Jumat, 21 Oktober 2016

KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI INDONESIA

Makalah
Tentang
KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI INDONESIA


Dosen pembimbing

JURUSAN
FAKULTAS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2015 M




KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI INDONESIA
A.  Pendahuluan
Dalam kesempatan kali ini penulis akan mencoba memberikan gambaran dalam makalah ini tentang pengertian dan latar belakang lahirnya konsep kerukunanhidup beragama di Indonesia , metode pendekatan dan pola pembimbing kerukunan hidup beragama di Indonesia, sikap toleransi dalam kerukunan dan dialog antara umat beragama. Semoga makalah ini menambah pengetahuan kita semua.
B.  Pembahasan
1.    Pengertian dan latar belakang lahirnya konep kerukunan hidup beragama di Indonesia
Seringkali istilah kerukunan mengandung pengertian bahwa kondisi sosial hubungan antar penganut agama telah mengalami pertentangfan atau konflik.[1] 
Oleh karena itu, proses “rukun ” melalui upaya penyadaran dalam beragama dapat dilakukan melalui upaya penyamaan visi pemahaman , dan kesadaran terhadap eksistensi agama – agama yaitu setiap agama secara asensial memiliki nilai – nilai universal yang dapat diterima oleh tiap – tiap pihak yang berbeda keyakinan. Melarang berbuat jahat dan mengharuskan berbuat baik adalah salah satu nilai universal yang diajarkan oleh semua orang.
Dalam konteks hubungan antar agama, istilah rekunsilisasi paling tidak memberikan kesan atau pemahaman bahwa kehidupan beragama di Indonesia tidak harmonis dan sering menimbulkan konflik, disebut “tidak harmonis”. Sebab kehidupan beragama yang selama ini damai, berdampingan, saling memahami, menghargai dan menghormati satu sama lain terganggu oleh faktor- faktor tertentu terutama oleh situasi kehidupan ekonomi, sosial, cultural, dan politik tempat agama – agama itu hidup dan berkembang. Adapun konflik menunjukkan bahwa di manapun agama – agama itu berada, sekalipun situasi kehidupan sosial- politik stabil , tetap terjadi pertentangan.
Faktor – faktor itu dapat diketahui, paling tidak bahwa akar permasalahan terjadinya konflik antar umat beragama adalah tidak adanya kesadaran beragama yang bersumberkan dan ketidaktahuan atau kekurangpahaman terhadap agamanya sendiri terlebih agama orang lain.
Oleh karena itu, sisi teoritis nilai – nilai essensial dan universalitas agama secara moral harus mendasari tindakan manusia dalam beragama. Kesadaran beragama muncul dari pengetahuan , pengalaman, dan kebiasaan- kebiasaan melakukan introspeksi , re- evaluasi dan relevansi tindakan – tindakan keagamaan dengan lingkungan sekitarnya. Apalah artinya pengetahuan tanpa kesadaran atau sebaliknya kerukuan tidak ada artinya kalau tidak didasari oleh pengetahuan, penghayatan, dan kesadaran agama, apalagi jika hanya mengandalkan pendekatan – pendekatan kelembagaan formal dan seremonial belaka tanpa melihat nilai – nilai universal yang melekat pada diri manusia, seperti saling menyayangi, menghormati, cenderung, pada nilai – nilai kebenaran, memahami dan menyadari perbedaan dan sebagainya.  
2.    Metode Pendekatan dan Pola Pembinaan
Ada beberapa pikiran diajukan untuk mencari pola kerukuan dalam kehidupan beragama seperti apa yang disebut singkretisme yaitu “upaya mencampur baurkan segala macam agama menjadi satu , karena mereka berkeyakinan bahwa semua agama pada hakikatnya adalah sama”. Cara seperti ini ternyata tidak mendapat suara karena tidak dapat diterima, sebab dalam ajaran islam umpamanya khalig adalah lain  dari pada makhluk , zat yang menciptakan adalah lain dari yang diciptakan.
Pemikiran lain adalah dengan jalan reconception artinya “menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasi dengan agama – agama lain.” Golongan ini berpendapat bahwa segala agama adalah sama saja, yang menjadi pokok persoalan dalam pemikiran mereka ialah bagaimana dapat dipenuhi rasa kebutuhan akan adanya suatu agama dunia.
Adapun dalam upaya merealisasikan keharmonisan hidup beragama itu pemerintah telah menciptakan pola pembinaan dan pemeliharaan kerukunan hidup beragama diarahkan kepada tiga bentuk :
1.             Kerukunan intern umat beragama
2.             Kerukunan antar umat beragama
3.             Kerukuanan umat beragama dengan pemerintah
Ketiga bentuk pola pembinaan tersebut diatas dijalankan dalam bemntuk sebagai berikut : 
a.    Kerukunan intern umat beragama
Hal ini dijalankan dengan cara musyawarah intern umat beragama, dengan tujuan menghimpun dan mempertemukan para ulama dan pemuka – pemuka agama maupun tokoh generasi muda dikalangan umkat beragama untuk mendiskusikan atau mencari pemikiran dalam rangka menemukan persamaan dan kesepakatan untuk hubungan kehidupan sehatri –hari dalam masalah – masalah keagamaan, kemasyarakatan, dan pembangunan
b.     Kerukunan Antar umat beragama
Hal ini dijalankan dengan cara observas, studi kasus, kerjasama sosial kemasyarakatan , kegiatan bersama antar umat beragama dan penulisan monogarfi kerukuan antar umat beragama. Observasi adalah mencari landasan pembinaan kerukunan, caranya adalah dengan menjajaki pendapat ulama/ pemuka agama / pejabat dan pemerintah daerah dan instansi departemen agama di lokasi yang bersangkutan.
c.    Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah
Hal ini dijelaskan dengamn cara pekan orientasi kerukunan antar uymat beragmaa dengan pemerintah. Tujuannya adalah mempertemukan antara pemimpin / pemuka agama dengan pemerintah, baik tingkat nasional maupun daerah agar saling memberikan informasi dan tanggapan dal;am rangaka kerukunan hidup beragama tersebut.
3.    Sikap toleransi dalam kerukuana hidup beragama di indonesia
Sikap menghargai dan menghormati agama – agama lain itu dalam pengertian umum sering diistilahkan dengan toleransi.
Dalam suatu pertemuan antara pemuka – pemuka / tokoh – tokoh agama kristen protestan dan katolik bapak Aang Kuncefi antara lain juga mengemukakan bahwa “sesuai dengan azas – azas demokrasi Pancasila maka setiap pemeluk agama hendaknya beroleh kebebasan mengembangkan agamanya masing – masing.”
Oleh karena itu maka toleransi beragama adalah syarat mutlak dfalam mewujudkan adanya persaudaraan, kerukunan dan persatuan dikalangan masyarakat bangsa Indonesia.
a.       Arti toleransi [2]
Toleransi berasal dari bahasa Latin “tolere” artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, berhati lapang, terhadap orang – orang yang berlainan aliran. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan / aliran yang dibiarkan itu, akan tetapi mengakui kebebasan serta hak – hak azasi penganutnya.
b.      Macam – macam toleransi
1.      Toleransi negatif
Toleransi negatif adalah toleransi yang isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai tetapi dibiarkan saja karena terpaksa
2.       Toleransi positif
Toleransi positif ialah toleransi yang isi ajarannya ditolask, tetapi penganutnyha diterima serta dihargai.
3.      Toleransi ekuminis
Toleransi Ekuminis ialah toleransi yang isi ajaran serta penganutnya dihargai karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur – unsur kebenaran yang berguna untuk memperdaqlam kepercayaan sendiri
Mengenai macam – macam toleransi Dr. Piet Maku Waso membedakan
1.        Toleransi privat atau perseorangan artinya seseorang menahan dengan sabar terhadap orang – orang perorangan ataupun terhadap kelompok / golongan beragama lain  
2.        Toleransi publik   artinya suatu kelompok / golongan menahan dengan sabar terhadap kelompok golongan beragama lain
Toleransi publik ini dibagi lagi ke dalam :
a.         Toleransi antar institusi agama
Yang dimaksud dengan institusi agama ialah badan atau lembaga yang didirikan langsung oleh pendiri agama atau tak langsung tapi atas dasar kitrab suci yang bertugas memelihara kebenaran dan keutuhajn ajaran agamanya serta menyebarkannya.
Objek toleransi antar institusi adalah ajaran yang berbeda atau yang bertentyangan dan norang – oreang tyang mengajar dan menganut ajaran tersebut  
b.         Toleransi sipil
Pada umumnyta toleransi sispil berarti bahwa kepada semua penduduk suatu negara bdibedakan kebebasan dengan ketentuan perundang – undangan negara untuk masing – masin g menjalankan agamanya dan semua agama diakui mempunyai kedudukan yang sama.
c.       Perlunya / usaha – usaha toleransi
Mengenai perlunya sikap lapang dada dalam membina kerukunan hidup beragama ini, prof. Dr. A. Mukti Ali mengatakan “kerukunan hidup beragama hanya akan bisa dicapai apabila tiap – tiap golongan bersikap lapangh dada satu sama lain.”
Untuk menciptakan kerukunan hidup beragama atas dasar kelapangan dada itu, maka bukan semangat umntuk menang sendiri yang perlu dikembangkan melainkan prinsip “setuju dalam perbedaan “.
“Setuju dalam perbedaan ” berarti orang yang menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi , keyakian, kebiasaan dan pola hidupnya , menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasan untuk menganut agamanya sendiri. 
4.    Dialog antar Umat beragama
a.       Arti dialog
Dialog berasal dari kata yunani “dialog as” artinya percakapan, pembiaran. Lalu dialog memperoleh arti wawancara atau tukar – menukar pikiran dalam nama kedua belah pihak sering mendengarkan dan mengemukakan pendapat , mengajukan argumen- argumen serta alasannya
Dengan demikian dialog ialah pertukaran pikiran dengan maksud menerangkan pendapat / keyakinan masing – masing, mempertimbangkannya dan berusaha memahami pendapat lain.
b.      Tujuan dialog
Dialog tidak dimaksudkan untuk membanding – bandingkan perbedaan atau mengukur benar tidaknya ajaran atau keyakinan yang kita peluk, tetap lebih banyak untuk memecahkan masalah bersama kita hadapi itu, paling tidak untuk penganut agama kmita masing – masing memperbandfingkan ajaran agama kiranya sudah tepat dilakukan secara akademik di universiotas daripada dalam suatu dialog , karena dalam suatu dialog antara berbagai umat, sudah jelas asumsinya ialah dialog diantara berbagai umat yang yakin agamanya masing – masing.
c.        Sikap – sikap yang perlu diperhatikan dalam dialog
Mengenai sikap dalam dialog antar agama Dr. R. Hamdawiryana menulis sebaghai berikut ;
Mengingat bahwa masyarakat in donesia banyak menunjukkan kecondongan akan keselarasan dan kerukunan yang tak jarang membuahkan sikap ekletisisme  dan sinkretisme, maka perlu kiranya ditekankan bahwa seprti halnya dengan sikap dialog , begitu pula dialog antar agama mensyaratkan bahwa supaya tiap – tiap pihak mempunyai dan sanggup mempertahankan pendiriannya. [3]
C.    Penutup
Demikianlah makalah yang dapat penulis buat, semoga dengan makalah ini pembbbbaca bisa memahami kerukunan hidup beragama di Indonesia





[1] Adeng Muchtar ghazali, Ilmu Studi Agama (bandung : Pustaka Setia : 2005 ) h. 13 – 15
[2] Ap. Budiyono, membina kerukunan Hidup Antar Umat beragama ( Yogyakarta : kanisius 1983 ) hal 140-145
[3] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)