Selasa, 19 April 2016

TEORI FUNGSIONALISME



TEORI FUNGSIONALISME
PENDAHULUAN
Selama beberapa dasawarsa yang lalu, teori struktural-fungsionalisme telah merajai kajian antropologi dan sosiologi di Dunia Barat, sehingga Kingsley Davis berani mengatakan bahwa struktural-fungsionalisme adalah sama dan sebangun dengan antropologi dan sosiologi (Davis 1959). Di Inggris, teori ini mencapai puncak pencapaiannya dalam dasawarsa 1930 dan 1950, dalam masa mana struktural-fungsionalisme dikatakan sebagai identik dengan British Social Anthropology. Pelopornya yang terkenal di sana adalah Radcliffe-Brown (R-B) dan Malinowski. Dari Inggris, pendekatan ini dibawa oleh pelopornya, R-B, menyeberang ke Amerika dan diperkenalkan ke Jurusan Sosiologi dan Antropologi di Chicago University.
Dua di antara pengikutnya yang terkenal di universitas itu pada masa itu adalah Fred Eggan dan Robert Redfield. Teori ini di Amerika mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1950-an, ketika Talcott Parsons mengembangkannya dalam bentuk yang lebih canggih dan kompleks di Department of Social Relations, Harvard University. Namun demikian, sejak akhir 1960an, teori ini mulai mendapat banyak kritikan yang keras dan tajam, dan dari situ muncul teori-teori sosiologi baru yang dianggap lebih canggih. Di Inggris, berdasarkan atas kritik terhadap teori ini, para ahli antropologi telah mengembangkan teori action, sedangkan di Amerika telah berkembang antara lain teori fenomenologi dan teori simbolik.
SEJARAH
Struktural-fungsionalisme lahir sebagai reaksi terhadap teori evolusionari. Jika tujuan dari kajian-kajian evolusionari adalah untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan budaya manusia, maka tujuan dari kajian-kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu sistem sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi antara individuindividu, antara kelompok-kelompok, atau antara institusi-institusi sosial di dalam suatu masyarakat, pada suatu kurun masa tertentu. Jadi pendekatan evolusionari lebih bersifat historis dan diakronis, sedangkan pendekatan struktural-fungsional lebih bersifat statis dan sinkronis. Struktural-fungsional adalah penggabungan dari dua pendekatan, yang bermula dari pendekatan fungsional Durkheim, kemudian digabungkan dengan pendekatan struktural R-B. Karena itu untuk memahami pendekatan struktural-fungsional, orang harus melihat dulu sejarah perkembangan pendekatan fungsional.
PENDEKATAN FUNGSIONAL
Meskipun eksplanasi secara fungsional dalam kajian-kajian sosial telah terlihat dalam karya-karya Spencer dan Comte, namun Durkheimlah yang telah meletakkan dasarnya secara tegas dan jelas.
Peranan Durkheim ini diakui secara eskplisit oleh R-B. Durkheim secara jelas mengatakan bahwa fenomena sosial seharusnya diekpslain melalui dua pendekatan pokok yang berbeda, yaitu pendekatan historis dan pendekatan fungsional. Analisa fungsional berusaha menjawab pertanyaan mengapa suatu item-item social tertentu mempunyai konsekuensi tertentu terhadap operasi keseluruhan sistem sosial. Sementara itu analisa historis berusaha menjawab mengapa item sosial tersebut, bukan item-item sosial yang lain, secara histories yang mempunyai fungsi tersebut.
Para peneliti sosial, kata Durkheim, harus dapat mengkombinasikan penelitian untuk mencari asal-usul dan sebab (pendekatan historis), di satu pihak, dan penentuan fungsifungsi dari suatu fenomena sosial (pendekatan fungsional), di pihak lain. Kita harus menentukan apakah ada satu hubungan antara kenyataan sosial yang diteliti dengan kebutuhan umum organisme sosial. Kalau ada, maka hubungan tersebut terdiri dari hal-hal apa saja, dan bagaimana prosesnya sehingga hubungan berfungsi tersebut terjadi. Pendekatan fungsional dalam antropologi sosial dipelopori oleh dua orang sarjana Inggris yang hidup sezaman, yaitu R-B dan Malinowski. Meskipun kedua mereka ini sama-sama dipengaruhi oleh Durkheim, namun penafsiran dan pengembangan mereka atas konsep fungsi adalah berbeda satu sama lain.
R-B menolak setiap penggunaan konsep fungsi yang tidak dikaitkan dengan struktur sosial, karena itulah pendekatan dasarnya adalah kombinasi dari kedua konsep tersebut: fungsi dan struktur sosial, yang kemudian dikenal dengan nama struktural-fungsionalisme. R-B dengan tegas membedakan konsep fungsionalnya dari konsep fungsional Malinowski. Bagi R-B fungsi adalah “kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, terhadap kemantapan suatu struktur sosial”. Sementara itu Malinowski melihat “fungsi” sama seperti “guna”, yang dikaitkan dengan kebutuhan psikologis dan biologis manusia. Fungsi dari sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, menurut Malinowski, adalah “kegunaan dari institusi tersebut dalam memenuhi kebutuhan psiko-biologis individuindividu anggota sebuah masyarakat”. Di bawah ini akan kita bahas perbedaan pandangan kedua ahli antropologi Inggris ini secara lebih rinci.
Teori fungsionalisme struktural Parsons berkonsentrasi pada struktur masyarakat dan antar hubungan berbagai struktur tersebut yang dilihat saling mendukung menuju keseimbangan dinamis. Perhatian dipusatkan pada bagaimana cara keteraturan dipertahankan di antara berbagai elemen masyarakat (ibid., halm.83). Pemerhatian teori ini pada unsur struktur dan fungsi dalam  meneliti proses sosial dalam masyarakat, dan pandangannya pada masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari bagian-bagian atau subsistem yang saling tergantung, teori ini menganggap integrasi sosial merupakan fungsi utama dalam sistem sosial. Integrasi sosial ini mengonseptualisasikan masyarakat ideal yang di dalamnya nilai-nilai budaya diinstitusionalisasikan dalam sistem sosial, dan individu (sistem kepribadian) akan menuruti ekspektasi sosial. Maka, kunci menuju integrasi sosial menurut Parsons adalah proses kesalingbersinggungan antara sistem kepribadian, sistem budaya dan sistem sosial, atau dengan kata lain, stabilitas sistem


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)

Arsip Blog