MAKALAH
TAFSIR
Tentang
MUSYAWARAH
Oleh
:
Dul
Febri : 1514050103
Yelvi
Nabela : 1514050104
Hilma
Suria Dewi : 1514050108
Dosen
Pembimbing :
Aldomi
Putra,S.Th.I.,MA
JURUSAN
TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1437 H /2016 M
PENDAHULUAN
Dalam
menafsiri berbagai syari'at Islam, kebanyakan kaum muslim sendiri lebih
menekankan syari'at tersebut hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat spritual
saja tanpa memperhatikan adanya bentuk syariat yang mengedepankan bentuk
hubungan sosial yang baik dalam masyarakat. Bahwa kewajiban terwujudnya
hubungan sosial yang baik tersebut tidak boleh ditinggalkan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat baik sesama muslim maupun nonmuslim, salah satunya
yaitu adanya konsep musyawarah.
Konsep
musyawarah merupakan salah satu pesan syari'at yang sangat ditekankan di dalam
al-Qur'an keberadaannya dalam berbagai bentuk pola kehidupan manusia, baik
dalam suatu rumah kecil yakni rumah tangga yang terdiri anggota kecil keluarga,
dan dalam bentuk rumah besar yakni sebuah negara yang terdiri dari pemimpin dan
rakyat, konsep musyawarah merupakan suatu landasan tegaknya kesamaan hak dan
kewajiban dalam kehidupan manusia, di mana antara pemimpin dan rakyat memilki
hak yang sama membuat aturan yang mengikat dalam lingkup kehidupan
bermasyarakat.
Musyawarah
tersebut merupakan tradisi umat muslim pada masa nabi yang harus terus
dilestarikan dalam tatanan kehidupan sekaligus merupakan perintah Allah yang
disampaikan kepada nabi sebagai salah satu landasan syari'ah yang harus tetap
ditegakan. terutama dalam kehidpan modern saat ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-musyaawarah: berasal dari kata syurtul’asala, yang apabila engkau memetik madu dan mengeluarkannya
dari tempatnya.[1]
Akar
kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah شور yang berarti menampakan
sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti
menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik
kepada pihak lain.
Sedangkan secara istilah syura berasal
dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah
asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar
pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir (minta
pendapat orang lain). Jadi syura adalah menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan pendapat yang baik, di sertai dengan menaggapi dengan baik pula
pendapat tersebut. Kata “musyawarah” pada dasarnya hanya digunakan untuk
hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasar di atas.[2]
B. Ayat dan Terjemahan QS.
Ali-‘Imran Ayat 159
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya
: Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
1.
Mufradat
Penafsiran kata-kata
sulit :[3]
وَلِنْتَ لَهُمْ : bersikap lemah lembut dalam
muamalah ,
فَظًّا :
kasar dan keras tabiat
dalam bergaul, baik perkataan maup sikap
غَلِيْظً : keras hati dan tidak bisa diperigaruhi oleh
apapun
:
غَلِيْظَ الْقَلْبِkeras
hati adalah ungkapan untuk muka yang selalu masam, tidak peka terhadap segala keinginan dan kurang memiliki
rasa kasih sayang
لَا نْفَضُّوْا :memisahkan
diri
2. Asbab Al-Nuzul QS. Ali ‘Imran Ayat 159
Ayat-ayat
itu diturunkan sesuai perang uhud. Ketika itu sebagian sahabat ada yang melanggar perintah Nabi Saw.
Akibat pelanggaran itu akhirnya menyeret kaum
muslimin ke dalam kegagalan sehingga kaum musyrikin dapat mengalahkan mereka,
dan Rasulullah Saw mengalami luka-luka. Namun Nabi Saw tetap bersabar, tahan
uji, dan bersikap lemah lembut, tidak mencela kesalahan sahabatnya. Sikap
Rasulullah itu adalah menuruti kitabullah. Sebab dalam peristiwa itu, banyak
sekali ayat-ayat yang diturunkan. Di situ dibahas kelemahan yang dialami
sebagai kaum muslimin, dan pelanggaran mereka terhadap perintah, serta
kesemberonoan yang mereka lakukan. Bahkan disebutkan pula mengenai
prasangka-prasangka dan bisikan-bisikan hati yang jelek. Tetapi celaan yang Dia
tuturkan itu disertai penuturan tentang ampunan dan janji pertolongan, di
samping keluhuran kalimah-Nya.[4]
Ayat ini memiliki hubungan yang erat terhadap
peristiwa Perang Uhud. Pada peristiwa tersebut kaum muslim mengalami kekalahan
telak akibat hilangnya disiplin sebagian tentara Islam terhadap perintah yang
telah di tetapkan nabi. bahkan dalam satu riwayat pada waktu itu Nabi terluka
sangat parah dan giginya rontok. Ayat ini serta beberapa ayat berikunya
merupakan penjelasan tentang sikap dan sifat nabi sebagai pemimpin yang harus
diambil ketika menghadapi fakta yang tidak sesuai dengan instruksinya sekaligus
sebagai perintah dari Allah agar selalu optimis dalam perjuangan. Jadi ayat ini
merupakan ayat bermusyawarah di tengah-tengah keadaan yang sangat darurat
dalam peperangan, nabi tetap mengedepankan hasil keputusan musyawarah bersama
para sahabat tentang bagaimana mensiasati taktik perang di gunung Uhud. Dari
hasil musyawarah tersebut nabi mengikuti pendapat kebanyakan sahabat, meskipun
hasilnya sangat mengecewakan karena berakhir dengan kekalahan kaum muslim, saat
itulah Rasulullah memutuskan untuk menghapuskan adanya konsep musyawarah. Namun
dengan turunnya ayat ini, Allah berpesan kepada nabi bahwa tradisi musyawarah
tetap harus dipertahankan dan dilanjutkan meskipun terbukti terkadang hasil
keputusan tersebut keliru.
3. Penafsiran Ayat
Ulama tafsir berbeda pendapat tentang alasan Allah SWT
memrintahkan mereka untuk bermusyawarah, dan tentang perkara yang
dimusyawarahkan.[5]
Pertama: sebagian berpendapat bahwa Allah SWT memerintahkan
Nabi-Nya, dalam firman-Nya, "dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu," untuk meminta pendapat kepada para sahabatnya dalam siasat
perang, agar hati mereka senang dan agar mereka melihat bahwa beliau
mendengarkan pendapat mereka. Padahal, sebenarnya Allah SWT sudah cukup bagi
beliau. Riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah:
öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
Artinya
: Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya. "
Allah
SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta pendapat kepada para sahabat dalam
berbagai perkara, padahal wahyu masih turun kepadanya.
Kedua berpendapat bahwa Allah SWT memerintahkan
Nabi-Nya, dalam firmanNya, وَشَاوِرْهُمْ
فِى الْأَمْرِ “dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu," agar
beliau memperoleh pendapat yang paling tepat dalam segala urusan, karena Allah
SWT menyebutkan keutamaan bermusyawarah.
Riwayat yang sesuai dengan makna tersebut:[6]
وَشَاوِرْهُمْ
فِى الْأَمْرِ
"dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. " Tidaklah
Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk bermusyawarah melainkan karena keutamaan
yang ada di dalamnya.
Ketiga: dapat bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya, dalam firman-
Nya, وَشَاوِرْهُمْ
فِى الْأَمْرِ "dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu. " Agar orang-orang beriman mengikuti sikap beliau dalam
hal itu, bahwa meskipun kedudukan beliau tinggi di sisi Allah, namun beliau
tetap meminta pendapat kepada para sahabat dalam masalah dunia dan agama.
4. Pelajaran yang Dapat di
Ambil
Musyawarah
dalam islam dan faedah-faedahnya:[7]
1.
Melalui
musyawarah dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kepedulian dan
keikhlasan terhadap masalah yang diperbincangkan.
2. Kemampuan akal manusia
itu bertingkat-tingkat, dan jalan pikirannya pun berbeda-beda. Sebab,
kemungkinan ada di antara mereka yang memiliki kemampuan akal yang tinggi yang
tidak dimiliki oleh orang lain.
3. Semua pendapat di dalam musyawarah
dipertirnbangkan dengan bijaksana, setelah itu dipilih pendapat yang paling
baik.
4. Di dalam musyawarah akan tampak bertautnya hati
untuk menyukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati. Dalam hal itu memang
sangat diperlukan untuk suksesnya masalah yang sedang dihadapi. Oleh sebab itu,
berjamaah lebih afdal di dalam shalat-shalat fardu. Shalat berjamaah lebih
afdal daripada shalat sendiri, dengan perbedaan dua puluh tujuh derajat pahala.
C. Q.S. ASY-SYURA/42:38
tûïÏ%©!$#ur (#qç/$yftGó$# öNÍkÍh5tÏ9 (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# öNèdãøBr&ur 3uqä©
öNæhuZ÷t/
$£JÏBur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÑÈ
Artinya:Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Penafsiran kata-kata
sulit
Istajabu(
#qç/$yftGó$#) : mereka memenuhi seruan yang menyeru kepada Allah. Yakni
melaksanakan kefarduan-kefarduan Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Asy-Syura(اَلشٌّوْرَى) : dan Al-Musyawaratu
(اَلْمُشَاوَرَةُ) : saling meninjau pendapat-
pendapat, agar menjadi jelas mana yang benar diantaranya.
Rasulullah saw. mengajak bermusyawarah para sahabat dalam
banyak urusan, akan tetapi, tidak mengajak mereka bermusyawarah dalam persoalan
hukum, karena hukum-hukum itu diturunkan dari sisi Allah. Adapun
para sahabat, mereka bermusyawarah mengenai hukum-hukum dan menyimpulkannya
dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Kasus yang pertama-tama dimusyawarahkan oleh para
sahabat ialah tentang khilafah. Karena Nabi Saw. tidak menentukan siapa yang
menjadi khalifah, sehingga akhirnya Abu Bakar dinobatkan sebagai khalifah. Mereka
juga bermusyawarah tentang peperangan melawan orang-orang murtad setelah
wafatnya Rasulullah saw. di mana yang dilaksanakan adalah pendapat Abu Bakar
untuk memerangi mereka. Yang ternyata perang itu lebih baik bagi Islam dan kaum
muslimin. Begitu pula Umar ra. bermusyawarah dengan Al-Hurmuzan ketika
dia datang
kepadanya
sebagai
muslim.[8]
Semakna dengan ayat ini ialah firman
Allah Ta’ala:
öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( ..........
Artinya :Dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu
Diriwayatkan dari Al-Hasan, "Tidak ada satu
kaum yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk pada urusan mereka yang
paling baik." Ibnu Arabi mengatakan pula, "Musyawarah itu melembutkan
hati orang banyak, mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran. Tidak ada
satu pun yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk."
Dalam perkara apa pun di antara urusan-urusan penting,
pemerintah-pemerintah sekarang ini tidak mengambil keputusan kecuali bila telah
diajukan terlebih dahulu kepada majelis-majelis permusyawaratan (parlemen atau
majelis orang-orang tua dan wakil-wakil rakyat). Barangkali Anda pernah
mendengar perkataan. Basyar bin Burdin tentang faedahfaedah musyawarah:
“Bila
pendapat dimusyawarahkan, maka ambilah pendapat dari orang-orang yang cerdik
atau saran orang yang cermat. Janganlah menganggap musyawarah merendahkan
dirimu. Karena menghimpun hal-hal yang tersembunyi itu menjadi kekuatan bagi
pemberani. Tidaklah baik tangan yang pemiliknya memegang belenggu, dan tidak
lah baik tangan yang tidak didukung kaki.”[9]
KESIMPULAN
·
Akar
kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah شور yang berarti menampakan
sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti
menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik
kepada pihak lain.
·
Sedangkan secara istilah syura berasal
dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah
asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar
pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir (minta
pendapat orang lain)
·
Al-Qur'an menegaskan perkara apapun yang menyangkut
dalam kebaikan, baik mengenai persoalan rumah tangga, persoalan kepemimpinan
dan politik, harus diselesaikan dengan jalan musyawarah
·
Bahwasanya syura (musyawarah) merupakan salah
satu syari’at kitabullah yang di perintahkan Allah kepada Nabi Muhammad dan
umatnya. Bahwa landasan dasar pemerintahan Islam yang ideal dalam suatu
pemerintahan ialah harus adanya konsep musyawarah di dalamnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Maragi, Ahmad
Mustafa, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993
Muhammad,Abu Ja'far, TafsirAth-Thabari,
Jakarta: Pustaka Azzam, 2008
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Ciputat:
Penerbit Lentera Hati, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)