Selasa, 19 April 2016

TAFSIR-MUSYAWARAH



MAKALAH
TAFSIR
Tentang
MUSYAWARAH


Oleh :
Dul Febri                     : 1514050103
Yelvi Nabela               : 1514050104
Hilma Suria Dewi       : 1514050108


Dosen Pembimbing :
Aldomi Putra,S.Th.I.,MA


JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H /2016 M



PENDAHULUAN

Dalam menafsiri berbagai syari'at Islam, kebanyakan kaum muslim sendiri lebih menekankan syari'at tersebut hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat spritual saja tanpa memperhatikan adanya bentuk syariat yang mengedepankan bentuk hubungan sosial yang baik dalam masyarakat. Bahwa kewajiban terwujudnya hubungan sosial yang baik tersebut tidak boleh ditinggalkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat baik sesama muslim maupun nonmuslim, salah satunya yaitu adanya konsep musyawarah.
Konsep musyawarah merupakan salah satu pesan syari'at yang sangat ditekankan di dalam al-Qur'an keberadaannya dalam berbagai bentuk pola kehidupan manusia, baik dalam suatu rumah kecil yakni rumah tangga yang terdiri anggota kecil keluarga, dan dalam bentuk rumah besar yakni sebuah negara yang terdiri dari pemimpin dan rakyat, konsep musyawarah merupakan suatu landasan tegaknya kesamaan hak dan kewajiban dalam kehidupan manusia, di mana antara pemimpin dan rakyat memilki hak yang sama membuat aturan yang mengikat dalam lingkup kehidupan bermasyarakat.
Musyawarah tersebut merupakan tradisi umat muslim pada masa nabi yang harus terus dilestarikan dalam tatanan kehidupan sekaligus merupakan perintah Allah yang disampaikan kepada nabi sebagai salah satu landasan syari'ah yang harus tetap ditegakan. terutama dalam kehidpan modern saat ini.




PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Al-musyaawarah: berasal dari kata syurtul’asala, yang apabila engkau memetik madu dan mengeluarkannya dari tempatnya.[1]
Akar kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah شور yang berarti menampakan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik kepada pihak lain.
Sedangkan secara istilah syura berasal dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir (minta pendapat orang lain). Jadi syura adalah menjelaskan, menyatakan atau mengajukan pendapat yang baik, di sertai dengan menaggapi dengan baik pula pendapat tersebut. Kata “musyawarah” pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasar di atas.[2]

B.     Ayat dan Terjemahan QS. Ali-‘Imran Ayat 159
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  

Artinya :  Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

1.      Mufradat
Penafsiran kata-kata sulit :[3]
 وَلِنْتَ لَهُمْ            : bersikap lemah lembut dalam muamalah ,­
فَظًّا                   : kasar dan keras tabiat dalam bergaul, baik perkataan maup sikap
 غَلِيْظً                 : keras hati dan tidak bisa diperigaruhi oleh apapun
 :       غَلِيْظَ الْقَلْبِkeras hati adalah ungkapan untuk muka yang selalu masam, tidak peka                       terhadap segala keinginan dan kurang memiliki rasa kasih sayang
لَا نْفَضُّوْا              :memisahkan diri

2.      Asbab Al-Nuzul QS. Ali ‘Imran Ayat 159
Ayat-ayat itu diturunkan sesuai perang uhud. Ketika itu sebagian sahabat ada yang melanggar perintah Nabi Saw. Akibat pelanggaran itu akhirnya menyeret kaum muslimin ke dalam kegagalan sehingga kaum musyrikin dapat mengalahkan mereka, dan Rasulullah Saw mengalami luka-luka. Namun Nabi Saw tetap bersabar, tahan uji, dan bersikap lemah lembut, tidak mencela kesalahan sahabatnya. Sikap Rasulullah itu adalah menuruti kitabullah. Sebab dalam peristiwa itu, banyak sekali ayat-ayat yang diturunkan. Di situ dibahas kelemahan yang dialami sebagai kaum muslimin, dan pelanggaran mereka terhadap perintah, serta kesemberonoan yang mereka lakukan. Bahkan disebutkan pula mengenai prasangka-prasangka dan bisikan-bisikan hati yang jelek. Tetapi celaan yang Dia tuturkan itu disertai penuturan tentang ampunan dan janji pertolongan, di samping keluhuran kalimah­-Nya.[4]
Ayat ini memiliki hubungan yang erat terhadap peristiwa Perang Uhud. Pada peristiwa tersebut kaum muslim mengalami kekalahan telak akibat hilangnya disiplin sebagian tentara Islam terhadap perintah yang telah di tetapkan nabi. bahkan dalam satu riwayat pada waktu itu Nabi terluka sangat parah dan giginya rontok. Ayat ini serta beberapa ayat berikunya merupakan penjelasan tentang sikap dan sifat nabi sebagai pemimpin yang harus diambil ketika menghadapi fakta yang tidak sesuai dengan instruksinya sekaligus sebagai perintah dari Allah agar selalu optimis dalam perjuangan. Jadi ayat ini merupakan ayat bermusyawarah di tengah-­tengah keadaan yang sangat darurat dalam peperangan, nabi tetap mengedepankan hasil keputusan musyawarah bersama para sahabat tentang bagaimana mensiasati taktik perang di gunung Uhud. Dari hasil musyawarah tersebut nabi mengikuti pendapat kebanyakan sahabat, meskipun hasilnya sangat mengecewakan karena berakhir dengan kekalahan kaum muslim, saat itulah Rasulullah memutuskan untuk menghapuskan adanya konsep musyawarah. Namun dengan turunnya ayat ini, Allah berpesan kepada nabi bahwa tradisi musyawarah tetap harus dipertahankan dan dilanjutkan meskipun terbukti terkadang hasil keputusan tersebut keliru.
3.      Penafsiran Ayat
Ulama tafsir berbeda pendapat tentang alasan Allah SWT memrintahkan mereka untuk bermusyawarah, dan tentang perkara yang dimusyawarahkan.[5]
Pertama: sebagian berpendapat bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya, dalam firman-Nya, "dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu," untuk meminta pendapat kepada para sahabatnya dalam siasat perang, agar hati mereka senang dan agar mereka melihat bahwa beliau mendengarkan pendapat mereka. Padahal, sebenarnya Allah SWT sudah cukup bagi beliau. Riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah:
  öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
Artinya : Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. "
Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta pendapat kepada para sahabat dalam berbagai perkara, padahal wahyu masih turun kepadanya.
Kedua berpendapat bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya, dalam firman­Nya, وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِdan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu," agar beliau memperoleh pendapat yang paling tepat dalam segala urusan, karena Allah SWT menyebutkan keutamaan bermusyawarah.
Riwayat yang sesuai dengan makna tersebut:[6]
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِ
"dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. " Tidaklah Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk bermusyawarah melainkan karena keutamaan yang ada di dalamnya.
Ketiga: dapat bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya, dalam firman­- Nya, وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِ "dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. " Agar orang-orang beriman mengikuti sikap beliau dalam hal itu, bahwa meskipun kedudukan beliau tinggi di sisi Allah, namun beliau tetap meminta pendapat kepada para sahabat dalam masalah dunia dan agama.
4.      Pelajaran yang Dapat di Ambil
Musyawarah dalam islam dan faedah-faedahnya:[7]
1.      Melalui musyawarah dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kepedulian dan keikhlasan terhadap masalah yang diperbincangkan.
2.      Kemampuan akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan pikirannya pun berbeda-beda. Sebab, kemungkinan ada di antara mereka yang memiliki kemampuan akal yang tinggi yang tidak dimiliki oleh orang lain.
3.      Semua pendapat di dalam musyawarah dipertirnbangkan dengan bijaksana, setelah itu dipilih pendapat yang paling baik.
4.      Di dalam musyawarah akan tampak bertautnya hati untuk menyukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati. Dalam hal itu memang sangat diperlukan untuk suksesnya masalah yang sedang dihadapi. Oleh sebab itu, berjamaah lebih afdal di dalam shalat-shalat fardu. Shalat berjamaah lebih afdal daripada shalat sendiri, dengan perbedaan dua puluh tujuh derajat pahala.

C.    Q.S. ASY-SYURA/42:38
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä© öNæhuZ÷t/ $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÑÈ  
Artinya:Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Penafsiran kata-kata sulit
Istajabu( #qç/$yftGó$#) : mereka memenuhi seruan yang menyeru kepada Allah. Yakni melaksanakan kefarduan-kefarduan Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Asy-Syura(اَلشٌّوْرَى)  : dan Al-Musyawaratu (اَلْمُشَاوَرَةُ) : saling meninjau pendapat-   pendapat, agar menjadi jelas mana yang benar diantaranya.

Rasulullah saw. mengajak bermusyawarah para sahabat dalam banyak urusan, akan tetapi, tidak mengajak mereka bermusyawarah dalam persoalan hukum, karena hukum-hukum itu diturunkan dari sisi Allah. Adapun para sahabat, mereka bermusyawarah mengenai hukum-hukum dan menyimpulkannya dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Kasus yang pertama-tama dimusyawarahkan oleh para sahabat ialah tentang khilafah. Karena Nabi Saw. tidak menentukan siapa yang menjadi khalifah, sehingga akhirnya Abu Bakar dinobatkan sebagai khalifah. Mereka juga bermusyawarah tentang peperangan melawan orang-orang murtad setelah wafatnya Rasulullah saw. di mana yang dilaksanakan adalah pendapat Abu Bakar untuk memerangi mereka. Yang ternyata perang itu lebih baik bagi Islam dan kaum muslimin. Begitu pula Umar ra. bermusyawarah dengan Al-Hurmuzan ketika dia datang kepadanya sebagai muslim.[8]
            Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Ta’ala:
öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( ..........
Artinya                        :Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu

Diriwayatkan dari Al-Hasan, "Tidak ada satu kaum yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk pada urusan mereka yang paling baik." Ibnu Arabi mengatakan pula, "Musyawarah itu melembutkan hati orang banyak, mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran. Tidak ada satu pun yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk."
Dalam perkara apa pun di antara urusan-urusan penting, pemerintah-pemerintah sekarang ini tidak mengambil keputusan kecuali bila telah diajukan terlebih dahulu kepada majelis-majelis permusyawaratan (parlemen atau majelis orang-orang tua dan wakil-wakil rakyat). Barangkali Anda pernah mendengar perkataan. Basyar bin Burdin tentang faedahfaedah musyawarah:
“Bila pendapat dimusyawarahkan, maka ambilah pendapat dari orang-orang yang cerdik atau saran orang yang cermat. Janganlah menganggap musyawarah merendahkan dirimu. Karena menghimpun hal-hal yang tersembunyi itu menjadi kekuatan bagi pemberani. Tidaklah baik tangan yang pemiliknya memegang belenggu, dan tidak lah baik tangan yang tidak didukung kaki.”[9]



KESIMPULAN

·                    Akar kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah شور yang berarti menampakan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik kepada pihak lain.
·                    Sedangkan secara istilah syura berasal dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir (minta pendapat orang lain)
·                    Al-Qur'an menegaskan perkara apapun yang menyangkut dalam kebaikan, baik mengenai persoalan rumah tangga, persoalan kepemimpinan dan politik, harus diselesaikan dengan jalan musyawarah
·                    Bahwasanya syura (musyawarah) merupakan salah satu syari’at kitabullah yang di perintahkan Allah kepada Nabi Muhammad dan umatnya. Bahwa landasan dasar pemerintahan Islam yang ideal dalam suatu pemerintahan ialah harus adanya konsep musyawarah di dalamnya.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993
Muhammad,Abu Ja'far, TafsirAth-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000





[1] Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993. Hlm. 192
[2] Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000. Hlm. 244
[3] Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993. Hlm. 192
[4] Ibid, hlm.193
[5] Muhammad, Abu Ja'far, TafsirAth-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Hlm. 119
[6] Ibid, hlm.121
[7] Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993. Hlm. 197
[8] Muhammad, Abu Ja'far, TafsirAth-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Hlm. 201
[9] Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993. Hlm. 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)

Arsip Blog