TUGAS
HUKUM INTERNASIONAL
Tentang
SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL (Zaman Yunani, Romawi Kuno, Abad
Pertengahan)
O l e h:
Kelompok II
Dosen
Pembimbing
Neni Vesna
Madjid, S.H., M.H.
JURUSAN
JINAYAH SYIASAH
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
IMAM
BONJOL PADANG
1437 H/ 2016 M
SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL (Zaman Yunani, Romawi Kuno, Abad
Pertengahan)
A. Zaman Yunani
Lingkungan
kebudayaan yang juga sudah mengenal aturan yang mengatur berbagai kumpulan
manusia ialah lingkungan kebudayaan yunani yang sebagaimana kita ketehaui
yunani hidup dalam berbagai Negara-negara kota.menurut hukum Negara-negara kota
ini,penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu penduduk asli yunani dan
penduduk dari luar yunani atau biasa disebut bangsa biadab (barbar). masyarakat
yunani sudah mengenal ketentuan perwasitan (arbitrasi) dan diplomat yang tinggi
tingkat perkembangannya. Mereka juga menggunakan wakil-wakil dagang yang
melakukan banyak tugas yang sekarang disebut konsul. Akan tetapi, sumbangan
yang paling berharga dari yunani untuk hukum internasional ialah konsep hukum
alam yang secara mutlak berlaku dimana saj dan di Negara-negara mana saja dan
bearasal dari rasio atau akal manusia. Konsep hukam ala mini ialah kkonsep yang
telah dikembangkan oleh para ahli filsafat yang hidup pada abad II sebelum
masehi. Dari yunani, pelajaran hukum alam ini diteruskan ke roma dan romalah
yang memeperkenalkan ajaran hukum alam ini kepada dunia hingga saat ini.
Sebagaiman kita ketahui, pelajaran hukum ala mini telah memainkan peranan
penting dalam sejarah hukum internasional dan setelah terdesak beberapa waktu oleh
ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan lagi setelah perang dunia
II.menurut golongan positivist,hukum yang mengatur hubungan antar Negara adalah
prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan sendiri.
Dasar
hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara Negara-negara yang
diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internaasional.
Hukum internasional ini pula yang mengatur hubungan anatara kerajaan-kerajaan
tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman romawi. Hal ini mungkin
mengherankan apabila diingat bahwa semasa kerajaan romawi telah dikenal suatu
system hukum yang tinggi tingkat perkembangannya. Tidak berkembangnya hukum
bangsa-bangsa yang mangatur hubungan antar bangsa-bangsa disebabkan oleh
masyarakat yang merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai
seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan romawi. Walaupun demikian hukum
romawi ini sangat penting bagi perkembangan hukum internasional selanjutnya. Konsep
hukum romawi yang berasal dari hukum perdata kemudian memegang peranan penting
dalam hukum internasional ialah konsep seperti occupation,servitut,dan bona
fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan romawi yang
berharga.
Menurut
anggapan anggapan umum selama abad pertangahan tidak dikenal satu system
organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari Negara-negara merdeka, menurut
berbagai banyak penyelidikan yang terakhir anggapan tadi ternyata tidak
seluruhnya benar. Memang benar selama abad pertengehan dunia barat di kuasai
oleh satu system feudal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan geraja
berpuncak pada paus sebagai kepala gereja katolik roma. Masyarakat eropa pada
waktu itu satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa Negara yang
berdaulat dan takhta suci. Masyarakat eropa inilah yang menjadi pewaris
kebudayaan romawi dan yunani.
B. Romawi Kuno
Pada
masa Romawi kuno, hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan tidak mengalami
perkembangan karena masyarakat bangsa-bangsa adalah satu imperium, yaitu
Imperium Romawi. Sumbangan utama bangsa Romawi bagi perkembangan hukum pada
umumnya dan sedikit sekali bagi perkembangan hukum internasional.
Pada
masa Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius Naturale dan Ius Gentium. Ius Gentium
(hukum masyarakat) menunjukkan hukum yang merupakan sub dari hukum alam (Ius
Naturale). Pengertian Ius Gentium hanya dapat di kaitkan dengan dunia manusia
sedangkan Ius naturale (hukum alam) meliputi seluruh penomena alam. Sumbangan
bangsa Romawi terhadap hukum pada umumnya yaitu dengan adanya the Corpus Juris
Civilis, pada masa Kaisar Justinianus.
Konsep-konsep
dan asas-asas hukum perdata yang kemudian diterima dalam hukum internasional
seperti occupation, servitut, bona fides, pacta sunt servanda, Pada masa
kekuasaan Romawi, hukum internasional tidak mengalami perkembangan Hal ini
disebabkan karena adanya Imperium Romawi Suci (Holly Roman Empire), yang tidak
memungkinkan timbulnya suatu bangsa merdeka yang berdiri sendiri, serta adanya
struktur masyarakat eropa barat yang bersifat feodal, yang melekat pada
hierarki otoritas yang menghambat munculnya negara-negara merdeka, oleh
karenanya tidak diperlukan hukum yang mengatur hubungan antar bangsa-bangsa.
(Ibid: 8-9).
Bangsa Romawi dalam pembentukan perjanjian-perjanjian dan perang diatur
melalui tata cara yang berdasarkan pada upacara keagamaan. Sekelompok
pendeta-pendeta istimewa atau yang disebut Fetiales, tergabung dalam sebuah
dewan yang bernama collegium fetialum yang ditujukan bagi kegiatan-kegiatan
yang terkait secara khusus dengan upacara-upacara keagamaan dan relasi-relasi
internasional. Sedangkan tugas-tugas fetiales dalam kaitannya dengan pernyataan
perang, merekalah yang menyatakan apakah suatu bangsa (asing) telah melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bangsa Romawi atau tidak.
C. Masa Abad Pertengahan
Pada
masa abad pertengahan atau biasa disebut sebagai the Dark Age (masa kegelapan),
hukum alam mengalami kemajuan kembali melalui transformasi di bawah gereja.
Peran keagamaan mendominasi sektor-sektor sekuler. Sistim kemasyarakatan di
Eropa pada waktu itu terdiri dari beberapa negara yang berdaulat yang bersifat
feodal dan Tahta Suci. Pada masa itu muncullah konsep perang adil sesuai dengan
ajaran kristen, yang bertujuan untuk melakukan tindakan yang tidak bertentangan
dengan ajaran gereja.
Selain
itu, beberapa hasil karya ahli hukum memuat mengenai persoalan peperangan,
seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas yang seimbang (reprisal),
Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree of Battles tahun 1380. (Tontowi,
Jawahir dan Pranoto Iskandar; op. cit: 34). Meskipun pada abad pertengahan
hukum internasional tidak mengalami perkembangan yang berarti, sebagai akibat
besarnya pengaruh ajaran gereja, tetapi negara-negara yang berada di luar
jangkuan gereja seperti di Inggris, Perancis, Venesia, Swedia, Portugal,
benih-benih perkembangan hukum internasional mulai bermunculan. Traktat-traktat
yang dibuat oleh negara lebih bersifat mengatur peperangan, perdamaian,
gencatan senjata dan persekutuan-persekutuan
Melemahnya
kekuasaan gereja yang ditandai dengan upaya sekulerisasi, seperti yang
dilakukan oleh Martin Luther sebagai tokoh reformis gereja, dan seiring dengan
mulai terbentuknya negara-negara moderen. Misalnya, Jean Bodin dalam Buku Six
Livers De la Republique 1576, mengemukakan bahwa kedaulatan atau kekuasaan bagi
pembentukan hukum merupakan hak mutlak bagi lahirnya entitas suatu negara. Pada
akhir abad pertengahan ini, hukum internasional digunakan dalam isu-isu politik,
pertahanan dan militer.
Hukum
mengenai pengambilalihan wilayah berkaitan dengan eksplorasi Eropa terhadap
benua Afrika dan Amerika. Beberapa ahli hukum seperti, Fransisco De Vittoria
yang memberikan kuliah di Universitas Salamanca Spanyol bertujuan untuk justifikasi
praktek penaklukan Spanyol. Ia menulis buku Relectio de Indies, yang
menjelaskan hubungan bangsa Spantol dan Portugis dengan bangsa Indian di benua
Amerika, Di dalam buku itu juga dikemukakan bahwa negara tidak dapat bertindak
sekehendak hatinya, dan ius inter gentes (hukum bangsa-bangsa) diberlakukan
bukan saja bagi bangsa Eropa tetapi juga bagi semua umat manusia. Alberico
Gentili, dengan hasil karyanya De Jure Belli Libri Tres tahun 1598. Hasil
pemikirannya lainnya adalah studi tentang hukum perang, doktrin perang adil,
pembentukan traktat, hak-hak budak dan kebebasan di laut (Ibid: 35-36). Pada
abad ke l5 dan 16, telah terjadi penemuan dunia baru, masa pencerahan ilmu dan
reformasi yang merupakan revolusi keagamaan yang telah memporakporandakan
belenggu kesatuan politik dan rohani di Eropa dan menguncangkan
fundamen-fundamen umat Kristen pada abad pertengahan.
Para
ahli hukum pada abad tersebut telah mulai memperhitungkan evolusi suatu
masyarakat negara-negara merdeka dan memikirkan serta menulis tentang berbagai
macam persoalan hukum bangsa-bangsa. Mereka menyadari perlunya serangkaian
kaidah untuk mengatur hubungan antar negara-negara tersebut. Andai kata tidak
terdapat kaidah-kaidah kebiasaan yang tetap maka para ahli hukum wajib
menemukan dan membuat prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan nalar dan
analogi. Mereka mengambil prinsip-prinsip hukum Romawi untuk dijadikan pokok
bahasan studi di Eropa.
Mereka
juga menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum kanonik, konsep semi
teologis dan serta hukum alam. (Starke, J.G. ;op. cit.: 11) Diantara
penulis-penulis pelopor itu antara lain adalah Hugo De Groot atau Grotius,
Vittoria (1480-1546), Belli (1502-1575), Brunus (1491-1563), Fernando Vasgues
de Menchaca (1512-1569), dan Ayala (1548-1617). Tulisan-tulisan para ahli hukum
ini yang terpenting adalah pengungkapan bahwa satu pokok perhatian hukum
internasional pada abad ke-16 adalah hukum perang antar negara, dan dalam
kaitan eropa telah mulai menggunakan tentara tetap, suatu praktek yang tentunya
menyebabkan berkembang adat-istiadat dan praktek-praktek peperangan yang
seragam. Francisco Suares (1548-1617), yang menulis buku De Legibus ae Deo
Legislatore (on Laws and Good as Legislator) yang mengemukakan adanya suatu
hukum atau kaidah objektif yang harus diikuti oleh negara-negara dalam hubungan
antar mereka. Ia juga meletakkan dasar suatu ajaran hukum internasional yang
meliputi seluruh umat manusia.dan gentilis. Hugo De Groot atau Grotius
(1583-1645), orang yang paling berpengaruh atas keadaan hukum internasional
moderen dan dianggap sebagai Bapak Hukum Internasional.
Karyanya
yang terkenal adalah buku on the law of war and peace (de jure Belli ac Pacis)
tahun 1625. Hasil karyanya itu menjadi karya acuan bagi para penulis
selanjutnya serta mempunyai otoritas dalam keputusan-keputusan pengadilan .
Sumbangan pemikirannya bagi perkembangan hukum internasional adalah pembedaan
antara hukum alam dengan hukum bangsa-bangsa. Hukum bangsa-bangsa berdiri
sendiri terlepas dari hukum alam, dan mendapatkan kekuatan mengikatnya dari
kehendak negara-negara itu sendiri. Beberapa doktrin Grotius bagi perkembangan
hukum internasional moderen adalah pembedaan antara perang adil dan tidak adil,
pengakuan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan individu, netralitas terbatas,
gagasan tentang perdamaian, konferensi-konferensi periodik antara
pengusa-penguasa negara serta kebebasan di laut yang termuat dalam buku Mare
Liberium tahun 1609. Samuel Pufendorf (1632-1694) dalam buku De Jure Nature Et
Gentium menyatakan bahwa hukum internasional dibentuk atas dasar hak-hak
alamiah universal dan perang sebagai alat hanya dapat disahkan melalui
syarat-syarat yang ketat. Zouche (1590-1660), penganut aliran positivisme,
lebih memberikan perhatian pada hukum internasional dalam keadaan damai dari
pada hukum perang. (Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar; op. cit: 39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)