BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah
agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus
dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki
sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama
Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
Untuk
itu kita sebagai umat Islam yang taat harus mengetahui sumber-sumber ajaran
Islam yang ada, serta mengetahui isi kandunganya. Namun sumber-sumber
tersebut tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Petunjuk-petunjuk
agama yang mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam
sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam pertama
dan Hadist merupakan sumber yang kedua, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi
dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih
global di pembahasan Al-Qur’an dan Hadist.
Al-Qur’an
adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara
bertahap kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril. Sunnah adalah
segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan,
dan penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang damai, menghargai
akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan
kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai
kebersihan, mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak
mulia, dan bersikap positif lainnya.
BAB II
SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
1.
Al Qur’an
Secara etimologi
Al-Qur’an berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira’atan, qur’anan” yang
berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu
bagian ke bagian lain secara teratur[1].
Ada juga sumber lain mengatakan bahwa Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan
sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yng sungguh tepat, karena tiada
satu bacaanpun sejak anusia mengenl baca tulis yang dapat menandingi Al-Qur’an
al-Karim, secara terminologi Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan Tuhan
kepada Nabi Muhammad SAW. Yang diampaikan lewat malaikat jibril, yang
dikomunikasikan dengn bahasa arab, harus dipercayai tanpa syarat dan menjadi
pedoman bagi para pengikutnya yaitu umat Islam diseluruh dunia[2].
2.
Hadist
Menurut bahasa Hadist
artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan
ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis
Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji,
maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang
mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi
yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Umat Islam
telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dan
tidak boleh seorang muslim hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari
kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum
Islam yang tetap. Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at
Islam dengan benar sesuai dengan tanpa Al-Qur’an dan Hadits. Banyak dari
ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam
selain Al-Qur’an yang wajib diikuti. Baik itu dalam hal perintah ataupun
larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan ini mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah
merupakan penjabaran dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah sebagai penjabaran
(bayan) harus menempati posisi lebih rendah dari yang dijabarkan (mubayyan)
yakni Al-Qur’an. Apabila Al-Qur’an sebagai mubayyan tidak ada, maka hadits
sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada bayyan, maka
mubayyan tidak hilang. Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan
sunnah bersifat zanniy al-subut. Ketiga, secara tekstual terdapat
beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan sunnah setelah Al-Qur’an seprti
hadits yang sangat populer mengenai pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di
Yaman. Semuanya menunjuka subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.[3]
3.
Ijtihad
Ijtihad
memiliki arti kesungguhan, yaitu mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.
Ijtihad dari sudut istilah berarti menggunakan seluruh potensi nalar secara
maksimal dan optimal untuk meng-istinbath suatu hukum agama yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok ulama yang memenuhi persyaratan tertentu, pada waktu
tertentu untuk merumuskan kepastian hukum mengenai suatu perkara yang tidak ada
status hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan tetap berpedoman pada dua
sumber utama.
Dengan
demikian, ijtihad bukan berarti penalaran bebas dalam menggali hukum satu
peristiwa yang dilakukan oleh mujtahid, melainkan tetap berdasar pada Al-Qur’an
dan sunnah. Walaupun ijtihad diperbolehkan untuk dilakukan oleh mujtahid (orang
yang berijtihad) yang memenuhi syarat, namun tidak berarti bahwa ijtihad dapat
dilakukan dalam semua bidang. Ijtihad memiliki ruang lingkup tertentu.
Syaikh
Muhammad Salut, misalnya membagi lingkup ijtihad ke dalam dua bagian:
a. Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas
ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an atau hadist Nabi.
b. Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis
tertentu tidak begitu jelas maksudnya yang mungkin disebabkan oleh makna yang
dikandung lebih dari satu sehingga perlu ditentukan dengan jalan ijtihad untuk
mengetahui makna-makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
Islam pada hakikatnya
adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta petunjuk supaya
menjadi pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiaannya di dunia
dan akhirat.
Secara umum aturan
itu dibagi menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
1.
Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas
muslim. Ajaran Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai,
diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada
kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem
kepercayaaan yang mengikat manusia kepada Islam. Karena itu, aqidah merupakan
ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama dan utama.
Dalam QS. al-Baqarah: 285
امَنَ الرَّسُولُ
بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ
وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن
رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ
Artinya :“ Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka
mengatakan): “Kami tidak membedakan antara seorang pun dari rasul-rasul-Nya”,
dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat”. Mereka berdo’a: “Ampunilah
kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. al-Baqarah: 285)
Aqidah dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun
Iman. Rukun iman meliputi : iman kepada Allah swt, para malaikat, kitab
– kitab, para Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah berfirman
dalam QS.An-Nisa’, ayat 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ
رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ
قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Artinya “ Wahai
orang yang beriman, tetaplah beriman kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari
Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.
Pengertian Iman Dalam
Agama Islam - Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti 'percaya'.
Perkataan iman (إيمان) diambil dari kata kerja 'aamana' (أمن) -- yukminu' (يؤمن) yang berarti 'percaya' atau
'membenarkan'.
Iman merupakan bentuk musytaq dari al-amnu yang berarti keamanan, kedamaian dan
merupakan lawan kata al-khauf,
yang berarti ketakutan, kekhawatiran, larangan [4]
Iman secara bahasa
berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah
"Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan,
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para
ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa
bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang".
Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i,
Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.
Bentuk
Keimanan
a.
Iman kepada Allah
Seseorang tidak dikatakan beriman kepada
Allah hingga dia mengimani 4 hal: Mengimani adanya Allah.
Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai,
dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Mengimani uluhiah Allah,
bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari
semua sembahan selain Allah Ta’ala. Mengimani semua nama dan sifat
Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang
Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna,
memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya.
b.
Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
Mengimani adanya, setiap amalan dan tugas
yang diberikan Allah kepada mereka. Hal tersebut juga dijelaskan dalam
hadits riwayat Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika
diminta untuk menjelaskan iman, Rasulullah bersabda,“iman itu engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir
serta beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada
malaikat merupakan unsur kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat
sangatlah penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid
dari bayangan syirik.
c.
Iman kepada Kitab-kitab Allah
Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah
ucapan-Nya dan bukanlah ciptaanNya. karena kalam (ucapan) merupakan sifat Allah
dan sifat Allah bukanlah makhluk. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur`an
merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
d.
Iman kepada Rasul-rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari
kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya
dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia
biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan,
karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib
mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan
bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang
kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.
e.
Iman kepada Hari Akhir
Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh
(di antara dunia dan akhirat) berupa fitnah kubur (nikmat kubur atau siksa
kubur). Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang
mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.
f.
Iman kepada Qada dan Qadar, yaitu takdir yang
baik dan buruk
Mengimani
kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala.
Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka begitupula
perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.
Kesemua dari akidah ini dipelajari dalam
berbagai ilmu yaitu :
a.
Ilmu
Ushuluddin
Ilmu Ushuludin adalah ilmu yang membahas
pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid dan I’tikad (keyakinan) tentang
rukun Iman yang enam : 1) beriman kepada Allah, 2) Al-Qur’an dan kitab-kitab
suci samawi, 3) Nabi Muhammad dan para Rasul, 4) para Malaikat, 5) perkara ghaib
(alam kubur, alam akhirat, mashar, mizan, sirot, surga-neraka), 6 ) Takdir baik
dan buruk. Sebutan lain bagi Ilmu Ushuludin adalah ilmu
Theologi (ketuhanan), karena membahas tentang ke tauhid-an (ke-Esa an) Allah,
sifat dan asma’ (nama) Allah.
Sebutan lain yang lebih populer adalah Ilmu
Kalam, karena bahasan yang sedang ramai dibahas pada saat lahirnya ilmu kalam
adalah masalah kalam (firman Allah) disamping itu pembahasan ilmu ini
menggunakan metode ilmu mantiq (logika) sedangkan kata mantiq secara etimologi
bahasa sinonim dengan kalam.
b.
Ilmu kalam
Ilmu kalām (bahasa Arab: علم الكلام). Secara bahasa kalam berarti perkataan. Sedangkan menurut istilah ilmu kalam adalah satu kajian ilmiah
yang berupaya untuk memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan
pada argumentasi yang kokoh. Ahli ilmu kalam disebut mutakallimin.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang memuat beberapa
alasan untuk mempertahankan keimanan agama Islam dengan menggunakan dalil-dalil
aqli (pikiran), serta memuat pula bantahan terhadap orang yang mengingkarinya
dan berbeda pandangan dengan pemahaman salaf dan ahli sunah.
c.
Ilmu Aqa’id
Secara bahasa, aqo’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang bermakna pengikat yang
kuat bersumber dari kata aqada, ya qidu dan aqdan. Secara Istilah : Aqaid
adalah perkara-perkara yang hati anda membernarkannya. Jiwa anda tentram
karenanya Ia menjadikan rasa yakin pada diri anda tanpa tercampuri oleh
keraguan dan kebimbangan. Ilmu kalam juga disebut ilmu aqoid (ilmu ushuluddin)
hal ini dapat dimengerti karena persoalan kepercayaan menjadi pokok ajaran
agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.
d.
Ilmu ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah artinya adalah pengetahuan atau
pengalaman.Ma’rifah juga berarti pengetahuan tentang hakekat agama, yaitu ilmu
yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada
umumnya.Ma’rifahmerupakan pengetahuan yang obyeknya tidak
bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui
rahasianya.Hal ini didasarkan bahwa akal manusia dapat mengetahui hakikat
ketuhanan.Hakikat itu satu dan segala yang maujud itu berasal dari yang satu.[5]
Ma’rifah juga berarti pengetahuan, maksudnya
pengetahuan tentang Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat
Tuhan.Ma’rifah dapat ditemukan dasarnya dalam hadits dan Al-Qur’an.
Sebuah hadits dari Aisyah yang menjelaskan
bahwa Nabi Muhammad bersabda:
“sesungguhnya penopang (kekuatan) rumah
tergantung pada fondasinya, sedang penopang agama tergantung pada ma’rifahnya
kepada Allah, keyakinan dan akal yang bisa menundukkan (hawa nafsu). Aisyah
bertanya, demi engkau dengan tebusan ibuku, bagimana akal bisa menundukkan
hal?Rasulullah menjawab, mampu menahan dari perbuatan durhaka kepada Allah dan
selalu mendorong untuk taat kepadanya” (HR. Ad Dailami).
e.
Ilmu tauhid
Secara bahasa , kata tauhid berasal ari kata kerja wahhada – yuwahhidu –
tauhiidan. Tauhid adalah akar dari kata kerja wahhada yang
berarti menjadikannya satu. Makna ini kemudian berkembang dan digunakan untu
menunjukkan individu yang istimewa yang berbeda dengan individu-individu lain.
Pada tahapan makna, sebagai perbuatan hati, kata tauhid didefinisikan
sebagai meng-Esakan Allah sebagai Tuhan (Rububiyyah), sembahan (Uluhiyyah)
dengan segala nama, sifat dan perbuatannya.[6]
Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang “Wujud Allah”, tentang
sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari
pada-Nya; juga membahas tentang para Rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka,
meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan (nisbah)
kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.[7]
Asal makna Tauhid ialah “meyakinkan”
bahwa Allah adalah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya.Ilmu Tauhid secara harfiah
berarti ilmu tentang ke-Esa-an Allah SWT.Sebagaimana diketahui bahwa masalah
keesaan Tuhan adalah bagian dari masalah-masalah aqidah yang paling utama,
karena mengesakan Allah itu tujuan haqiqi dari aqidah Islam.Maka ilmu tentang
aqidah Islam dinamakan Ilmu Tauhid.[8]
f.
Ilmu uluhiyah
Syaikh Abdul
Muhsin al-Abbad hafizhahullah menerangkan,
“Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba,
seperti dalam hal doa, istighotsah/memohon keselamatan, isti’adzah/ meminta
perlindungan, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya. Itu semuanya wajib
ditujukan oleh hamba kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam
hal itu/ibadah dengan sesuatu apapun.” (lihat Qathfu al-Jana ad-Dani, hal. 56)
Syaikh Shalih
bin Abdul Aziz alu Syaikh menjelaskan, bahwa kata uluhiyah berasal dari alaha – ya’lahu – ilahah –
uluhah yang bermakna
‘menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan’. Sehingga katata’alluh diartikan
penyembahan yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab
at-Tauhid, hal. 6 dan 74-76, lihat juga al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an [1/26] karya ar-Raghib al-Ashfahani).
Kamilah
al-Kiwari hafizhahallahu berkata,
“Makna tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah, dalam ketundukan dan
ketaatan secara mutlak. Oleh sebab itu tidak diibadahi kecuali Allah semata dan
tidak boleh dipersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun baik yang ada di bumi
ataupun di langit. Tauhid tidak akan terwujud selama tauhid uluhiyah belum
menyertai tauhid rububiyah. Karena sesungguhnya hal ini -tauhid rububiyah, pen-
tidaklah mencukupi. Orang-orang musyrik arab dahulu telah mengakui hal ini dan
hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam. Hal itu dikarenakan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain yang tentu saja Allah tidak
menurunkan keterangan atasnya sama sekali dan mereka mengangkat
sesembahan-sesembahan lain bersama Allah…” (lihat al-Mujalla fi Syarh al-Qowa’id
al-Mutsla, hal. 32)
2. Syari’ah
Syari’at adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah
atau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini,
Allah disebut Syar’it atau pencipta hukum.
Sistem nilai Syari’at Islam secara umum meliputi 2 bidang :
a.
Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan
Allah (ibadah mahdah / khusus).
b. Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan
makhluk lainnya ( mu’amalah ).
Allah berfirman
dalam QS. Az-Zarariyat, ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
“ Dan
tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepada- Ku “
Hubungan horizontal ini disebut pula dengan ibadah gairu mahdah / umum
karena sifatnya umum, di mana Allah atau Rasul-Nya tidak memerinci macam dan
jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan prinsip dasarnya saja.
Begitu juga dengan ibadah, semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan
dengan niat mengharap keridhaan Allah SWT itu bernilai ibadah. Beribadah itu
hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya? Ibadah
sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang
makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur
atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada-Nya dengan
menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.
Kata “ibadah”
(عبد - يعبد - عبادة) berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan taat, menurut,
mengikut, berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri.
Sedangkan secara istilah ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas
hanya untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan
aturan Allah dan Rasul-Nya.
Secara umum,
bentuk perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu sebagai berikut:
a.
Ibadah Mahdhah atau Ibadah Khusus
Yang dimaksud dengan ibadah mahdhah adalah
hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara
seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), Ibadah
mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga sering
disebut ibadah yang langsung. Selain itu juga ibadah mahdhah adalah
ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak
memerlukan penambahan atau pengurangan.
Jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdhah,
adalah :
1) Shalat
1) Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat
mengandung beberapa arti yang beragam salah satunya do’a, itu dapat ditemukan
contohnya dalam Al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103:
وصل عليهم إن
صلوتك سكن لهم
Berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a
kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Secara terminologis ditemukan
beberapa istilah diantarnya: “Serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang
dimulai dengan takbir dan disudahi salam”.
2)
Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan
termasuk salah satu rukun Islam, yang berarti membersihkan, bertumbuh dan
berkah. Zakat itu ada dua macam: yaitu zakat harta atau disebut juga zakat mal
dan zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir bulan ramadhan yang disebut juga
zakat fitrah.
3)
Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan
sebagai salah satu rukun Islam. Puasa secara bahasa bermakna , menahan dan diam
dalam segala bentuknya. Secara terminologis puasa diartikan dengan “menahan
diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”.
4)
Ibadah Haji
Secara arti kata, lafaz haji yang berasal
dari bahasa arab, berarti “bersengaja”. Dalam artian terminologis adalah
Menziarahi ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Masjidil Haram dan
sekitarnya, baik dalam bentuk haji ataupun umroh.
b.
Muamalah
Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini
adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu
terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua
pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.[9]
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas
dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa
pengertian muamalah;
Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang
berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,
peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun
khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di
antara mereka.
Adapun sistem-sistem yang terkait dengan muamalah
adalah sebagai berikut :
1)
Hukum
Hukum berasal dari bahasa arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata
jamaknya diambil alih dalam bahasa indonesia menjadi “hukum”. Hukum juga
dinamakan recht yang berasal dari kata rechtum, di ambil dari bahasa latin yang
berarti pimpinan atau tuntunan atau pemerintahan.
Di dalam ilmu ushul fiqih terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan
hukum, yaitu hukum (الحكم), hakim (الحاكم), mahkum fihi (محكوم فيه), dan mahkum ‘alaih (محكوم عليه). Secara
bahasa hukum (الحكم) berarti man’u (المنع) yang berarti “mencegah”, hukum juga
berarti qadla’ (القضاء) yang berarti “putusan”.[10]
Adapun secara istilah, pengertian hukum menurut ulama’ ushul yaitu:
الحكم هو خطاب الشارع المتعلق بافعال المكلفين , طلبا او تخييرا او وضعا.
“Hukum adalah khitab
syari’ (Allah) yang berhubungan dengan perbuatan seoarang mukallaf, berupa
tuntutan, pilihan ataupun ketetapan.
Dapat disimpulkan
bahwa hukum bermakna sebuah ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus
dilaksanakan dan bagi yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman atau sanksi
sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.[11]
2)
Pendidikan
Kata Pendidikan berdasarkan KBI berasal dari
kata ‘didik’ dan kemudian mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini
mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Kata Pendidikan Juga berasal dari Bahasa
yunani kuno yaitu dari kata “ Pedagogi “ kata dasarnya “ Paid “ yang berartikan
“ Anak “ dan Juga “ kata Ogogos “ artinya “ membimbing ”. dari beberapa kata
tersebut maka kita simpulkan kata pedagos dalam bahasa yunani adalah Ilmu yang
mempelajari tentang seni mendidik Anak .
Secara bahasa definisi pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai
prosedur pendidikan itu sendiri.
Kemudian kita berlanjut pada UU tentang
adanya pendidikan tersebut, Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian Pendidikan
adalah sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Undang –
undang inilah yang menjadi dasar berdidirinya proses pendidikan yang ada di
Negara Indonesia.
3)
Politik
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari,
untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu
politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
·
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
·
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
·
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
Dalam konteks
memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik,partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak
kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
4)
Ekonomi
Pengertian Ilmu ekonomi dapat dirumuskan dengan berbagai kalimat. Berikut
ini batasan Ilmu ekonomi:
Dari berbagai batasan tentang Ilmu Ekonomi di atas walaupun bunyi kalimatnya
berbeda, tetapi inti pengertiannya sama. Ilmu ekonomi dapat terdiri dari :
a)
Ekonomi diskriptif adalah Ilmu yang memaparkan secara apa adanya tentang
kehidupan ekonomi suatu daerah / Negara misalnya : Kajian ekonomi tentang
kehidupan nelayan di pantai, Ekonomi Jepang pasca perang Dunia II, Tulisan
tentang ekonomi Indonesia pasca Pelita. dll.
b)
Ekonomi terapan yakni Ilmu yang membahas penerapan teori ekonomi suatu
rumah tangga ekonomi, misalnya : Ekonomi Perusahaan, Ekonomi Moneter.
Manajemen, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, Akuntansi, Ekonomi
Koperasi, Ekonomi pertanian dll.
c)
Ekonomi Teori yakni Ilmu yang membahas gejala yang timbul sebagai akibat
perbuatan manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ekonomi
Teori terdiri dari :
a)
Makro Ekonomi mempelajari persoalan ekonomi secara keseluruhan, misalnya :
pembentukan produksi nasional, distribusi Pendapatan nasional, terjadinya
pengangguran dan inflasi serta dampaknya dll.
b)
Mikro Ekonomi mempelajari bagian dari teori ekonomi secara lebih mendalam,
dimulai Dari kehidupan rumah tangga perseorangan, rumah tangga produksi,
pemilik modal dan faktor produksi sama dengan pembentukan harga pasar.
5)
Keluarga
Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda)
atau law of familie (inggris).[12] Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak
istri, sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota
kerabat dekat.[13] Ali affandi mengatakan bahwa hukum keluarga diartikan sebagai
“Keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan
kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan
orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tak hadir).[14]
Pertalian keluarga karena turunan disebut keluarga
sedarah,artinya sanak saudara yang senenek moyang. Keluarga sedarah ini ada
yang ditarik menurut garis bapak yang disebut matrinial dan
ada yang ditarik menurut garis ibu dan bapak yang disebutparental atau bilateral.
Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga
semenda, artinya sanak saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan,
yang terdiri dari sanak saudara suami dan sanak saudara istri. Sedangkan
pertalian keluarga karena adat disebut keluarga adat, artinya yang
terjadi karena adanya ikatan adat, misalnya saudara angkat.
6)
Sosial
Ilmu berkembang dengan pesat seiring dengan penambahan jumlah
cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah
yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama menyebabkan objek
forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama
yakni filsafat alam yang kemudian menjadi dasar ilmu-ilmu alam atau the
natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam
cabang ilmu-ilmu sosial atau the social sciences.[15]
Ilmu-ilmu alam pada akhirnya terbagi dalam dua kelompok yakni ilmu
alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological
sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta
yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi),
kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit,
dan ilmu bumi yang mempelajari bumi). Tiap-tiap cabang-cabang pun mencipta
ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika,
bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik
(ilmu-ilmu murni) dan lain-lain.
Sementara ilmu ilmu
sosial adalah sekelompok disiplin keilmuan yang mempelajari aspek-aspek
yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
7)
Budaya
Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana
juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.
budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Ilmu yang terkait dengan syariah adalah
sebagai berikut :
a.
Fiqih ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan
tunduk (al-khudlu). Ubudiyah artinya tunduk dan
merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan
kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.[16]
Ibadah adalah bahasa arab yang secara etimologi berasal dari akar
kata عَبْدٌا-عِبَادَةً عَبِدَ-يَعْبُدُ-yang
berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada Allah)Kesemua
pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan.
b.
Fiqih muamalah
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam
seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan,
hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum
penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan yang
dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat
atau persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Kemudian para ulama
memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian
pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.[17]
Secara bahasa (etimologi) Fiqih (فقه) berasal dari kata faqiha (فقه) yang
berarti Paham dan muamalah berasal dari kata ’Amila yang berarti berbuat atau
bertindak atau Al ‘amaliyyah maksudnya yang berhubungan dengan amaliyah
(aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat, atau aktifitas lainnya, seperti
membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan lainnya. Muamalah adalah hubungan
kepentingan antar sesama manusia. Muamalah tersebut meliputi
transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan, dan hal-hal
yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan
sebaginya) dan pembagian warisan.
c.
Fiqh siyasah
Kata “fiqih siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “الفقه السياسي”
berasal dari dua kata yaitu kata fiqih (الفقه) dan yang kedua adalah al-siyâsî (السياسي).
Kata fiqih secara
bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Al-Qur’an {قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول}, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak memahami
banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية} yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang
sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan
al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “ساس – يسوس
– سياسة” yang memiliki arti
mengatur (أمر/دبّر), seperti di dalam hadis: “كان بنو
إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم كما يفعل الأمراء والولاة بالرعية”, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu
diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan mereka
seperti apa yang dilakukan pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti
kata-kata “ساس زيد الأمر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام
بأمره” yang artinya: “Zaid
mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi perkara tersebut”.
Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa bermakna: “القيام على الشيء بما يصلحه” yang artinya “bertindak pada sesuatu dengan apa yang patut
untuknya”.
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah
mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan.
Sedangkan di dalam Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah
membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang
menyelamatkan. Dan siasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas
dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar
negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan
istiqomah.
d.
Fiqih
munakahat
Fiqih adalah
satu term dalam bahasa Arab yang terpakai dalam bahasa sehari-hari orang Arab
dan ditemukan pula dalam Al-Qur’an, yang secara etimologi berarti “paham”.
Dalam mengartikan fiqih secara terminologis terdapat beberapa rumusan yang
meskipun berbeda namun saling melengkapi. Ibnu Subki dalam kitab Jam’al-Jawami’
mengartikan fiqih itu dengan:
العلم
بالاحكام الشرعية العملية المكتسب من أد لتها التفصلية.
Pengetahuan
tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang diperoleh dari dalil-dalil
yang tafsili.
Kata “munakahat” term yang
terdapat dalam bahasa Arab yang berasal dari akar kata na-ka-ha, yang dalam
bahasa Indonesia kawin atau perkawinan.[18]Kata kawin adalah
terjemahan dari kata nikah dalam bahasa Indonesia. Kata menikahi berarti
mengawini, dan menikahkan sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan
bersuami. Dengan demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama dengan
perkawinan. Dalam fiqih Islam
perkataan yang sering dipakai adalah nikah atau zawaj.
Bila kata “fiqh” dihubungkan
dengan kata “munakahat”, maka artinya adalah perangkat peraturan yang bersifat
amaliyah furu’iyah berdasarkan wahyu Illahi yang mengatur hal ihwal yang
berkenaan dengan perkawinan yang berlaku untuk seluruh umat yang beragama Islam
e.
Fikih waratsah
Istilah Fiqh Mawaris (فقه المواريث) sama pengertiannya dengan Hukum Kewarisan dalam bahasa
Indonesia, yaitu hukum yang mengatur tata cara pembagian harta peninggalan
orang yang meninggal dunia. Ada dua nama ilmu yang membahas pembagian harta
warisan, yaitu ilmu mawaris (علم المواريث) dan ilmu fara'id (علم الفرائض). Kedua nama ini (mawaris dan fara'id)
disebut dalam al-Qur'an maupun al-hadis. Sekalipun obyek pembahasan kedua ilmu
ini sama, tetapi istilahnya jelas berbeda. Kataمواريث adalah jama'
dari ميراث dan miras itu sendiri sebagai masdar dari ورث - يرث- ارثا - وميراثا .
Secara etimologi kata miras mempunyai beberapa arti, di antaranya:
al-baqa' (البقاء) , yang kekal; al-intiqal(الانتقال) "yang berpindah", dan
al-maurus (الموروث) yang maknanya at-tirkah (التركة) "harta peninggalan orang yang
meninggal dunia". Ketiga kata ini (al-baqa', al-intiqal, dan at- tirkah)
lebih menekankan kepada obyek dari pewarisan, yaitu harta peninggalan pewaris.
Adapun kata fara'id (الفرائض) dalam kontek kewarisan adalah bagian para ahli waris. Dengan
demikian secara bahasa, apabila ilmu yang membahas kewarisan disebut ilmu
fara'id karena yang dibahas adalah bagian para ahli waris, khususnya ahli waris
yang bagiannya sudah ditentukan. Apabila dibandingkan kedua istilah di atas
dalam pengertian bahasa, kata mawaris mempunyai pengertian yang lebih luas dan
lebih menampung untuk menyebut ilmu yang membahas tata cara pembagian harta
peninggalan orang yang meninggal dunia dibandingkan istilah fara'id.
3. Akhlaq
Akhlaq berisi ajaran tentang perilaku atau sopan santun. Akhlaq maupun
syari’ah pada dasarnya membahas perilaku manusia, tetapi yang berbeda di
antaranya adalah obyek materia. Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi
hukum yaitu : wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat
perbuatan manusia dari segi nilai / etika, yaitu perbuatan baik/ buruk.
Akhlaq merupakan sistematika yang memiliki spektrum yang luas, mulai sikap
terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta terhadap Allah SWT
a.
Khalik
Manusia sebagai hamba
Allah sepantasnya mempunyai akhlak yang baik kepada Allah. Hanya Allah–lah yang
patut disembah. Selama hidup, apa saja yang diterima dari Allah sungguh tidak
dapat dihitung. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Qur’an surat An-nahl :
18, yang artinya “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Akhlak kepada Allah
dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.
Berkenaan dengan
akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan
sebagai satu- satunya yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai
hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya
adalah sebagai berikut :
1)
Mentauhidkan Allah
2)
Bertaqwa kepada Allah
3)
Beribadah kepada Allah
4)
Taubat
5)
Membaca Al-Qur’an
6)
Ikhlas
7)
Khauf dan Raja’
8)
Tawakal
b.
Makluk
Akhlak terhadap manusia dapat dirinci menjadi:
1)
Akhlak terhadap rasulullah (Nabi Muhammad), antara lain:
a) Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan
kehidupan.
c) Menjadikan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
2)
Akhlak terhadap orang tua (Birrul Walidain), antara lain:
a)
Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b)
Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c)
Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata
lemah lembut.
d)
Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti
nasihatn baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu
bapak ridho.
e)
Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau
kedua-duanya telah meninggal dunia.
3)
Akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a)
Memelihara kesucian diri.
b)
Menutup aurat
c)
Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas dan rendah hati.
d)
Malu melakaukan perbuatan jahat
e)
Menjauhi dengki dan dendam.
f)
Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
g)
Menjauhi dari segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
4)
Akhlak terhadap keluarga karib kerabat antara lain:
a)
Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga
b)
Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
c)
Berbakti kepada ibu bapak
d)
Mendidik anak-anak dengan kasih sayang
e)
Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi yang dibina
orang tua yang telah meninggal dunia.
5)
Akhlak terhadap tetangga, antara lain :
a)
Saling mengunjungi
b)
Saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah
c)
Saling beri memberi, saling hormat menghormati
d)
Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan
6)
Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
a.
Memuliakan tamu
b.
Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan
c.
Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa
d.
Memberi makanan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupan
e.
Bermusyawarah dalam segala urusan
f.
Memtaati keputusan yang telah diambil
g.
Menepati janji
Akhlak kepada non
manusia adalah sebagai berikut :
a. Akhlak terhadap bumi, air dan sebagainya
Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan
hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Memakmurkan alam adalah mengolah
sumber daya yang berada di alam sehingga dapat memberi manfaat bagi
kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi
yang subur ini untuk diolah oleh manusia dengan kerja keras dan dipelihara
sehingga mampu melahirkan nilai yang tinggi. Kekayaan alam yang berlimpah
disediakan oleh Allah untuk digunakan oleh manusia dengan cara mengambil dan
memberi manfaat, baik dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk
perbuatan yang merusaknya
Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang
berlipat-lipat. Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya
akan mendatangkan malapetaka bagi manusia. Kita dapat menyaksikan dengan jelas
bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh akhlak yang buruk terhadap lingkungan
seperti hutan yang dieksploitasi tanpa batas sehingga melahirkan malapetaka
kebakaran hutan yang menghancurkan tanaman hutan dan habitat hewan- hewannya.
b. Akhlak nabati
Lingkungan hidup
merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan, bukan saja terhadap
manusia akan tetapi juga bagi makhluk yang lain seperti tumbuh-tumbuhan. Oleh
karena itu lingkungan harus tetap terjaga keserasian dan kelangsungan hidupnya
sehingga secara berkesinambungan tetap dalam fungsinya sebagai pendukung
kehidupan.
Akhlak terhadap
lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan insan yaitu dengan menjaga
keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha
yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan.
Apa yang kita saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap
lingkungan. Sehingga akhirnya , akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir,
tanah longsor, kebakaran, dan isu yang sering dibicarakan yaitu "global
warming" sedang mengancam manusia.
c.
Akhlak terhadap hewani.
Dikisahkan pada suatu
hari ketika Rasulullah SAW hendak pulang dari suatu tempat, terlihatlah seekor
kucing sedang tidur dengan anak-anaknya di atas jubah yang hendak dipakai
beliau. Beliau memperhatikan mahluk Allah yang sedang terkulai di atas
jubahnya, dan rupanya mereka tengah tertidur pulas. Alih alih membangunkan
mereka, beliau memilih memotong sebagian jubah hingga tidur
kucing-kucing tersebut tidak terganggu. Tidur lelap adalah salah satu nikmat
yang diberikan Allah SWT dan beliau rupanya merasa tidak layak mengganggu mahluk
Allah yang sedang merasakan nikmat tidur tersebut. Adakah perilaku lemah lembut
ini kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Adakah kasih sayang kita
pada para hewan yang juga menghuni planet ini?
Umat Islam tentu tahu , Rasulullah SAW bukanlah Nabi yang bergelimang harta
dan kemewahan, bisa jadi jubah tersebut hanya satu–satunya yang beliau miliki,
namun pengorbanan demikian tidaklah terasa berat olehnya. Maka jika
akhlak Rasulullah SAW terhadap hewan seperti kucing saja sedemikian tingginya,
bayangkanlah ahlak beliau terhadap manusia dan penciptanya. Hal ini
dinyatakan dalam Al Qur’ an dan terekam abadi sepanjang zaman.
Kesemua dari akhlak
ini dipelajari dari ilmu tasawuf. Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian
yang abadi.
Ada beberapa sumber
perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata
itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang
dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau
pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari
Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada
Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan
bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa"
("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang
beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad SAW yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan sumber
utama yang dijadikan oleh para mujtahid dalam menentukan hukum ajaran Islam.
Karena, segala permasalahan hukum agama merujuk kepada Al-Qur’an tersebut atau
kepada jiwa kandungannya. Apabila penegasan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an
masih bersifat global, maka hadist dijadikan sumber hukum kedua, yang mana
berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Sumber hukum yang lain
adalah ijtihad.
Kesemua dari sumber ajaran islam ini dipelajari dalam 3 bentuk yaitu
akidah, syariah dan akhlak. Dari ketiga bentuk ini dipelajari berbagai ilmu
baik itu ilmu ushuluddin, ilmu kalam, ilmu ibadah, muamalah, tasawuf dan
lain-lain sebagainya.
B.
Saran
Demikianlah makalah kami ini kami susun, kami menyadari makalah
ini masih banyak kekuranganya, oleh karenan itu, untuk menyempurnakan makalah
ini, kami berharap bagi para pembaca untuk tidak segan-segan memberikan saran
dan kritikan yang sifatnya membangun dan berguna, agar makalah ini bisa
mencapai kesempurnaan pada penyusunan selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya
penyusun mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
kita semua . Amin
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, dkk.
Studi Islam dalam ragam dimensi dan pendekatan, Jakarta: Kencana, 2012
Supadi Didik
Ahmad dan Sarjuni, Pengantar studi Islam, Semarang: Rajawali Pers, 2011
Musahadi HAM, Evolusi
Konsep Sunnah, Semarang: CV. Aneka ilmu, anggota IKAPI, 2000
Al-Baihaqi Abu
Bakar Ahmad bin al-Husain, Syu`abul
Iman, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1410, I,
Saliba Jamil. Mu’ajam al-falsafi, jilid
II.(Beirut: Dar al-kitab, 1979), 72.Lihat juga Abuddin Nata. Akhlak,
Al-Buraikan Ibrahim Muhammad bin Abdullah. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam.
Jakarta: Rabbani press.
Abduh Syekh Muhammad. 1992. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan
Bintang.
Fathul Mufid, M.S.I .2009. Ilmu
Tauhid/Kalam. Kudus: STAIN Kudus.
Rachmad Syafei, Fiqih
Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Nasrun, ushul fiqih 1, Ciputat; PT Logos Wacana Ilmu,1997
Lubis Ibrahim, Pengertian Hukum (Medan: Majannaii, 2012
Salim, Pengantar Hukum
Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika,2008
Kusuma Hilman
Hadi, Bahasa Hukum Indonesia, Cet. III, PT Alumni, Bandung, 2005
Jujun S.
Suriasumantri. 2005. Filsafat
ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Syarifudin Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta:
Kencana, 2003
Az-Zuhaili
Wahbah, Fiqih Muamalah
Perbankan Syariah Jakarta:
Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999
M. Saleh Husni, Fiqh Munakahat, Surabaya : Dakwah Digital Press, 2008
[1] Muhaimin, dkk. Studi Islam dalam ragam
dimensi dan pendekatan, Jakarta: Kencana, 2012, hlm.8
[2] Didik Ahmad Supadi dan Sarjuni, Pengantar
studi Islam, Semarang: Rajawali Pers, 2011 h. 169
[3] Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah,
Semarang: CV. Aneka ilmu, anggota IKAPI, 2000, hlm 80
[4] Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Syu`abul Iman, Beirut: Dar
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1410, I, hlm.3)
[5] Jamil Saliba. Mu’ajam al-falsafi, jilid II.(Beirut: Dar
al-kitab, 1979), 72.Lihat juga Abuddin Nata. Akhlak, 219-220
[6] Dr. Ibrahim
Muhammad bin Abdullah al-Buraikan. 1998. Pengantar
Studi Aqidah Islam. Jakarta: Rabbani press. Hal. 7.
[15] Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat ilmu sebuah pengantar
populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.hlm.93
[17] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah (Jakarta: Team Counterpart Bank
Muamalat Indonesia, 1999), hal. 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)