat hubungannya dengan qudrat dan iradat tuhan. Apakah manusia bebas berbuat menurut kehendaknya sendiri atau terpaksa menurut kehendak Tuhan.
d.                  Masalah al-qur’an
2.      Hubungan yang mempertalikan antara khalik dengan makhluk. Bagian ini dinamakan Qismun-Nubuwwat.
Dalam hal ini dibicarakan tentang :
a.                   Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah ditetapkan Tuhan melakukan pekerjaan tertentu, yaitu Malaikat.
b.                  Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para Rasul-Nya, baik yang langsung atau dengan perantara Malaikat.
c.                   Cara Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada manusia.
3.      Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya,  yang disebut dengan qismu al-sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.                   Kebangkitan manusia kembali keakhirat.
b.                  Hari perhitungan.
c.                   Persoalan shirat atau yang sering pula dikenal sebagai jembatan atau tititan.
d.                  Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu “ surga dan neraka”[11]
Persoalan-persoalan ini pula yang menyibukkan umat islam yang menyebabkan lahirnya berbagai aliran atau mazhab dalam islam.
Aspek pokok dalam ilmu Tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna. Karena itu, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid yang pokok adalah
1.       Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau mabda. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir
2.      Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah, atau disebut pula wasithah. Meliputi : Malaikat, Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci.
3.      Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga ma’ad, meliputi : surga, neraka, dan sebagainya.
Ketiga ruang lingkup di atas terangkum dalam pembahasan rukun iman, yaitu Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasul, hari Kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadar.
1.      Iman kepada Allah
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah percaya sepenuhnya, tanpa keraguan sedikitpun, akan adanya Allah SWT Yang Maha Esa dan Maha Sempurna, baik zat, sifat, maupun af’al (perbuatan)-Nya. Kemudian mengkuti sepenuhnya bimbingan Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah dan menjauhi Larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. Keimanan seseorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain :
a.       Ketakwaannya akan selalu meningkat.
b.      Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Tidak kepada yang lain.
c.       Rasa aman, damai, dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.[12]
2.      Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat mengandung arti bahwa seseorang percaya sepenuhnya bahwa Allah mempunyani sejenis makhluk yang disebut malaikat, makhluk mulia yang tidak pernah durhaka kepada Tuhan dan senantiasa taat menjalankan tugas dan kewajibannya. Keimanan kepada malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya, merekam apa yang ia katakana dan ia perbuat itu.
3.      Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah mempercayai bahwa Allah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul untuk menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul itu cukup banyak, namun yang secara jelas disebutkan di dalam Al-Quran hanya empat : Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Masing-masing kitab tersebut diturunkan kepada Nabi Musa, Daud, Isa, dan Muhammad.[13]
Pengaruh-pengaruh keimanan kepada kitab-kitab Allah terhadap seseorang antara lain :
a.       Mendidik toleransi terhadap pemeluk agama lain.
b.      Memberikan keyakinan yang penuh bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang paling lengkap dan sempurna, lebih baik dari kitab-kitab suci lainnya, karena ia diturunkan kemudian dan merupakan kitab suci terakhir dari Allah SWT.[14]
4.      Iman kepada Nabi/ Rasul
Pengertiannya beriman kepada nabi dan rasul ialah keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah telah memilih beberapa orang di antara manusia, memberikan wahyu kepada mereka, dan menjadikan mereka sebagai utusan (rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar.
Para ulama biasanya membedakan antara nabi dan rasul.Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan untuk orang lain (umat). Rasul dibebani tugas menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum dan umatnya.Jumlah nabi/ rasul yang dicantumkan Allah di dalam Al-Qur’an adalah 25 orang.[15]
Dampak positif dari beriman kepada nabi dan rasul ini antara lain :
a.       Menebalkan rasa toleransi beragama.
b.      Memberi keyakinan bahwa misi para rasul adalah untuk membahagiakan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
c.       Mempertebal keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT sebab Allah dengan penuh cinta dan kasih-Nya selalu mengutus rasul untuk membimbing umat manusia agar mereka tidak tersesat dan dapat mencapai kebahagiaan hidup.
5.       Iman kepada Hari Kiamat.
Yang dimaksud dengan hari kiamat (hari akhir) ialah hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada di dunia ini akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati. Selanjutnya alam berganti dengan yang baru disebut dengan alam akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat ini antara lain adalah al-ba’ts (kebangkitan dari kubur), hisab (perhitungan amal baik dan buruk manusia yang dilakukan selama ia berada di dunia), al-shirath (jalan yang terbentang di atas punggung neraka), surga, dan neraka.[16]


           



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkataan tauhid berasal dari bahaa arab , masdar dari kata wahhada  ( وَحِّدَ  ) yuwahhidu (يُوَحَّدْ). Secara etimologis, tauhid berarti keesahan. Maksudnya , iktikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa; tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasaindonesia , yaitu “ keesaan Allah” ; mentauhidkan berarti “ mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah”
Sumber ilmu tauhid adalah al-Qur’an dan Hadist ini dihidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli,dijabarkan dengan pemikiran filsafat dan pemikiran lain, baik diluar maupun didalam  islam.

B.     Saran
Saran yang peyusun sampaikan sampaikan adalah sebagai berikut:
·         Agar lebih giat belajar masalah  ilmu tauhid supaya bisa menuntaskan ilmu tauhid
·         Semoga makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran kita semua dan  menambah wawasan yang lebih luas bagi kita semua.


           


DAFTAR PUSTAKA

Nasir A Sahilun, Pengantar Ilmu Kalam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.1996.
Murni, Ilmu Kalam, The Minangkabau Foundation Press.2006.
Ash-Shiddieqy Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Kalam ,  bulan bintang, Jakarta.1990
Muin A Thahir. Ikhtisar Ilmu Tauhid, Yogyakarta tanpa tahun.
Asmuni Yusran, Ilmu Tauhid, PT Raka Grafindo Perseda, Jakarta .1996
Muhammad Abduh Syekh, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang, 1976
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/ilmu-tauhid.html
https://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/
http://muanfisyah.blogspot.com/2013/11/hukum-tujuan-dan-manfaat-ilmu-tauhid.html
https://selamatdansukses.wordpress.com/category/uncategorized/page/2/
https://selamatdansukses.wordpress.com/2009/05/25/ilmu-tauhid/
http://kumpulanmakalah-rendi.blogspot.com/2011/12/pengertian-tauhidruang-lingkup.html
http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html





[1] Yusran asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raka Grafindo Perseda,1996) hlm.1
[2] Ibnu Khaldun,Muqaddimah terj. Ahmadiethoha Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan Pertama 1986 ) hal. 589.

[3] Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), Cet Ke-VI, Halm.34
[4] http://wardahcheche.blogspot.com/2014/04/ilmu-tauhid.html
[5] M.Thahir A.Muin. Ikhtisar Ilmu tauhid, Yogyakarta tanpa tahun.hlm.1
[6] https://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/
[7] http://muanfisyah.blogspot.com/2013/11/hukum-tujuan-dan-manfaat-ilmu-tauhid.html
[8] https://selamatdansukses.wordpress.com/category/uncategorized/page/2/
[9] ibid
[10] Murni, Ilmu Kalam, The Minangkabau Foundation Press,2006. Hlm 9
[11] https://selamatdansukses.wordpress.com/2009/05/25/ilmu-tauhid/
[12] http://kumpulanmakalah-rendi.blogspot.com/2011/12/pengertian-tauhidruang-lingkup.html
[13] Ibid ..
[14] http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2011/11/ruang-lingkup-ilmu-tauhid.html
[15] Ibid. Hlm 3
[16] http://siyasahhjinnazah.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
i� {[ 1 P^T `a� tion:rtl;unicode-bidi:embed'> 

Satu hal yang mesti di garis bawahi terkadang ada yang memakai istilah maqtu’ ini untuk menyebutkan Hadîts yang terputus sanadnya. Dan hal ini biasanya terjadi sebelum dibakukannya defenisi mauquf dan maqtu’ ini.

C.      Kesimpulan
Di dalam ilmu Mustalah al-hadîts, hadîts di bagi berdasarkan beberapa tipologi. Pertama berdasarkan bentuk asal, hadîts dibagi menjadi empat yaitu: hadîts Qauliy, hadîts fi’liy, hadîts Taqrîriy dan hadîts Shifatiy. Kedua berdasarkan sifat asal, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Qudsiy dan hadîts Nabawiy. Ketiga berdasarkan jumlah periwayat, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Mutawâtir dan hadîts Ahad (Meskipun Hanafiyah membaginya menjadi tiga). Keempat berdasarkan kwalitas, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Shahîh, hadîts Hasan dan hadîts Dha’îf . Terakhir berdasarkan penisbatan, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Marfû’, hadîts Mauqûf dan hadîts Maqtû’.                














DAFTAR PUSTAKA


Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmizi, Muhammad. Manhaj Dzawi Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Hamaramain,1974), Cet. Ke-3, hlm. 8. Kitab ini adalah kitab syarah dari kitab karangan Jalal Al-Din Abdurrahman Al- Suyuthhi (w. 911 H), Manzhumat ‘ilmi All-Atsar. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din Al-Qasimi, Qawa id Al-tahdits min Funun Mushalah Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, 1979
Suparta, Munzir Ilmu Hadis, 2006
Al-Din Itr, Nur. Manhaj Al-Naqdi fi Ulum Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1979),
Sa’id Ramadhan Al-buti, Muhamad. Mahabahits Al-Kitab wa Al-Sunnah min’Ilm Al-Ushul, (Damaskus: Mahfushah Li Al-jamiah,t.t.)
Al-Shalah, Ibnu. Ulum Al-Hadits, yang  kemudian dikenal dengan muqaddimah Ibn Al-Shalah,(Madinah:Al-Maktabat Al-islamiya,1995),cet.Ke-1
Zakaria Yahya, Abu. Ibn Syaraf Al-Manawy Fann Ushul Al-Hadits,( Khairo:’Abd Al-Rahman Muhammad, t.t.)
Ma’luf, Louis. Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-Alam, (Beirut:Dar Al-Masyriq, 1992)





[1] Mihammad Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmizi, Manhaj Dzawi Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Hamaramain,1974), Cet. Ke-3, hlm. 8. Kitab ini adalah kitab syarah dari kitab karangan Jalal Al-Din Abdurrahman Al- Suyuthhi (w. 911 H), Manzhumat ‘ilmi All-Atsar. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din Al-Qasimi, Qawa id Al-tahdits min Funun Mushalah Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, 1979, hlm. 61.
[2]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, 2006 hal 2-3
[3] Hadis nomor 631 dalam Imam Al-Bukhairi, op. Cit., Juz 1, hlm. 125-126, Kitab Al-Adzan.
[4] Hadis nomor 4.119 dalam Bab Marji’I Al-Nabiy mi Al-Ahzab, Kitab Al-Maghazy dalam Imam Al-Bukhari,op. cit., hlm. 286-288.
[5] Hadis nomor 3.549 dalam Bab Shifat Al-Nabiy, Kitab Al-Manaqib, Imam Al-Bukhairi, op.cit., juz. 4, h. 198. Lihat juga penjelasan dalam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, matan Al-Bukhari bi Hasyiat Al-Sindi, jilid 2, (Surabaya: Syirkah Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nubhan wa Auladuh).hlm. 271.
[6] ‘Ajjaj Al-Khatib, op.cit., hlm.28.
[7] Nur Al-Din Itr, Manhaj Al-Naqdi fi Ulum Al-Hadits, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1979), hlm. 70. Bandingkan dengan penjelasan Muhammad Mahfudz
[8] Mahmud Al-Tahhan,op.cit.,hlm19,lihat  juga dalam Nur Al-Din ‘Itr,op.cit., hlm. 405, Al-suyuti,tadrib Al-Rawi,op.cit.,hlm.180.
[9] Ahmad Muhammad Al-Syakir, loc.cit,
[10] Nur Al-Din’ Itr,loc.cit.
[11] Mahmud Al-Tahhan,loc.cit.
[12] Al-Suyuti,Tadrib Al-Rawi,op.cit.,jilid II,hlm.180
[13] Ahmad Mahmud Al-Syakir,op.cit., hlm.60.
[14] Hasbi As-siddiq,op.cit.,hlm.32.
[15] Mahmud Al-Tahhan,loc.cit.
[16] Ibnu Hajar Al-Asqalami,jilid I,op.cit., hlm.51.
[17] Muhamad Sa’id Ramadhan Al-buti,Mahabahits Al-Kitab wa Al-Sunnah min’Ilm Al-Ushul,(Damaskus: Mahfushah Li Al-jamiah,t.t.),hlm.17.
[18] Ajja Al-Khatib, Ushul Al- Hadits,op.cit.,hlm.32.
[19] Hadits nomor 877 dalam Bab Fadhl Ghasl yaum Al-jum’at,kitab Al-jum’at,dalam imam Al-Bhukari,op.cit., jilid I, hlm.238, dengan urutan sanad;diterima dari Abdullah ibn Yusuf, dari malik ibnNafi’, dari Abdullah ibn umar.
[20] Ibnu Al-Shalah, Ulum Al-Hadits, yang  kemudian dikenal dengan muqaddimah Ibn Al-Shalah,(Madinah:Al-Maktabat Al-islamiya,1995),cet.Ke-1,hlm.10.
[21] Abu Zakaria Yahya Ibn Syaraf Al-Manawy Fann Ushul Al-Hadits,( Khairo:’Abd Al-Rahman Muhammad, t.t.), hlm.2.
[22] Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-Alam, (Beirut:Dar Al-Masyriq, 1992), hlm 445
[23] Ibnu Hajar Al-‘Asqalany,Syarh Nukhbat Al-Fikr, op.cit., hlm.52.
[24] Nur Al-Din Itr, op. Cit., hlm. 326.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)