Jumat, 07 Oktober 2016

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN- NORMA DALAM MASYARAKAT

MAKALAH
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
Tentang
NORMA DALAM MASYARAKAT






Oleh :
Fadhilah Ali Musawi
Tri Santoso
Dea Sri Oktarimon




Dosen pembimbing :
Ridha Mulyani,SH,MH

JURUSAN JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H / 2016 M


 


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah system semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Setiap manusia, baik sebagai individu atau anggota masyarakat selalu membutuhkan bantuan orang lain. Dalam interaksi sosial tersebut, setiap individu bertindak sesuai dengan kedudukan, status sosial, dan peran mereka masing - masing. Tindakan manusia dalam interaksi sosial itu senantiasa didasari oleh nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Melihat fakta di lapangan, masih banyak individu atau kelompok dalam masyarakat yang melakukan pelanggaran norma. Kurangnya kesadaran menjadi penyebab utama dalam masalah ini. Padahal, pada teori maupun prakteknya, masyarakat terikat oleh norma-norma yang berlaku agar bisa melangsungkan hidup secara teratur. Tapi kenyataannya, masyarakat masih buta akan pentingnya menaati norma-norma yang telah ditetapkan. Karena pada dasarnya, norma itu ada untuk membentuk masyarakat kearah yang lebih baik lagi. Menangkap fenomena ini, penulis tergerak untuk menelaah lebih dalam mengenai “Pelanggaran Terhadap Norma-norma dalam Masyarakat” .

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian norma?
2. Apa saja macam-macam norma dalam masyarakat?
3. Mengapa masyarakat melakukan pelanggaran norma-norma?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Norma
Norma adalah ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya denga sessamanya ataupun dengan lingkungannya. Istilah Norma berasal dari bahasa latin, atau kaidah dalam bahasa arab, sedangkan dalam bahasa indoensia sering disebut dengan pedoman, patokan atau aturan. [1]
Norma adalah petunjuk hidup yang merupakan pedoman, patokan, atau ukuran untuk berperilaku yang pantas dalam pergaulan hidup bersama masyarakat.[2]
Dalam kehidupan sehari-hari antar individu dalam masyarakat, kadang terjadi benturan kepentingan baik secara kelompok maupun individu maka norma berfungsi menyelaraskan prilaku yang ada dalam masyarakat tersebut. Selain fungsi tersebut norma biasa dijadikan sebagai alat untuk mengatur masyarakat agar setiap orang bertingkah laku dalam suatu komunitas berdasarkan keyakinan dan sikap-sikap yang harus ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan invidu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkangan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Masyarakat yang mnginginkan hidup aman, tentram, dan damai, tanpa gangguan, maka setiap mausia perlu adanya pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat hendaknya mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata aturan itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa arab) atau norma (berasal dari bahasa latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi dan menurut isinya berwujud perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B.     Norma dalam masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Ada empat macam norma yang mengatur pergaulan hidup bersama dalam masyarakat yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum. Kaidah (norma) sifatnya abstrak, tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Peraturan hukum tertulis dalam perundang-undangan adalah pembadanan (manifestasi) dari kaidah (norma) itu. Kaidah juga dimanifestasikan dalam bentuk rambu-rambu, simbol-simbol dan lain sebagainya.[3]
Macam- macam norma yang berlaku dalam masyarakat:
1.      Norma sosial
Norma sosial merupakan pengertian yang meliputi bermacam-macam hasil interaksi keompok,baik hasil interaksi daripada kelompok-kelompok yang telah lampau,maupun hasil interaksi kelompok yang sedang berlangsung.
Norma sosial adalah patokan-patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma-norma itu. Dalam pada itu tidak semua kelompok mempunyai norma-norma tingkah laku dan sikap-sikap mengenai situasi yang dihadapi oleh anggota-anggota kelompok itu dalam interaksinya. Bermacam-macam kelompok dapat memiliki bermacam-macam norma-norma bermacam-macam situasi interaksi.[4]


Adapun macam-macam norma sosial tersebut
a.       Norma kelaziman (volkways)
Norma-norma yang diikuti tanpa berfikir panjang melainkan hanyalah didasarkan atas tradisi/kebiasaan. Norma ini tidak memerlukan sangsi/ancaman hukuman untuk berlakunya.
Pada umumnya orang yang menyimpang dari kelaziman dianggap sinting, aneh, ditertawakan, diejek dan sebagainya. Misalnya penyimpangan dalam acara makan, minum, berpakaian dan sebagainya.[5]

b.      Norma kesusilaan (mores).
 Kesusilaan ini biasanya dihubungkan dengan keyakinan keagamaan. Barang siapa yang melanggar kesusialaan biasanya tidak ada hukumannya. Dia diisolir/disingkir oleh masyarakat dan menjadi buah mulut masyarat. Contoh norma ini diantaranya ialah:
1.“Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
2.“Kamu harus berlaku jujur”.
3.“Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
4.“Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.

2.      Norma hukum
                 Norma ini ada 2 macam:
Ø  Tertulis misalnya : hukum pidana, hukum perdata, dan lain lain
Ø   Tidak tertulis misalnya            : hukum adat
Bagi aturan ini bagi orang yang melanggarnya akan mendapat sangsi/hukuman. Biasanya negara menyediakan alat pemerintah untuk memaksa anggota masyarakat agar tidak melanggar hukum itu. Hukum ini pada umumnya lebih bersifat  irrasionil atas dasar kepentingan masyarakat.
Peraturan - peraturan yang timbul dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat - alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundang - undangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan - peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah :
1)      “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setinggi - tingginya 15 tahun”.
2)      “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli
3)      Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga perundang - undangan. Perundang - undangan baik yang sifatnya nasional maupun peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk membuatnya. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.
3.      Mode  (Fashion)
Pebuatan ini biasanya dilakukan dengan tiru-tiru atau iseng-iseng saja. Mode ini di dalam masyarakat biasanya sangat cepat berkembang. Pada dasarnya orang mengikuti mode adalah untuk mempertinggi gengsinya menurut anggapannya.
4.      Norma Agama
Peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah - perintah, larangan - larangan dan ajaran - ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
1.      “Kamu dilarang membunuh”.
2.      “Kamu dilarang mencuri”.
3.      “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
4.      “Kamu harus beribadah”.
5.      “Kamu jangan menipu”.

5.      Norma Kesopanan
Norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing - masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a)      “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain - lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
b)      “Jangan makan sambil berbicara”.
c)      “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
d)     “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang - ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup. Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan - kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat.. Alasan Masyarakat Melanggar Norma   
Berikut ini adalah beberapa hal diantaranya alasan seseorang melakukan perbuatan melanggar norma.[6]
1. Tidak tahu
Alasan yang paling umum kenapa seseorang melanggar norma adalah dengan alasan tidak tahu ada aturan. Alasan ini sebenarnya alasan klasik, karena setiap tindakan manusia ada aturan yang mengaturnya, apalagi jika negara sudah menyatakan dirinya negara hukum. Alasan ini tidak membebaskan seseorang dari sanksi hukum.
2. Tidak mau tahu
Banyak orang tahu aturan ketika melakukan suatu tindakan atau perbuatan, tetapi aturan itu dilanggar dan diabaikan. Biasanya orang seperti ini merasa hukum telah menjadi penghabat bagi pencapaian keinginannya. Sepanjang tidak ada yang mengusik atau merasa aman-aman saja, ia akan terus melakukannya dan ia baru berhenti saat perbuatannya ada yang melaporkannya, atau tertanggkap petugas hukum dan diproses secara hukum. Tindakkan orang serupa ini tergolong perbuatan melanggar hukum yang mendasar karena ada unsur kesengajaan.
3. Terpaksa
Kebanyakan orang memberikan alasan mengapa ia melanggar aturan karena terpaksa. Orang itu merasa tidak ada pilihan lain, ia tepaksa melakukannya bisa jadi karena kondisi ekonomi, social atau dilakukan atas perintah atasan, atau pun karena diancam. Alasan terpaksa terkadang hanya merupakan alibi, sebab keadaan terpaksa dalam hukum itu ada ukuran dan nilainya.
4. Tidak mampu mengendalikan diri
Sabar adalah sebagian dari iman. Tetapi seseorang melanggar karena tidak sabar, sehingga tidak mampu mengendalikan dirinya, dan emosinyalah yang meledak. Biasanya perbuatan melanggar pada orang seperti ini, oranganya tidak berfikir panjang dan tidak memikirkan akibat hukum dari perbuatan atau tindakkannya. Bagi orang serupa ini, urusan hukum belakangan yang terpenting baginya ia harus puaskan dan salurkan emosinya terlebih dahulu.
 5. Sudah Terbiasa.
Orang yang sudah biasa melanggar aturan bukan lagi hal yang aneh dan merepotkan untuk kembali melakukan pelanggaran. Meskipun sudah pernah mendapat ganjaran, tetapi ganjaran yang pernah ia terima itu bukannya membuat dia sadar, melainkan ia makin paham dan mahir untuk melakukan pelanggaran lagi. Orang seperti ini sudah memperhitungkan akibat yang akan diterima apabila ia melanggar dan perbuatan itu dilakukannya dengan penuh kesadaran. .

6.  Karena ada kesempatan
Pada prinsipnya manusia terlahir baik dan nilai-nilai kebaikan itu ada dalam diri setiap manusia. Dan manusia pada umumnya cenderung berbuat baik atau melakukan yang baik-baik. Tetapi karena ada kesempatan atau peluang, ia pun melakukan suatu perbuatan yang melanggar.

7.  Tidak setuju dengan ketentuan yang ada  
Alasan ini jarang terjadi, tetetapi bila diselidiki mungkin pernah terjadi. Alasan melanggar dalam konteks ini lebih merupakan berkatan dengan prinsip yang dianut seseorang. Tetapi ia tidak dapat dijadikan alasan pembenar, karena setiap aturan yang dibentuk tidak bisa memuaskan setiap orang. Artinya jika suatu aturan sudah dibuat dan disepakati oleh lembaga yang sah dan berwenang, maka setiap orang harus mematuhinya.

8.  Merasa selalu benar
Tidak jarang juga orang melanggar karena merasa dirinya yang paling dan ia menganggap dirinya mengerti benar dengan aturan yang ada. Orang ini seringkali mengabaikan nasehat orang lain dan selalu mencarikan alasan-alasan bagi pembenaran perbuatannya, meskiipun kepadanya telah ditunjukkan ada aturan lain dari aturan yang dipahaminya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
 Norma adalah ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya denga sessamanya ataupun dengan lingkungannya. Istilah Norma berasal dari bahasa latin, atau kaidah dalam bahasa arab, sedangkan dalam bahasa indoensia sering disebut dengan pedoman, patokan atau aturan
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut
Ada empat macam norma yang mengatur pergaulan hidup bersama dalam masyarakat yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum. Kaidah (norma) sifatnya abstrak, tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Peraturan hukum tertulis dalam perundang-undangan adalah pembadanan (manifestasi) dari kaidah (norma) itu. Kaidah juga dimanifestasikan dalam bentuk rambu-rambu, simbol-simbol dan lain sebagainya

B.     Saran-saran
Dengan adanya makalah yang pemakalah paparkan ini mudah-mudahan bisa kita tarik kesimpulan yang sebenarnya dan bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.





DAFTAR PUSTAKA

Huky wila. 1985. Pengantar Sosiologi. Surabaya : Usaha Nasional
Indrati Maria Farida, Ilmu perundang-undangan 1 Kanisius, Yogyakarta : 2007
 Soedjono. 1997. Pokok-pokok Sosiologi Sebagai Penunjang Studi Hukum. Bandung : Alumni
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989
Syahrani Riduan, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, PT. Alumni, Bandung, 2009






[1] Maria Farida Indrati, Ilmu perundang-undangan 1 ( Kanisius, Yogyakarta : 2007) hlm.18
[2] Syahrani Riduan, H., S.H., Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, PT. Alumni, Bandung, 2009, Hlm 113-14
[3] Soekanto Soerjono dan Purbacaraka Purnadi, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, Hlm. 6
[4] Mann Heim, karl.. Sosiologi sistematis. (Jakarta : Bina aksara:1959) hlm.56
[5] Soedjono. 1997. Pokok-pokok Sosiologi Sebagai Penunjang Studi Hukum. Bandung : Alumni h.36
[6] Soedjono,Op.cit.hlm. 38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)