BAB I
PENDAHULUAN
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha
merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api.
Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalamSerat Calon Arang bahwa, saat
akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan
kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha.
Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakanmendapatkan kerajaan
timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah
menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai
pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kotaJanggala.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya
Nama
"Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri yang
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
pohon pacé atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu
pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam
pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat pengobatan
tradisional.
Penemuan Situs
Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan
Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang
kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang
ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama
kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Pada tahun 1041 atau 963
M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana
yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut
dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi
dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti
Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi
pertikaian.[1]
Kerajaan Jenggala
meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya,
Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian
dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha.
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling
merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November
1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan
(1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan
Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Pada awalnya perang
saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan
selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh
tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri
dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya
prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan
tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya
sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan
Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
B.
Perkembangan kerajaan
Masa-masa awal
Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II
(1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya
memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan
Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas
nama Sri Jayawarsa. Raja-raja
sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah
diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat
diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di
bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil
menaklukkan Kerajaan Janggala dengan
semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu
Jayati, atau Panjalu Menang. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah,
Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi
seluruh Jawadan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. [2]
Hal ini
diperkuat kronik Cina berjudul Ling
wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri
paling kaya selain Cinasecara berurutan
adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Chou Ju-kua
menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2 agama : Buddha dan Hindu.
Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu luangnya untuk mengadu
binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran tembaga dan perak.
Buku Chu-fan-chi
menyebut Jawa adalah maharaja yang punya wilayah jajahan : Pai-hua-yuan
(Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng),
Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat),
Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin
Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo
(Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan
Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun
2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat
membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut.
C.
Karya sastra Kerajaan Kediri
Seni sastra mendapat
banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis
oleh Mpu Sedah dan
diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber
dari Mahabharata yang berisi kemenangan
Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu , Mpu Panuluh juga
menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula
pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang
menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman
pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang
menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
D.
Keruntuhan
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.[3]
Perang antara Kadiri
dan Tumapel terjadi dekat
desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu
kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari. Setelah Ken Arok
mengalahkan Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai
bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya.
Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang
memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa lalu
dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh
Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya
bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan
Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.[4]
E.
Raja-raja masa kerajaan Kediri
Airlangga, merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan. Ketika ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua.
Daha kemudian menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.
Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang
dipimpin Airlangga tersebut sebelum dibelah sudah bernama Panjalu.
Berikut ini adalah
nama-nama raja Kerajaan Kediri :
·
Sri Samarawijaya, merupakan
putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
·
Sri Jayawarsa, berdasarkan
prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah
pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
·
Sri Bameswara, berdasarkan
prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti
Tangkilan (1130).
·
Sri Jayabhaya, merupakan raja
terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136),
dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
·
Sri Kertajaya, berdasarkan
prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197),
prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nama "Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari
kata Khadri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
pohon pacé atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu
pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam
pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat pengobatan
tradisional.
Kerajaan Panjalu di
bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil
menaklukkan Kerajaan Janggala dengan
semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu
Jayati, atau Panjalu Menang. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan
Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawadan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
B.
Saran
Makalah yang
kami rintis ini mungkin masih banyak kekurangan referensi untuk itu segala
saran dan kritikan dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini .
DAFTAR PUSTAKA
Nana Supriana, 2006 Kumpulan
Kerajaan Sejarah, Bandung, GRAFINDO MEDIA PRATAMA
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama
dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Poesponegoro & Notosusanto 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.
Jakarta: Balai Pustaka.
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah yang telah menciptakan alam ini, Allah yang
telah menganugerahkan pikiran kepada hamba, sehingga hamba dapat mengatur waktu
yang dimilikinya untuk mencapai keinginan yang diharapkan.
Shalawat dan Salam semoga selalu terlimpahkan kepada Rasulullah Nabi Muhammad
saw. Dengan diutus beliau manusia dapat merasakan kenikmatan hidup dalam agama
Islam sehingga ummat manusia dapat hidup dengan kesatuan dan persatuan demi
tercapainya sebuah kebajikan yang manusia harapkan.
Ucapan terima kasih kami kepada kawan-kawan yang telah sudi membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih kami pula kepada Bapak Erman,MA
selaku Dosen pembimbing dalam mata kuliah Sejarah Indonesia I, yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah yang berjudul Kerajaan
Kediri .
Semoga dengan hadirnya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua....
Wassalamualaikum, wr.wb
Padang, Oktober 2015
Pemakalah
TUGAS INDIVIDU
SEJARAH INDONESIA I
Tentang
KERAJAAN KEDIRI
Oleh :
Mukramun :
1411020146
Dosen pembimbing :
Erman,MA
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1436 H / 2015 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)