Jumat, 21 Oktober 2016

KULLYAH KHAMSAH/PREDICABLE

B. PEMBAHASAN
KULIAH KHAMSAH/PREDICABLE
A.    Pengertian Lafaz kulli/Predicable
Aristoteles mengatakan bahwa ada empat jenis predicable/kulliya khamsah, yaitu Proprium, Definisi, Genus, dan Accident. Prophyrry, seorang ahli filsafat penganut Neo-Platonisme mengemukakan 5 jenis predicable, yaitu Genus, Species, Differentia, Proprium, dan Accident[1]
Kulli atau kata umum adalah lafaz tunggal yang mencakup beberapa unit yang banyak. Contoh : lafaz sungai yang mencakup sungai nil, brantas, efurat dan sungai-sungai yang lainnya.[2]
مَا لَا يَمْنَعُ تَصَوُّرُ مَعْنَاهُ مِنْ وُقُوْعِ الشِّرْكَةِ فِيْهِ    
Yaitu: Suatu lafaz yang dengan memahami maknanya tidak tertutup kemunkinan ada serikat atau kebersamaan pada maknanya.
            Contoh:
Dalam kata-kata “tuhan” tidak tertutup kemunkinan mempunyai makna yang banyak, dan bukan hanya allah saja (tuhan yang haq disembah)[3]
B.     Pembagian lafaz kulli
Lafz kulli terbagi kepada dua bagian, yaitu : kulli zati dan kulli aridhi.
1.       Kulli zati
Adalah lafaz kuli Yang menunjuk pada mahiyah ( hakikat) sepenuhnya yang kepadanya dapat diajukan pertanyaan: apa dia,,?
Contoh:
Hayawan atau natiq, dilihat dari lafaz insan. Kata hayawan ,begitu juga natiq merupakan bagian dari insan, karena insan adalah hayawan al-natiq, lafaz hayawan merupakan bagian dari insan (sebagai mahiyah atau hakikat). Karena insan adalah hayawan al-natiq, dan insan adalah mahiyah atau hakikat hayawanun natiq, jadi hayawan dan natiq adalah lafaz kulli zati, begitu juga insan . kepada insan dapat diajukan pertanyaan apa dia, ?
Kulli zati terbagi kepada tiga: yaitu jenis, nau’ dan fashal.
a.      Jenis
Adalah lafaz kulli yang masdhaqnya terdiri dari subtansi  ( hakikat) yang bereda, atau lafaz kulli yang dibawahnya terdapat lafaz-lafaz kulli yang mempunyai makna lebih khusus.
Contoh:
Lafaz hayawan mengandung makna manusia dan hewan-hewan lainnya, seperti kambing, kerbau dan lainnya. Manusia, kambing dan kerbau itu hakikat maknanya lebih khusus daripada hewan. Kepada hewan, natiq dan insan dapat diajukan pertanyaan : apa dia,
Lafaz kulli yang lebih umum dari hakikat, seperti: kata “hayawan” lebih umum daripada “hayawan natiq”[4]
                                    Jenis terbagi kepada tiga yaitu:
1)       Shafil.
Yaitu lafaz kulli yang tidak ada jenis dibawahnya, tetapi diatasnya terdapat beberapa jenis.
Contoh: Hayawan ,
Diatas lafaz kulli hayawan terdapat beberapa jenis, yaitu nami, jism dan jauhar. Sedang dibawahnya tidak ada lagi kecuali hakekat-hakekat(subtansi) yang berbeda. Yaitu manusia, sapi, kambing, kerbau dan yang lainnya.
2).   Mutawasith.
Yaitu lafaz kulli yang diatasnya terdapat jenis, dan dibawahnya pun terdapat jenis.
Contoh: nami (yang tumbuh).
Diatas lafaz kulli nami terdapat jenis, yaitu jisim dan dibawahnya pun terdapat jenis, yaitu hayawan.
3). ‘Ali.
Yaitu lafaz kulli yang tidak ada jenis lagi diatasnya, tetapi dibawahnya terdapat beberapa jenis.
Contoh: jauhar.
Diatas lafaz kulli jauhar tidak ada lagi jenis, tetapi dibawahnya terdapat beberapa jenis, yaitu jisim, dan hayawan.
b.      Nau’
Lafaz kulli yang mashadaqnya terdiri dari hakikat-hakikat yang sama, seperti lafaz insan yang mashadaqnya adalah mustafa, ibrahim, amin, ali dan lain sebagainya yang semuanya mempunyai hakikat ang sama. [5].  Secara sinkatnya nau’ adalah kulli zati yang menjadi unkapan sinkat dari hakikat / mahiyah. Seperti إنسان  adalah unkapan sinkat dari hakikat حيوان الناطق  [6]
Nau’ terbagi kepada dua macam yaitu:
a).  Nau’ haqiqi.
Adalah lafaz kulli yang berada dibawah jenis, sedang mashadaqnya merupakan hakikat yang sama. Nau’ haqiqi ini tidak ada lagi dibawahnya kecuali jiz’inya.
Contoh: insan
Lafaz insan adalah nau’ yang berada dibawah hayawan (jenis). Didalam lafaz kulli insan terdapat banyak hakikat yang sama, seperti amin, budi, kamil, dan lain sebagainya.
b).  Nau’ idhafi
adalah lafaz kulli yang berada dibawah jenis, baik hakikatnya sama maupun tidak.
Conto: Hayawan
Lafaz hayawan berada dibawah jenis al-nami (yang berkembang atau tumbuh), sedangkan hkikat dari nami tidak sama, yaitu manusia, kambing, kelapa, dan yang lainnya. Hayawan dikatakan nau’ dibanding dengan jisim dan nami yang diatasnya, tapi ia dikatakan jenis dibandinag dengan insan, kambing, sapi dan lainnya yang dibawahnya.[7]
Nau’ idahafi terbagi kepada dua:
1.         Safil.
Yaitu lafaz kulli yang tidak ada lagi dibawahnya kecuali subtansi juz’inya,
Contoh: insan
Lafaz insan tidak ada lagi nau’ dibawahnya. Yang ada dibawahnya hanyalah juz’inya yaitu: budi, kamal, anton, dan yang lainnya.
2.      Mutawassith
Yaitu lafaz kulli yang dibawahnya terdapat nau’ dan atasnya terdapat nau’
Contoh: hayawan dan al-nami
Diatas hayawan terdapat nau’ yaitu al-nami dan dibawahnya ada nau’ yaitu al-insan. Demikian juga dengan al-nami diatasnya ada nau’ yaitu jisim, dan dibawahnya juga ada nau’ yaitu al-hayawan.
3.      ‘Ali.
Yaitu lafaz yang tidak ada lagi diatasnya kecuali jenis  ‘Ali.
Contoh: al-jismu
Lafaz al-jismu tidak ada lgi diatasnya kecuali jenis ‘ali  yaitu al-jauhar. [8]
c.       Fashl
Yaitu kulli zati yang sama dengan hakikat / mahiyah, seperti natiq, tinkat keumuman natiq dengan hayawan adalah sama.[9]
Fashal terbagi kepada dua yaitu:
1.      Fashal qarib
Adalah ciri yang membedakan sesuatu dari sesuatu yang menyamainya dalam jenisnya yang dekat (qarib)
Contoh: berfikir
Kata dapat befikir adalah fashal qarib bagi manusia yang membedakannya dari yang menyamainya dalam satu jenis, yaitu hayawan ( kambing, kerbau dan yang lain)
2.      Fashal ba’id
Yaitu kulli (kata umum) yang berupa alat untuk membedakan dengan jenis yang lain yang jauh.
Contoh: merasakan atau berperasaan
Adalah alat untuk membedakan antara manusia degan jenis lain yang jauh seperti hewan[10]
2.       Kulli ‘aridhi
Yaitu suatu lafaz yang mencakupi sesuatudan dia bukan bagian dari hakikat sesuatu tersebut[11]
Kulli ‘aridhi terbagi kepada dua bagian yaitu:
a.    ‘aradh khas.
Yaituyaitu kata umum yang khusus pada hakikat zat serta tidak disifati kecuali hanya bagian-bagiannya saja.
Contoh:
Unkapan “tertawa” disandarkan kepada manusia, atau kata “mampu mengetahui bahasa” disandarkan pada manusia,
b.   ‘aradh ‘am
Yaitu kata umum yang sama antara satu hakikat dengan beberapa hkikat yang lainnya.
Contoh:
Kata “putih” disandarkan pada manusia, karena yang disifati putih bukan saja manusia tetapi juga bisa benda lain.[12]




C.    PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Predicable adalah bagian dari proposisi yang menyatakan bahwa ia mempunyai hubungan subyek atau tidak. Pembagian Predicable yaitu: Genus dan species, Adalah dua kelompok yang saling berhubungan./ kuli terbagi kepada dua pembagian yaitu:1. Dzati, 2. ‘aridhi, kulli zati terbagi menjadi tiga bagian yaitu: jenis, nau’ dan fashal. Jenis terbagi menajdi tiga: safil, mutawasith, ‘ali. Nau’ terbagi menjadi dua: haqiqi dan idhafi. Fashal terbagi menjadi dua: qarib dan ba’id. Kulli ‘aridhi terbagi menajadi dua yaitu: khassah dan ‘ammah.
Differentia adalah ciri yang membedakan suatu species dengan species lainnya dalam satu genus. Proprium, proprium bukan merupakan ciri daripada sesuatu term yang didefisinikan. Accident, accident adalah atribut tambahan yang tidak termasuk ciri pembeda atau sifat atau akibat dari sifat yang dimiliki, tetapi hanya tambahan yang tidak menyebabkan perbedaan pokok.

2.      KRITIK/SARAN
Demikian, makalah mengenai predicable dan pembagiannya. Semoga apa saja yang telah kami tulis bisa bermanfaat dan yang benar niat untuk amal serta sampaikan kepada orang yang belum tahu. Apabila ada benarnya itu semata-mata dari Allah SWT dan apabila ada salahnya itu dari kebodohan, keteledoran kami sendiri. Pemakalah sangat mengharapkan kritik dan sarannya pemakalah ucapkan terimakasih.




DAFTAR PUSTAKA
Bayhaqi, ilmu mantiq, darul ulum pres, radar jaya offset, jakarta,
Partap Sing Mehra, Pengantar Logika Tradisional, (Bandung: Binacipta )
Syekh muhammad nur al-ibrahimy, ilmu mantiq, “al-miftah” surabaya.
Idhahil mubham




[1] Partap Sing Mehra, Pengantar Logika Tradisional, (Bandung: Binacipta ), h. 24
[2] Muhammad nur al-ibrahimy, ilmu mantiq, (surabaya: al-miftah),  h. 22
[3] Idhahil mubham, logika dasa. h. 55
[4] Ibid, h. 57
[5] Bayhaqi, ilmu mantiq,  (jakarta: daru ulum pres), h. 43
[6] Idhahil mubham, op.cit, h. 59
[7]  Bayhaqy, op. cit, h. 45
[8] Ibid, h. 46
[9]  Idhahil mubham, op.cit, h.60
[10] Muhammad nur al- ibrahimy, op.cit, h. 27
[11] Idahil ubham, op.cit, h. 61
[12] Muhammad nur al-ibrahimy, op.cit, h. 28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)