Selasa, 19 April 2016

DALALAH LAFZHIYAH DAN GHAIRU LAFZHIYYAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Nash-nash Al-Qur’an dan as-Sunnah menggunakan bahasa Arab, yang mana pemahaman hukum dari nash-nash tersebut hanya akan benar apabila dilihat dari ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bahasa Arab. Singkatnya, pemahaman makna dan hukum-hukum daripada nash-nash tersebut bisa dimengerti apabila kita mengetahui dan menggunakan cara-cara pemahaman masyarakat Arab dalam memahami lafazh-lafazh terkait.
Sehingga dalam makalah ini, penulis akan memaparkan metode tekstual (pendekatan kebahasaan), yaitu dari segi dilâlah yang dapat digunakan untuk memahami hukum-hukum yang ada dalam nash-nash Al Qur’an dan as Sunnah.
B.     Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan dan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Usshul Fiqh yang dibimbing oleh Bapak Dr. Efrinaldi, M.Ag
C.    Batasan Makalah
Makalah Muqaran Mazahib fil Ushul II ini penulis batasi supaya tidak melenceng kepada pembahsan berikutnyaPenulis membahas tentang “dalalah lafziyah dan dalalah Ghairu lafziyyah di kalangan hanafiyyah dan Syafi’iyyah”
1.      Pengertian Dalalah dan macam-macam Dalalah
2.      Dalalah dalam perspektif Ulama Hanafiyyah dan Syafi’iyah









BAB II
PEMBAHASAN
DALALAH LAFZHIYAH DAN GHAIRU LAFZHIYYAH
A.    Pengertian Dilalah  
Dalalah atau dalalah secara bahasa berarti petunjuk. Sedangkan secara istilah ulama ushul al-Fiqh
الدلالة هى مايدل اللفظ من معنى
Artinya: “Dalalah adalah suatu pengertian yag ditunjuki oleh lafazh.”
الدلالة هى مايقتضيه اللفظ عند الإطلاق
Artinya: “Dalalah merupakan sesuatu yang dikehendaki oleh lafazh ketika diucapkan secara mutlak.”
Menurut Ulama Hanafiyah, sebagai pedoman untuk menggali dan memahami lafazh-lafazh al-nash tersebut dapat dilakukan dengan melalui pemahaman dalalah lafzhiyah dan dilâlah ghairu lafzhiyah.[1]
B.     Dalalah Lafziyah dan Pembagianya
Dalalah lafzhiyah الدلالة اللفظيه (penunjukan bentuk lafaz) yaitu dalalah dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafaz, suara atau kata. Dengan demikian, lafaz, suara dan kata, menujukkan kepada maksud tertentu itu diketahui melalui tiga hal:
1.      Melalui hal-hal yang bersifat alami yang menujukan kepada maksud tertentu yang dapat diketahui oleh setiap orang diseluruh alam. Umpamanya ‘rintihan” yang keluar dari mulut seseorang adalah memberi petunjuk bahwa orang yang mengeluarkan suara rintihan itu berada dalam kesakitan. Dengan adanya rintihan, maka semua orang mengetahui bahwa itu sakit, meskipun tidak pernah menyatakan bahwa ia sedang kesakitan. Petunjukan dalalah seperti disebut “thabi ‘yyah (طبيعيه),secara lengkap biasa disebut dalalah lafzhiyyah thabi ‘yyah (الدلالة اللفظية الطبعيه[2]
2.      Melalui Akal
Maksudnya adalah dengan perantaraan akal pikiran, seseorang dapat mengetahui bahwa suara atau kata yang didengarnya memberi petunjuk kepada maksud tertentu. Umpamanya suara kendaraan dibelakang rumah itu. Dengan adanya “suara” itu dapat dicerna oleh akal bahwa suara itu adalah suara kendaraan jenis tertetu, meskipun kendaraan tersebut belum dilihat secara nyata. Penunjukan sacara suara tersebut dinamai “aqliyah” (عقليه) secara lengkap biasa disebut dalalahlafzhiyah ‘aqliyah” (دلالة لفظية عقلية[3]
3.      Melalui Istilah
Dapat dipahami bersama untuk maksud tertentu. Umpamanya kalau kita mendengar ucapan, “Binatang yang mengeong” kita akan mengetahui apa maksud ucapan itu, yaitu ‘kucing”. Hal ini dimungkinkan kita sudah memahami dan menggunakan ungkapan “binatang yang mengeong” itu untuk memberi istilah kepada ‘kucing”. Penunjukan bentuk ini disebut “wadhi’yah (وضعية), secara lengkap biasa disebut dalalah lafdhiyyah wadhi’yyah (الدلالة اللفظية الو ضعية)
Para Ahli membagi dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah menjadi 3 macam yaitu:
1.      Mutahabaqiyah yaitu dilala lafazd (petunjuk kata) kepada makna selengkapnya.
Contohmya:
Kata rumah memberi petunjuk (dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lain-lainya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yan nyaman.
2.      Tadhamuniyyah (dalalah lafzhiyah wadh’iyyah tdhammuniyyah) yaitu, dilalah lafazd kepad bagian-bagian maknanya.
contohnya:
ketika anda mengucapkan  kata rumah, kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagianny saja.
Jika anda, minsalnya, menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda mksud bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
3.      Iltizamiyyah (dilalah lafzhiyyah wadh’iyyah iltizamiyyah), yaitu dilalah lafazh kepada bagian-bagian maknanya.
Contohnya:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes loteng rumah anda yang runtuh, maka yang anda maksudkan bukanlah sbes saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. Asbes dengan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (iltizam). Dan jika kerusakan asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan terkait) kepada printah memperbaiki asbes loteng tadi.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi 3 :
1.Thabi`iyah ( dilalah ghairu lafzhiyah) yaitu :dilalah (petunjuk) bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh :
Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang
Menutup hidung menjadi dilalahmenghindarkan bau kentut atau bangkai yang busuk.
2.`Aqliyah (dilalah ghairu lafzhiyah `aqliyah), yaitu dilalah (petunjuk) bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui  akal pikir.
Contoh:
Hilangnya barang-barang di dalam rumah menjadi dilalah bagi adanya orang yang mencuri.
Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa apai kesana.
3.Wadhiyah (dilalah ghairu wadh`iyah), yaitu  dilalah (petunjuk) bukan kata atau suara yang bisa berbentuk  tanda-tanda yang dengan dasar kesepakatan, sengaja dibuat untuk menjadi isyarat bagi pengertian yang dikandungnya.
Contoh:
Secarik kain hitam yang dilekatkan di lengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan/berduka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.

Ada dua kelompok pendapat tentang tingkat dilalah Lafazh dari segi kejelasan, Golongan Hanafiyah dan Golongan Mutakalimin. Dalalah lafzhiyah merupakan dalalah yang ditunjukkan secara jelas oleh lafazhnya. Ulama Hanafiyah membagi dalalah lafzhiyah ini menjadi empat bagian, yakni:
a.       Ibarah Nash
Ulama ushul fikih mendefinisikan ‘ibarah nash ini bermacam-macam. Definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan disini antara lain:
1)      Menurut Abu Zahrah:
‘‘Ibarah Nash adalah makna yang dapat dipahami dari lafazh, baik itu lafazh zharir atau lafazh nash, atau baik itu lafazh muhkam atau bukan muhkam.”
2)      Menurut Syaykh al-Khudlariy:
“Ibarah Nash itu lafazh dan artinya adalah petunjuk lafazh atas makna yang dimaksudkan, baik yang dimaksudkan itu makna asli atau bukan asli.”
Dapat disimpulkan bahwa ‘ibarah nash mengandung lafazh yang tersusun dari dua maksud hukum, yakni maksud hukum yang asli (hukum yang mula-mula dipakai) dan maksud hukum bukan asli (taba’iy = ikutan). ‘Ibarah nash mengandung makna yang segera dapat dipahami dari susunan lafazhnya.
Contoh lafazh ‘ibarah nash:
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(An-Nisa’-3)
Pengertian asli dari nash ini adalah pembatasan jumlah maksimal wanita yang boleh dikawini, yaitu empat orang. Adapun pengertian tidak asli disini bahwa adanya anjuran/ pembolehan kawin dengan wanita yang disenangi.
b.      Isyarat Nash
Dalalah isyarat nash atau isyarat al-Nash adapun yang dimaksud dengan dalalah isyarat nash adalah petunjuk lafazh yang diperbolehkan dari apa yang tersirat dalam nash.
Contoh:
žw yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊ̍øÿs? £`ßgs9 ZpŸÒƒÌsù 4 £`èdqãèÏnFtBur n?tã ÆìÅqçRùQ$# ¼çnâys% n?tãur ÎŽÏIø)ßJø9$# ¼çnâys% $Jè»tGtB Å$râ÷êyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÏZÅ¡ósçRùQ$# ÇËÌÏÈ  
Artinya: Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.(Al-Baqarah-236)
Dari ayat ini, bahwa berdasarkan ibarah nash, boleh menceraikan istri sebelum bercampur dan sebelum menentukan maharnya. Akan tetapi, arti yang lazim dan tidak bisa dipisahkan dari nash ialah sah mengadakan aqad perkawinan tanpa menentukan maharnya lebih dahulu. Sebab talak (perceraian) tidak akan terjadi (tidak pernah ada) sebelum adanya akad nikah. Inilah yang disebut dalalah nash.
c.       Dalalah Nash (Petunjuk Nash)
Dalalah nash (Petunjuk Nash) adalah petunjuk lafazh nash atau suatu ketentuan hukum juga berlaku sama atas sesuatu yang tidak disebutkan kerena terdapat persamaan illat keduanya.
 Jika nash itu ungkapannya menunjukkan pada hukum suatu kejadian karena ‘illat yang menjadi dasar hukum itu, kemudian didapati kejadian yang sama ‘illat hukumnya atau lebih utama daripadanya, maka secara bahasa dapat dipahami bahwa nash itu mencakup dua kejadian tersebut.
Contoh lafazh:
  4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  

Artinya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Q.S. al-Isra’ 23)
Pengertian secara dalalah nash bahwa semua perkataan atau perbuatan yang menyakitkan kedua hati orang tua itu dilarang.
Contoh lain:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ  
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya.”(Q.S. An Nisa’: 10)
Pengertian secara dalalah nash bahwa membakar, membuang harta anak yatim, serta memberikannya kepada orang lain juga dilarang.
d.      Iqtidha Nash (Kehendak Nash)
Kehendak nash adalah makna atau pengertian yang mana kalimat itu tidak dapat dimengerti kecuali dengan memperkirakan adanya pengertian tersebut. Jadi lafazhnya tidak ada, akan tetapi kebenaran kalimat dan maknanya membutuhkan pengertian itu.
Seperti dalam firman Allah SWT:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهاَ تُكُمْ وَبَناَتُكُمْ
Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, dan anak-anakmu yang perempuan.” (Q.S. An Nisa’: 23)
Pengertian secara iqtidha nash pada ayat ini adalah “mengawini mereka”, karena menyandarkan keharaman kepada pribadi ibu dan anak adalah tidak tepat. Maka diperkirakanlah lafazh yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh nash tersebut yakni kata mengawini.
C.    Dalalah Menurut Pandangan Ulama
1.      Dalalah dalam Pandangan Ulama Hanafiyah
Ulama Hanafiyah membagi dilalab kepada dua macam, yaitu dilalah la fzhiyah dan dilalah ghairu lafazhiyah. Dilalah lafaziyah dalam pengertian ini, ialah yang menjadi dalil adalah lafaz menurut lahirnya. Dilalab ghairu la fazhiyah ialah yang menjadi dalil buka melalui lafaz menurut lahirnya. Dilalah ghairu lafazhiyah  ini dialangan Hanafiyah disebut “Dilalah Sukut” (دلالة السكوت ) atau disebut juga  bayan Al-Dharurah”.[4]
a.      Dalalah Lafzhiyah
Dilalah Lafzhiyah terbagi empat macam yang berbeda tingkat kekuatannya:
1)      Dalalah ibarah atau disebut jug ibarat nash yaitu:
Menurut abu Zahrah: makna yang dapat dipahami dari apa yang disebut dalam Lafadz, baik dalam bentuk nash maupun zahir. Menurut Penulis kitab  Al-Tahrir penunjukan lafaz atas makna dalam keadaan sesuai dengan yang dimaksud secara asli, meskipun dalam bentuk lazim (lafaz dalam bentuk ini lah yang diperhitungkan oleh ulama ushul dalam nash) atau bukan dalam bentuk asli.
            Pemahaman Lafz dalam bentuk ini adalah menurut apa adanya yang dijelaskan dalam lafaz itu. Pemahamannya secara tersurat dalam lafaz contoh firman Allah dalam ssurah An-Nisa’ ayatr 3 :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
                Ayat ini menurut ibarat nash atau menurut yang tersurat, sesuai dengan tujuan semula, yaitu bolehnya mengawini perempuan sampai empat orang, bila terpenuhi syarat adil. Lafazd dalam ayat ini menurut asalnya memang untuk menunjukan hal tersebut.
b.      Dalalah isyarah (دِلَالَةُ الاِشَارَةُ)
Dilalah isyarah adalah lafaz yang dilalahnya terdapat sesuatu tidak dimaksud untuk itu menurut asalnya. Contohnya Surat Al-Baqarah Ayat: 233:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara ma'ruf”.
Ibarat lafaz dalam ayat di atas menunjukan kewajiban si ayah untuk memberi nafkah dan pakaian yang layak untuk istrinya atau jandanya dalam masa iddah.  Ungkapan المولودله)) yang berarti ayah sebagai pengganti dari lafaz الابyang digunakan Allah dalam ayat ini oleh sebagian mujtahid yang teliti titik perhatian. Ungkapan (المولودله) arti sebenarnya adalah “anak untuk ayah” tapi menurut penelitian para mujtahid maksudnya adalah “anak adalah kepunyaan ayahnya” atau dalam istilah hukum “anak dinisbatkan kepada ayahnya”.
Dengan pemahaman tersebut terkihat bahwa ayat tersebut yang menurut ibaratnya mengandung maksud tertentu, juga mengisyaratkan pada maksud lain yaitu “hubungan nasab adalah kepada ayahnya” bukan kepada ibunya.
c.       Dalalah nash (دِلَالَةُ النَّصُّ)
دلَالَةُ اللَّفْظ عَلَى ثُبُوْتِ حُكْمِ مَاذُكِرَ لِمَا سُكِتَ عَنْهُ لِفَهْمِ الْمَنَاطِ بِمُجَرَّدِفَهْمِ اللُّغَةِ
Dilalah lafaz yang disebutkan dalam penetapan hukum untuk yang tidak disebutkan karena ada hubungannya yang dapat dipahami berdasarkan pemahaman dari segi bahasa.
Atau dapat dikatakan dilalah nash adalah penunjukan oleh lafadz yang “tersurat” terhadap apa yang “tersirat” di balik lafadz tersebut.
Contoh Q.S. Al-Isra’ Ayat 23:
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ  

Janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”
Ibarat dari nash ini menunjukkan tidak bolehnya mengucapkan kata-kata kasar dan menghardik pada Ibu Bapak. Jadi, Hukum “tidak boleh” itu berlaku pula pada perbuatan “memukul orang tua” yang tingkatanya dinilai lebih kasar, karena sifat “menyakiti” yang menjadi alasan larangan pada pengucapan kasar. Dan “memukul” dinilai lebih kuat pada perbuatan “menghardik”.
d.      Dalalah al-iqtidha’ (دِلَالَةُ الِاقْتِضَاءُ)
اِنْ دَلَّ اللَّفْظُ عَلَى مَسْكُوْتٍ يَتَوَقَّفُ صِدْقَهُ عَلَيْهِ اَوْ صِحَّتَهُ
Dilalah iqtidha’ adalah lafaz yang menunjukkan kepada sesuatu yang tidak disebutkan, yang makna kebenaran dan keshahihannya tergantung pada yang tidak disebutkan itu. Contoh firman Allah dalam surat Yusuf: 82:
È@t«óur sptƒös)ø9$# ÓÉL©9$# $¨Zà2 $pkŽÏù uŽÏèø9$#ur ûÓÉL©9$# $uZù=t6ø%r& $pkŽÏù ( $¯RÎ)ur šcqè%Ï»|Ás9 ÇÑËÈ  
Tanyailah kampung tempat kita berada dan kafilah kita bertemu dengannya.”
Menurut dzahir, ungkapan ayat tersebut terasa ada yang kurang karena bagaimana mungkin bertanya kepada “kampung” yang tidak berakal. Karenanya dirasakan perlu memunculkan sesuatu kata agar ungkapan dalam ayat itu menjadi benar. Kata yang perlu dimunculkan itu adalah “penduduk”, sehingga menjadi “penduduk kampung” yang dapat ditanya dan memberi jawaban. Selain itu, juga dianggap perlu memunculkan kata orang-orang dalam “kafilah”, sehingga menjadi “orang-orang dalam kafilah”, yang dapat ditanya dan memberi jawaban.
Dalam pandangan Ulama Hanafiyah, dari keempat macam cara penunjukkan dilalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang paling kuat adalah dilalah “ibarat al-nash”, kemudian menyusul “isyarat” dan setelah itu baru “dilalat al-nash” dan yang terakhir adalah “iqtidha’”. Sebagaimana dijelaskan Abu Zahrah bila terjadi perlawanan hukum yang didasarkan pada ibarat dengan suatu ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan isyarat, maka ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan ibarat lebih didahulukan dari pada isyarat. Begitu pula jika terjadi pertentangan ketentuan hukum yang ditetapkan berdasarkan ibarat nash atau isyarat dengan dilalat al-nash, maka lebih didahulukan salah satu dari keduanya dari pada dilalat al-nash. Bila terjadi pertentangan antara dilalat al-nash dengan iqtidha’, maka dilalat al-nash lebih didahulukan atas iqtidha’. Seperti contoh firman Allah Q.S. al-Baqarah 178:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3øn=tæ ÞÉ$|ÁÉ)ø9$# Îû n=÷Fs)ø9$# ( çtø:$# Ìhçtø:$$Î/ ßö6yèø9$#ur Ïö7yèø9$$Î/ 4Ós\RW{$#ur 4Ós\RW{$$Î/ 4 ô`yJsù uÅ"ãã ¼ã&s! ô`ÏB ÏmŠÅzr& ÖäóÓx« 7í$t6Ïo?$$sù Å$rã÷èyJø9$$Î/ íä!#yŠr&ur Ïmøs9Î) 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 y7Ï9ºsŒ ×#ÏÿøƒrB `ÏiB öNä3În/§ ×pyJômuur 3 Ç`yJsù 3ytGôã$# y÷èt/ y7Ï9ºsŒ ¼ã&s#sù ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÊÐÑÈ  
Artinya            :Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.

Ayat ini dengan cara isyarat menunjukkan batas ketiadaan wajibnya qishash bagi pembunuh sengaja. Oleh sebab itu, ayat ini berlawanan dengan ayat sebelumnya yang secara ibarat nash mewajibkan qishash atas pembunuhan sengaja. Karena itu, ketetapan suatu ketentuan hukum dengan ibarat nash lebih diutamakan dari pada isyarat nash, dalam hal ini wajibnya qishash bagi pembunuhan sengaja.

2.      Dalalah dalam Pandangan Ulama Syafi’iyah
Dalam pandangan ulama Syafi’iyah, dilalah di bagi menjadi dua macam, yaitu: dilalah manthuq dan dilalahmafhum.
a.       Dalalah Manthuq (المنطوق)
Dilalah manthuq dalam pandangan ulama syafi’iyah adalah:
دلالة اللفظ في محل النطق على حكم المذكور
Penunjukan lafaz menurut apa yang diucapkan atas hukum menurut yang disebut dalam lafaz itu. Definisi ini mengandung pengertian bahwa bila kita memahami “sesuatu hukum” dari apa yang langsung tersurat dalam lafazitu, maka disebut pemahaman secara “ mantuq”.
Seperti contoh Firman Allah dalam surat an-Nisa’ 23:
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ˈF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur šÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? šú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# žwÎ) $tB ôs% y#n=y 3 žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÌÈ  
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Ayat ini menurut mantuq-nya menunjukkan haramnya menikahi anak tiri yang berada di bawah asuhan suami dari istri yang telah di gauli. Apa yang di tunjuk di sini memang jelas terbaca dalam apa yang tersurat dalam ayat tersebut. Penunjukan begitu jelas dan tidak memerlukan pejelasan di balik yang tersurat itu.
b.       Dalalah Mafhum (المفهوم)
Dilalah mafhum adalah:
دلالة اللفظ في محل النطق على ثبوت حكم ماذكر لما سكت عنه او على نقيء الحكم عنه
Penunjukan lafaz yang tidak dibicarakan atas berlakunya hukum yang sisebutkan atau tidak berlakunya hukum yang disebutkan. Atau dalam definisi yang lebih sederhana:
ما فهم من اللفظ في محل النطق
Apa yang dapat dipahami dari lafaz bukan menurut yang dibicarakan.
Contohnya, firman Allah dalam surat al-Isra’ 23:
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا                                                                                                   
Jangan kamu mengucapkan kepada kedua ibu bapakmu ucapan “uf” dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Hukum yang tersurat dalam ayat tersebut adalah larangan mengucapkan kata-kata kasar atau ”uf” dan menghardik orang tua. Dari ayat yang disebutkan itu, juga dapat dipahami adanya ketentuan hukum yang tidak disebutkan (tersirat) dalam ayat tersebut, yaitu haramnya memukul orang tua dan perbuatan lain yang menyakiti orang tua.













BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dalalah atau dalalah secara bahasa berarti petunjuk. Sedangkan secara istilah ulama ushul al-Fiqh.
الدلالة هى مايدل اللفظ من معنى
Artinya: “Dalalah adalah suatu pengertian yag ditunjuki oleh lafazh.”
             Dalalah lafzhiyah/الدلالة اللفظيه (penunjukan bentuk lafaz) yaitu dalalah dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafaz, suara atau kata. Dengan demikian, lafaz, suara dan kata, menujukkan kepada maksud tertentu.
Dalalah ghairu lafzhiyah merupakan dilalah yang ditunjukkan secara tidak jelas oleh lafazhnya. Hanafiyah membagi dalalah ghairu lafzhiyah menjadi empat macam. Mereka menamakan dengan Bayan Dharurah (penjelasan secara darurat). Keempat macam dilâlah itu memberi petunjuk dengan cara sukut/diam
Dilalah lafzhiyah
-          Dilalah Lafzhiyah Thabi`iyah
-          Dilalah Lafzhiyah `Aqliyah
-          Dilalah Lafzhiyah Whadi`iyah, terbagi 3 :
·         Muthabaqiyah
·         Tadamuniyah
·         Iltizamiyah
     
Dilalah ghairu lafzhiyah
-          Dilalah Ghairu Lafzhiyah Tabi`iyah
-          Dilalah Ghairu Lafzhiyah `Aqliyah
-          Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadhi`iyah
Dilalah dalam perspektif ulama Hanafi dan Syafi`iyah
Menurut hanafiyah ada 4 : Dilalah ibarah, dilalah isyarah, dilalah nash, dilalah iqtida. Menurut syafi`iyah : Dilalah mantuq dan dilalah Mafhum.
B.      SARAN
Semoga dengan mempelajari dilalah lafzhityah dan dilalah ghiru lafzhiyah ini kita bisa mengetahui dan paham. Dan semoga ilmunya bermanfaat bagi kita semua, saya mohon maaf apabila ada kesalahan.
























DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah,
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta: Kencana, 2009
Baihaqi. A. K, Ilmu Mantik, (Jakarta: Darul Ulum Pres, 2012)



[1]Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta: Kencana, 2009. h. 131
[2]ibid . h. 133
[3] Ibid, 134
[4]Ibid, h.135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)

Arsip Blog