Minggu, 30 Oktober 2016

SUMBER HUKUM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
 Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
        Untuk itu kita sebagai umat Islam yang taat harus mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta mengetahui isi kandunganya. Namun sumber-sumber tersebut tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
        Petunjuk-petunjuk agama yang mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam pertama dan Hadist merupakan sumber yang kedua, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih global di pembahasan Al-Qur’an dan Hadist.
        Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril. Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang damai, menghargai akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif lainnya.




BAB II
SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
1.      Al Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan” yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur[1]. Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yng sungguh tepat, karena tiada satu bacaanpun sejak anusia mengenl baca tulis yang dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang diampaikan lewat malaikat jibril, yang dikomunikasikan dengn bahasa arab, harus dipercayai tanpa syarat dan menjadi pedoman bagi para pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh dunia[2].
2.      Hadist
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dan  tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at Islam dengan benar sesuai  dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah merupakan penjabaran dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah sebagai penjabaran (bayan) harus menempati posisi lebih rendah dari yang dijabarkan (mubayyan) yakni Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an sebagai mubayyan tidak ada, maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada bayyan, maka mubayyan tidak hilang. Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut.  Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.[3]
3.      Ijtihad
Ijtihad memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi nalar secara maksimal dan optimal untuk meng-istinbath suatu hukum agama yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan tertentu, pada waktu tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu perkara yang tidak ada status hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan tetap berpedoman pada dua sumber utama.
Dengan demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali hukum satu peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid (orang yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad dapat dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.
Syaikh Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua bagian:
a.       Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an atau hadist Nabi.
b.      Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas maksudnya yang mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih dari satu sehingga perlu ditentukan dengan jalan ijtihad untuk mengetahui makna-makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
Islam pada hakikatnya adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta petunjuk supaya menjadi pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Secara umum aturan itu dibagi menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
1.      Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem kepercayaaan yang mengikat manusia kepada Islam. Karena itu, aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama dan utama.
Dalam QS. al-Baqarah: 285
امَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Artinya :“ Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membedakan antara seorang pun dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat”. Mereka berdo’a: “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. al-Baqarah: 285)
Aqidah dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun iman meliputi : iman kepada Allah swt, para malaikat, kitab – kitab, para Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah berfirman dalam QS.An-Nisa’, ayat 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Artinya  “ Wahai orang yang beriman, tetaplah beriman kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.

Pengertian Iman Dalam Agama Islam - Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'.
Iman merupakan bentuk musytaq dari al-amnu yang berarti keamanan, kedamaian dan merupakan lawan kata al-khauf, yang berarti ketakutan, kekhawatiran, larangan [4]
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.
Bentuk Keimanan
a.       Iman kepada Allah
Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal: Mengimani adanya Allah. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala. Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya.
b.      Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
Mengimani adanya, setiap amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada mereka. Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk menjelaskan iman, Rasulullah bersabda,“iman itu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada malaikat merupakan unsur kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat sangatlah penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid dari bayangan syirik.
c.       Iman kepada Kitab-kitab Allah
Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah ucapan-Nya dan bukanlah ciptaanNya. karena kalam (ucapan) merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur`an merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
d.      Iman kepada Rasul-rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.
e.       Iman kepada Hari Akhir
Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh (di antara dunia dan akhirat) berupa fitnah kubur (nikmat kubur atau siksa kubur). Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.
f.       Iman kepada Qada dan Qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitupula perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.
Kesemua dari akidah ini dipelajari dalam berbagai ilmu yaitu :
a.      Ilmu Ushuluddin 
Ilmu Ushuludin adalah ilmu yang membahas pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid dan I’tikad (keyakinan) tentang rukun Iman yang enam : 1) beriman kepada Allah, 2) Al-Qur’an dan kitab-kitab suci samawi, 3) Nabi Muhammad dan para Rasul, 4) para Malaikat, 5) perkara ghaib (alam kubur, alam akhirat, mashar, mizan, sirot, surga-neraka), 6 ) Takdir baik dan buruk. Sebutan lain bagi Ilmu Ushuludin adalah ilmu Theologi (ketuhanan), karena membahas tentang ke tauhid-an (ke-Esa an) Allah, sifat dan asma’ (nama) Allah.
Sebutan lain yang lebih populer adalah Ilmu Kalam, karena bahasan yang sedang ramai dibahas pada saat lahirnya ilmu kalam adalah masalah kalam (firman Allah) disamping itu pembahasan ilmu ini menggunakan metode ilmu mantiq (logika) sedangkan kata mantiq secara etimologi bahasa sinonim dengan kalam.

b.      Ilmu kalam
Ilmu kalām (bahasa Arabعلم الكلام). Secara bahasa  kalam  berarti perkataan. Sedangkan menurut istilah ilmu kalam adalah satu kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi yang kokoh. Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat beberapa alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan dalil-dalil aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang mengingkarinya dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
c.       Ilmu Aqa’id
Secara bahasa, aqo’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang bermakna pengikat yang kuat bersumber dari kata aqada, ya qidu dan aqdan. Secara Istilah : Aqaid adalah perkara-perkara yang hati anda membernarkannya. Jiwa anda tentram karenanya Ia menjadikan rasa yakin pada diri anda tanpa tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Ilmu kalam juga disebut ilmu aqoid (ilmu ushuluddin) hal ini dapat dimengerti karena persoalan kepercayaan menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.

d.      Ilmu ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah artinya adalah pengetahuan atau pengalaman.Ma’rifah juga berarti pengetahuan tentang hakekat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya.Ma’rifahmerupakan pengetahuan yang obyeknya tidak bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya.Hal ini didasarkan bahwa akal manusia dapat mengetahui hakikat ketuhanan.Hakikat itu satu dan segala yang maujud itu berasal dari yang satu.[5]
Ma’rifah juga berarti pengetahuan, maksudnya pengetahuan tentang Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.Ma’rifah dapat ditemukan dasarnya dalam hadits dan Al-Qur’an.
Sebuah hadits dari Aisyah yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bersabda:
“sesungguhnya penopang (kekuatan) rumah tergantung pada fondasinya, sedang penopang agama tergantung pada ma’rifahnya kepada Allah, keyakinan dan akal yang bisa menundukkan (hawa nafsu). Aisyah bertanya, demi engkau dengan tebusan ibuku, bagimana akal bisa menundukkan hal?Rasulullah menjawab, mampu menahan dari perbuatan durhaka kepada Allah dan selalu mendorong untuk taat kepadanya” (HR. Ad Dailami).

e.       Ilmu tauhid
Secara bahasa , kata tauhid berasal ari kata kerja wahhada – yuwahhidu – tauhiidan. Tauhid adalah akar dari kata kerja wahhada yang berarti menjadikannya satu. Makna ini kemudian berkembang dan digunakan untu menunjukkan individu yang istimewa yang berbeda dengan individu-individu lain.
Pada tahapan makna, sebagai perbuatan hati, kata tauhid didefinisikan sebagai meng-Esakan Allah sebagai Tuhan (Rububiyyah), sembahan (Uluhiyyah) dengan segala nama, sifat dan perbuatannya.[6]
Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang “Wujud Allah”, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang para Rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.[7]
 Asal makna Tauhid ialah “meyakinkan” bahwa Allah adalah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya.Ilmu Tauhid secara harfiah berarti ilmu tentang ke-Esa-an Allah SWT.Sebagaimana diketahui bahwa masalah keesaan Tuhan adalah bagian dari masalah-masalah aqidah yang paling utama, karena mengesakan Allah itu tujuan haqiqi dari aqidah Islam.Maka ilmu tentang aqidah Islam dinamakan Ilmu Tauhid.[8]

f.       Ilmu uluhiyah
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad  hafizhahullah  menerangkan, “Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti dalam hal doa, istighotsah/memohon keselamatan, isti’adzah/ meminta perlindungan, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya. Itu semuanya wajib ditujukan oleh hamba kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam hal itu/ibadah dengan sesuatu apapun.” (lihat Qathfu al-Jana ad-Dani, hal. 56)
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menjelaskan, bahwa kata uluhiyah berasal dari alaha – ya’lahu – ilahah – uluhah yang bermakna ‘menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan’. Sehingga katata’alluh diartikan penyembahan yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 6 dan 74-76, lihat juga al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an [1/26] karya ar-Raghib al-Ashfahani).
Kamilah al-Kiwari hafizhahallahu berkata, “Makna tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah, dalam ketundukan dan ketaatan secara mutlak. Oleh sebab itu tidak diibadahi kecuali Allah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun baik yang ada di bumi ataupun di langit. Tauhid tidak akan terwujud selama tauhid uluhiyah belum menyertai tauhid rububiyah. Karena sesungguhnya hal ini -tauhid rububiyah, pen- tidaklah mencukupi. Orang-orang musyrik arab dahulu telah mengakui hal ini dan hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam. Hal itu dikarenakan mereka mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain yang tentu saja Allah tidak menurunkan keterangan atasnya sama sekali dan mereka mengangkat sesembahan-sesembahan lain bersama Allah…” (lihat al-Mujalla fi Syarh al-Qowa’id al-Mutsla, hal. 32)

2. Syari’ah
Syari’at adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah atau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah disebut Syar’it atau pencipta hukum.
            Sistem nilai Syari’at Islam secara umum meliputi 2 bidang :
a.       Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah (ibadah mahdah / khusus).
b.      Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk lainnya ( mu’amalah ).
 Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat, ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
“ Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepada- Ku 
Hubungan horizontal ini disebut pula dengan ibadah gairu mahdah / umum karena sifatnya umum, di mana Allah atau Rasul-Nya tidak memerinci macam dan jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan prinsip dasarnya saja.
Begitu juga dengan ibadah, semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan Allah SWT itu bernilai ibadah. Beribadah itu hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya? Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada-Nya dengan menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.
Kata “ibadah” (عبد - يعبد - عبادة) berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan taat, menurut, mengikut, berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri. Sedangkan secara istilah ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas hanya untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Secara umum, bentuk perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu sebagai berikut:
a.       Ibadah Mahdhah  atau Ibadah Khusus
Yang dimaksud dengan ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), Ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga sering disebut ibadah yang langsung.  Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. 
Jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdhah, adalah :
1) Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat mengandung beberapa arti yang beragam salah satunya do’a, itu dapat ditemukan contohnya dalam Al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103:
وصل عليهم إن صلوتك سكن لهم
Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Secara terminologis ditemukan beberapa istilah diantarnya: “Serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi salam”. 
2)      Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam, yang berarti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Zakat itu ada dua macam: yaitu zakat harta atau disebut juga zakat mal dan zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir bulan ramadhan yang disebut juga zakat fitrah. 
3)      Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Puasa secara bahasa bermakna , menahan dan diam dalam segala bentuknya. Secara terminologis puasa diartikan dengan “menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”. 
4)      Ibadah Haji
Secara arti kata, lafaz haji yang berasal dari bahasa arab, berarti “bersengaja”. Dalam artian terminologis adalah Menziarahi ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Masjidil Haram dan sekitarnya, baik dalam bentuk haji ataupun umroh.
b.      Muamalah
Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.[9]
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamalah;
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
Adapun sistem-sistem yang terkait dengan muamalah adalah sebagai berikut  :
1)      Hukum
Hukum berasal dari bahasa arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata jamaknya diambil alih dalam bahasa indonesia menjadi “hukum”. Hukum juga dinamakan recht yang berasal dari kata rechtum, di ambil dari bahasa latin yang berarti pimpinan atau tuntunan atau pemerintahan.
Di dalam ilmu ushul fiqih terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan hukum, yaitu hukum (الحكم), hakim (الحاكم), mahkum fihi (محكوم فيه), dan mahkum ‘alaih (محكوم عليه). Secara bahasa hukum (الحكم) berarti man’u (المنع) yang berarti “mencegah”, hukum juga berarti qadla’ (القضاء) yang berarti “putusan”.[10]
Adapun secara istilah, pengertian hukum menurut ulama’ ushul yaitu:
الحكم هو خطاب الشارع المتعلق بافعال المكلفين , طلبا او تخييرا او وضعا.
“Hukum adalah khitab syari’ (Allah) yang berhubungan dengan perbuatan seoarang mukallaf, berupa tuntutan, pilihan ataupun ketetapan.
Dapat disimpulkan bahwa hukum bermakna sebuah ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan dan bagi yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.[11]

2)      Pendidikan
Kata Pendidikan berdasarkan KBI berasal dari kata ‘didik’ dan kemudian mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Kata Pendidikan Juga berasal dari Bahasa yunani kuno yaitu dari kata “ Pedagogi “ kata dasarnya “ Paid “ yang berartikan “ Anak “ dan Juga “ kata Ogogos “ artinya “ membimbing ”. dari beberapa kata tersebut maka kita simpulkan kata pedagos dalam bahasa yunani adalah Ilmu yang mempelajari tentang seni mendidik Anak .
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan itu sendiri.
Kemudian kita berlanjut pada UU tentang adanya pendidikan tersebut, Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Undang – undang inilah yang menjadi dasar berdidirinya proses pendidikan yang ada di Negara Indonesia.

3)      Politik
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian  kekuasaan  dalam  masyarakat yang antara lain berwujud proses  pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
·         politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·         politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
·         politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
·         politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politiklegitimasisistem politikperilaku politik,partisipasi politikproses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

4)      Ekonomi
Pengertian Ilmu ekonomi dapat dirumuskan dengan berbagai kalimat. Berikut ini batasan Ilmu ekonomi:
Dari berbagai batasan tentang Ilmu Ekonomi di atas walaupun bunyi kalimatnya berbeda, tetapi inti pengertiannya sama. Ilmu ekonomi dapat terdiri dari :
a)        Ekonomi diskriptif adalah Ilmu yang memaparkan secara apa adanya tentang kehidupan ekonomi suatu daerah / Negara misalnya : Kajian ekonomi tentang kehidupan nelayan di pantai, Ekonomi Jepang pasca perang Dunia II, Tulisan tentang ekonomi Indonesia pasca Pelita. dll.
b)        Ekonomi terapan yakni Ilmu yang membahas penerapan teori ekonomi suatu rumah tangga ekonomi, misalnya : Ekonomi Perusahaan, Ekonomi Moneter. Manajemen, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, Akuntansi, Ekonomi Koperasi, Ekonomi pertanian dll.
c)        Ekonomi Teori yakni Ilmu yang membahas gejala yang timbul sebagai akibat perbuatan manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ekonomi Teori terdiri dari :
a)      Makro Ekonomi mempelajari persoalan ekonomi secara keseluruhan, misalnya : pembentukan produksi nasional, distribusi Pendapatan nasional, terjadinya pengangguran dan inflasi serta dampaknya dll.
b)      Mikro Ekonomi mempelajari bagian dari teori ekonomi secara lebih mendalam, dimulai Dari kehidupan rumah tangga perseorangan, rumah tangga produksi, pemilik modal dan faktor produksi sama dengan pembentukan harga pasar.
5)      Keluarga
Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata  familierecht (belanda) atau law of familie (inggris).[12]  Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak istri, sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat.[13] Ali affandi mengatakan bahwa hukum keluarga diartikan sebagai “Keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir).[14]
Pertalian keluarga karena turunan disebut keluarga sedarah,artinya sanak saudara yang senenek moyang. Keluarga sedarah ini ada yang ditarik menurut garis bapak yang disebut matrinial dan ada yang ditarik menurut garis ibu dan bapak yang disebutparental atau bilateral.
Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga semenda, artinya sanak saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan, yang terdiri dari sanak saudara suami dan sanak saudara istri. Sedangkan pertalian keluarga karena adat disebut keluarga adat, artinya yang terjadi karena adanya ikatan adat, misalnya saudara angkat.

6)      Sosial
Ilmu berkembang dengan pesat seiring dengan penambahan jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi dasar ilmu-ilmu alam atau the natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences.[15]
Ilmu-ilmu alam  pada akhirnya terbagi dalam dua kelompok yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan ilmu bumi yang mempelajari bumi). Tiap-tiap cabang-cabang pun mencipta ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.
Sementara ilmu ilmu sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.

7)      Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.  Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,  pakaian,  bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Ilmu yang terkait dengan syariah adalah sebagai berikut :
a.       Fiqih ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah  berarti patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-khudlu)Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.[16]
Ibadah adalah bahasa arab yang secara etimologi berasal dari akar kata عَبْدٌا-عِبَادَةً عَبِدَ-يَعْبُدُ-yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada Allah)Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan.

b.      Fiqih muamalah
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan yang dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.[17]
Secara bahasa (etimologi) Fiqih (فقه) berasal dari kata faqiha (فقه) yang berarti Paham dan muamalah berasal dari kata ’Amila yang berarti berbuat atau bertindak atau Al ‘amaliyyah maksudnya yang berhubungan dengan amaliyah (aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat, atau aktifitas lainnya, seperti membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan lainnya. Muamalah adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia. Muamalah tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan, dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan sebaginya) dan pembagian warisan.

c.       Fiqh siyasah
 Kata “fiqih siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “الفقه السياسي” berasal dari dua kata yaitu kata fiqih (الفقه) dan yang kedua adalah al-siyâsî (السياسي).
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Al-Qur’an {قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول}, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
            Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية} yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “ساس – يسوس – سياسة” yang memiliki arti mengatur (أمر/دبّر), seperti di dalam hadis: “كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم كما يفعل الأمراء والولاة بالرعية”, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ساس زيد الأمر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام بأمره” yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa bermakna: “القيام على الشيء بما يصلحه” yang artinya “bertindak pada sesuatu dengan apa yang patut untuknya”.
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.

d.      Fiqih munakahat
Fiqih adalah satu term dalam bahasa Arab yang terpakai dalam bahasa sehari-hari orang Arab dan ditemukan pula dalam Al-Qur’an, yang secara etimologi berarti “paham”. Dalam mengartikan fiqih secara terminologis terdapat beberapa rumusan yang meskipun berbeda namun saling melengkapi. Ibnu Subki dalam kitab Jam’al-Jawami’ mengartikan fiqih itu dengan:
العلم بالاحكام الشرعية العملية المكتسب من أد لتها التفصلية.
Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafsili.
Kata “munakahat” term yang terdapat dalam bahasa Arab yang berasal dari akar kata na-ka-ha, yang dalam bahasa Indonesia kawin atau perkawinan.[18]Kata kawin adalah terjemahan dari kata nikah dalam bahasa Indonesia. Kata menikahi berarti mengawini, dan menikahkan sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan bersuami. Dengan demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan. Dalam fiqih Islam perkataan yang sering dipakai adalah nikah atau zawaj.
Bila kata “fiqh” dihubungkan dengan kata “munakahat”, maka artinya adalah perangkat peraturan yang bersifat amaliyah furu’iyah berdasarkan wahyu Illahi yang mengatur hal ihwal yang berkenaan dengan perkawinan yang berlaku untuk seluruh umat yang beragama Islam

e.       Fikih waratsah
Istilah Fiqh Mawaris (فقه المواريث) sama pengertiannya dengan Hukum Kewarisan dalam bahasa Indonesia, yaitu hukum yang mengatur tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Ada dua nama ilmu yang membahas pembagian harta warisan, yaitu ilmu mawaris (علم المواريث) dan ilmu fara'id (علم الفرائض). Kedua nama ini (mawaris dan fara'id) disebut dalam al-Qur'an maupun al-hadis. Sekalipun obyek pembahasan kedua ilmu ini sama, tetapi istilahnya jelas berbeda.  Kataمواريث   adalah jama' dari   ميراث dan miras itu sendiri sebagai masdar dari  ورث - يرثارثا - وميراثا .
Secara etimologi kata miras mempunyai beberapa arti, di antaranya:  al-baqa'  (البقاء) , yang kekal; al-intiqal(الانتقال)  "yang berpindah", dan al-maurus (الموروث) yang maknanya at-tirkah (التركة) "harta peninggalan orang yang meninggal dunia". Ketiga kata ini (al-baqa', al-intiqal, dan at- tirkah) lebih menekankan kepada obyek dari pewarisan, yaitu harta peninggalan pewaris.
Adapun kata fara'id (الفرائض) dalam kontek kewarisan adalah bagian para ahli waris. Dengan demikian secara bahasa, apabila ilmu yang membahas kewarisan disebut ilmu fara'id karena yang dibahas adalah bagian para ahli waris, khususnya ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan. Apabila dibandingkan kedua istilah di atas dalam pengertian bahasa, kata mawaris mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih menampung untuk menyebut ilmu yang membahas tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia dibandingkan istilah fara'id.

3.  Akhlaq
Akhlaq berisi ajaran tentang perilaku atau sopan santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas perilaku manusia, tetapi yang berbeda di antaranya adalah obyek materia. Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi hukum yaitu : wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi nilai / etika, yaitu perbuatan baik/ buruk.
Akhlaq merupakan sistematika yang memiliki spektrum yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta terhadap Allah SWT
a.      Khalik
Manusia sebagai hamba Allah sepantasnya mempunyai akhlak yang baik kepada Allah. Hanya Allah–lah yang patut disembah. Selama hidup, apa saja yang diterima dari Allah sungguh tidak dapat dihitung. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Qur’an surat An-nahl : 18, yang artinya “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.
Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut :
1)      Mentauhidkan Allah
2)      Bertaqwa kepada Allah
3)      Beribadah kepada Allah
4)      Taubat
5)      Membaca Al-Qur’an
6)      Ikhlas
7)      Khauf dan Raja’
8)      Tawakal
b.      Makluk
Akhlak terhadap manusia dapat dirinci menjadi:
1)      Akhlak terhadap rasulullah (Nabi Muhammad), antara lain:
a)      Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b)      Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
c)      Menjadikan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
2)      Akhlak terhadap orang tua (Birrul Walidain), antara lain:
a)       Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b)       Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c)       Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
d)      Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasihatn baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridho.
e)       Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
3)      Akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a)       Memelihara kesucian diri.
b)       Menutup aurat
c)       Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas dan rendah hati.
d)      Malu melakaukan perbuatan jahat
e)       Menjauhi dengki dan dendam.
f)        Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
g)       Menjauhi dari segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
4)      Akhlak terhadap keluarga karib kerabat antara lain:
a)       Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga
b)       Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
c)       Berbakti kepada ibu bapak
d)      Mendidik anak-anak dengan kasih sayang
e)       Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia.
5)      Akhlak terhadap tetangga, antara lain :
a)       Saling mengunjungi
b)       Saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah
c)       Saling beri memberi, saling hormat menghormati
d)      Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan
6)      Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
a.       Memuliakan tamu
b.      Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan
c.       Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa
d.      Memberi makanan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupan
e.       Bermusyawarah dalam segala urusan
f.       Memtaati keputusan yang telah diambil
g.      Menepati janji
Akhlak kepada non manusia adalah sebagai berikut :
a.       Akhlak terhadap bumi, air dan sebagainya
Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Memakmurkan alam adalah mengolah sumber daya yang berada di alam sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur ini untuk diolah oleh manusia dengan kerja keras dan dipelihara sehingga mampu melahirkan nilai yang tinggi. Kekayaan alam yang berlimpah disediakan oleh Allah untuk digunakan oleh manusia dengan cara mengambil dan memberi manfaat, baik dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusaknya
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat-lipat. Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya akan mendatangkan malapetaka bagi manusia. Kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh akhlak yang buruk terhadap lingkungan seperti hutan yang dieksploitasi tanpa batas sehingga melahirkan malapetaka kebakaran hutan yang menghancurkan tanaman hutan dan habitat hewan- hewannya.
b.       Akhlak nabati
Lingkungan hidup merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan, bukan saja terhadap manusia akan tetapi juga bagi makhluk yang lain seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu lingkungan harus tetap terjaga keserasian dan kelangsungan hidupnya sehingga secara berkesinambungan tetap dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan.
Akhlak terhadap lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan insan yaitu dengan menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan. Apa yang kita saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap lingkungan. Sehingga akhirnya , akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir, tanah longsor, kebakaran, dan isu yang sering dibicarakan yaitu "global warming" sedang mengancam manusia.
c.        Akhlak terhadap hewani.
Dikisahkan pada suatu hari ketika Rasulullah SAW hendak pulang dari suatu tempat, terlihatlah seekor kucing sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakai beliau. Beliau memperhatikan mahluk Allah yang sedang terkulai di atas jubahnya, dan rupanya mereka tengah tertidur pulas. Alih alih membangunkan mereka, beliau  memilih memotong sebagian jubah hingga tidur kucing-kucing tersebut tidak terganggu. Tidur lelap adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT dan beliau rupanya merasa tidak layak mengganggu mahluk Allah yang sedang merasakan nikmat tidur tersebut. Adakah perilaku lemah lembut ini kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Adakah kasih sayang kita pada para hewan yang juga menghuni planet ini?
Umat Islam tentu tahu , Rasulullah SAW bukanlah Nabi yang bergelimang harta dan kemewahan, bisa jadi jubah tersebut hanya satu–satunya yang beliau miliki, namun  pengorbanan demikian tidaklah terasa berat olehnya. Maka jika akhlak Rasulullah SAW terhadap hewan seperti kucing saja sedemikian tingginya, bayangkanlah ahlak beliau  terhadap manusia dan penciptanya. Hal ini dinyatakan dalam Al Qur’ an dan terekam abadi sepanjang zaman.
Kesemua dari akhlak ini dipelajari dari ilmu tasawuf. Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arabتصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad SAW yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan sumber utama yang dijadikan oleh para mujtahid dalam menentukan hukum ajaran Islam. Karena, segala permasalahan hukum agama merujuk kepada Al-Qur’an tersebut atau kepada jiwa kandungannya. Apabila penegasan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an masih bersifat global, maka hadist dijadikan sumber hukum kedua, yang mana berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Sumber hukum yang lain adalah ijtihad.
Kesemua dari sumber ajaran islam ini dipelajari dalam 3 bentuk yaitu akidah, syariah dan akhlak. Dari ketiga bentuk ini dipelajari berbagai ilmu baik itu ilmu ushuluddin, ilmu kalam, ilmu ibadah, muamalah, tasawuf dan lain-lain sebagainya.
B.     Saran
Demikianlah  makalah kami ini kami susun, kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, oleh karenan itu, untuk menyempurnakan makalah ini, kami berharap bagi para pembaca untuk tidak segan-segan memberikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dan berguna, agar makalah ini bisa mencapai kesempurnaan pada penyusunan selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya penyusun mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua . Amin





DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, dkk. Studi Islam dalam ragam dimensi dan pendekatan, Jakarta: Kencana, 2012
Supadi Didik Ahmad dan Sarjuni, Pengantar studi Islam, Semarang: Rajawali Pers, 2011
Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang: CV. Aneka ilmu, anggota IKAPI, 2000
Al-Baihaqi Abu Bakar Ahmad bin al-Husain, Syu`abul Iman, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1410, I,
Saliba Jamil. Mu’ajam al-falsafi, jilid II.(Beirut: Dar al-kitab, 1979), 72.Lihat juga Abuddin Nata. Akhlak,
Al-Buraikan Ibrahim Muhammad bin Abdullah. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam. Jakarta: Rabbani press.

Abduh Syekh Muhammad. 1992. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang.

Fathul Mufid, M.S.I .2009. Ilmu Tauhid/Kalam. Kudus: STAIN Kudus.

Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Nasrun, ushul fiqih 1, Ciputat; PT Logos Wacana Ilmu,1997

Lubis Ibrahim, Pengertian Hukum (Medan: Majannaii, 2012

Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika,2008

Kusuma Hilman Hadi, Bahasa Hukum Indonesia, Cet. III, PT Alumni, Bandung, 2005

Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Syarifudin Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, 2003

Az-Zuhaili Wahbah, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999

M. Saleh Husni, Fiqh Munakahat, Surabaya : Dakwah Digital Press, 2008




[1] Muhaimin, dkk. Studi Islam dalam ragam dimensi dan pendekatan, Jakarta: Kencana, 2012,  hlm.8
[2] Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar studi Islam, Semarang: Rajawali Pers, 2011 h. 169
[3] Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang: CV. Aneka ilmu, anggota IKAPI, 2000, hlm 80
[4] Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Syu`abul Iman, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1410, I, hlm.3)
[5] Jamil Saliba. Mu’ajam al-falsafi, jilid II.(Beirut: Dar al-kitab, 1979), 72.Lihat juga Abuddin Nata. Akhlak, 219-220
[6] Dr. Ibrahim Muhammad bin Abdullah al-Buraikan. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam. Jakarta: Rabbani press. Hal. 7.
[7] Syekh Muhammad Abduh. 1992. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang. cet. ke-9.Hal. 3.
[8] Drs. H. Fathul Mufid, M.S.I .2009. Ilmu Tauhid/Kalam. Kudus: STAIN Kudus. cet 1.Hal. 3.
[9] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 13
[10] Nasrun, ushul fiqih 1, Ciputat; PT Logos Wacana Ilmu,1997. hal. 207
[11] Ibrahim Lubis, Pengertian Hukum (Medan: Majannaii, 2012)
[12] Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika,2008)
[13] Hilman Hadi Kusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Cet. III, (PT Alumni, Bandung, 2005)
[14] Salim, Op. Cit
[15]  Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.hlm.93
[16] Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, hal. 17.
[17] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah (Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), hal. 5
[18]  Husni M. Saleh, Fiqh Munakahat, (Surabaya : Dakwah Digital Press, 2008), 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)