Jumat, 23 Desember 2016

KEPERCAYAAN MITOS DAN MAGIC

MAKALAH ANTROOPOLOGI
Tentang
KEPERCAYAAN MITOS DAN MAGIC




KELOMPOK 10


DOSEN PEMBIMBING :




JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1438 H 2016 M






KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah SWT, yang karena bimbingan-Nyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah “Kepercayaan Mitos dan Magic” dalam mata kuliah Antropologi
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua. Aamiin.

                                                                        Padang,   November  2016

                                                                        Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Kepercayaan terhadap mitos merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang telah mengakar. Di jawa misalnya, mitos tentang ratu penguasa laut seiatan yang mempunyai nama Roro Kidul. Sang ratu, dalam mitos jawa mempunyai kekuatan yang dasyat yang dapat mendatangkan marabahaya, sehingga harus di hormati dan di berikan saji agar dia tidak murka dan membuat kerusakan. Sesaji biasanya di berikan setiap bulan syuro ( muharrom dalam islam) dan di letakkan di pinggir bibir pantai laut selatan.
Perkembangan intelektual dan ilmiah pada saat ini tentu sudah tidak perlu kita pandang dengan sebelah mata. Justru hal itu seharusnya kita ikuti, bahkan kita seharusnya ikut serta dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan tersebut. Perkembangan keilmuan (ilmiah) tersebar pada keseluruh aspek disiplin ilmu, termasuk perkembangan ilmu metafisika (ghaib). Hal tersebut terbukti dengan adanya kajian khusus dan mendalam dalam disiplin ilmu metafisika (ghaib), termasuk dalam ilmu magic. Sehingga perkembangan ilmu magic pada saat ini juga pesat dan banyak sekali orang-orang mendalaminya. Tidak jarang seseorang sampai meluangkan waktu, harta dan tempat demi untuk memperdalam dan mengkaji ilmu magic ini.
Harapannya, adanya makalah ini semoga bisa memberikan sebuah wacana dan wawasan keilmuan khususnya ilmu magic dan mitos. Selain itu, adanya penyelewengan atau kesalahan dalam memahami dan menggunakan ilmu magic dan memahami mitos ini tidak berlarut-larut.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kepercayaan terhadap mitos
2.      Bagaimana kepercayaan terhadap magic




BAB I
PEMBAHASAN

A.    Kepercayaan Terhadap Mitos
1.      Pengertian Mitos
Menurut Van Peursen mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu pada komunitas masyarakat.[1] Cerita cerita tersebut dapat berbentuk simbol-simbol yang memberi gambaran tentang suatu hal kebaikan dan keburukan, kahidupan dan kematian, dosa dan penyucian, perkawinan dan kelahiran, akhirat, surga, dan neraka.Dipandang dari segi keadaan mitos juga dapat diartikan dengan sesuatu yang erat kaitannya dengan hal-hal mistis di mana manusia merasa terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghoib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan seperti yang trrdapat dalam mitologi primitif.[2]
Pada dasarnya mitos adalah merupakan tahapan perjalanan spiritual manusia dalam mencapai kebahagiaan dan ketentraman dalam kehidupannya di dunia.Mitos merupakan tahapan-tahapan manusia untuk menemukan sesuatu yang di yakini keberadaannya yaitu yang maha pencipta.Oleh karena manusia merasa makhluk palig lemah secara fisik, maka membutuhkan sesuatu dari luar dirinya untuk menjamin kehidupan yang sesui dengan tuntutan hidup. Manusia akan merasa gelisah dalam krnyataan terciptanya yang lemah di banding dengan makhluk lain. Untuk itu, maka manusia berusaha untuk menggali  kesebenaran dari apa yang terdapat dari alam semesta demi mencari dari apa yang mereka sebut kebenaran. Perjalanan spiritual inilah yang kemudian di gambarkan menjadi suatu yang nyata melalui cerita-crrita fiksi. Cerita-cerita tersebut membentuk alur yang sistematis dan patent. [3]
2.      Pengaruhnya terhadap masyarakat
Dalam alam pemikiran mistis, antara manusia dan alam, baik itu alam fisik, metafisik dan sosial merupakan suatu hal yang berkaitan erat dan saling memiliki ketergantungan.Manusia merasa terkepung oleh kekuatan-kekuatan luar biasa yang terdapat dalam alam yang tida tampak, yaitu alam para dewa. Dalam alam mistis manusia belum merasa sebagai makhluk individu yang bulat, akan tetapi masih terkungkung oleh gambaran-gambaran dan perasaan-perasaan ajaib yang mereka resapi sebagai roh-roh dan daya-daya dari luar.[4] Untuk itulah dalam masyarakat mistis tidak akan pernah sepi dengan ritual. Perilaku seperti inipun di wariskan secara turun temurun sehingga menjadi tradisi.
Alam pemikiran tersebut kemudian membentuk suatu kesadaran individu maupun kesadaran bersama dalam suatu komunitas masyarakat dalam upaya mencari kebenaran untuk  memenuhi kepuasan batin. Proses seperti ini memberikan bukti bahwa manusia mulai menentukan arah kepercayaannya atau teologi pada kekuatan para dewa.
Kesadaran bersama tersebut memiliki dua macam sifat yaitu;eksterior dan constrain.[5] Eksterior mengandung arti bahwa kesadaran kolektif berdiri di luar kesadaran itu sendiri sehingga cenderung kesadaran tersebut bersifat constain atau di paksakan. Kesadaran berbau mistis tersebut di wariskan secara turun temurun dalam bentuk mitos sebagai unsur tradisi kepercayaan. Bentuk kepercayaan sebagai titik harapan kelayakkan hidup bermasyarakat mistis yang sering di pentaskan dalam berbagai kesenian maupun ruwatan. Mitos-mitos tersebut menggiring pada perilaku yang memaksa untuk melakukan apa yang mereka anggap sebagai sebuah kebenaran sejati.
Tradisi kepercayaan adalah konstensi dari Pengaruh mitos yang telah mengakar dalam masyarakat. Dengan kepercayaan manusia dapat merasa telah mencapai kehidupan yang sebenarnya. Menurut teori batos (J.G FRAZER) bahwa manusia mempunyai keterbatasan akal sehingga membutuhkan kekuatan lain yang lebih dominan. [6]  
Keberadaan mitos dalam masyarakat menjadi sangat penting melihat konteks mitos yang terbentuk menjadi kepercayaan yang bersifat tradis.Karena kepercayaan merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan individu dan masyarakat. Manusia pada dasarnya merupakan suatu komunitas yang memiliki habitat kehidupan yang sama, yaitu dalam keyakinan pada suatu kepercayaan. Oleh sebab itu mitos menjadi suatu hal yang sangat fenomenal di tengah-tengah masyarakat primitif.
Bagi masyarakat modern mitos, sudah tidak lagi menjadi hal yang fenomenal melainkan hanya dianggap sebagai peninggalan budaya yang tergolong dalam kekuatan daya seni.Akan tetapi, anggapan inipun bukan berarti mengeneralisasi dari kesemua masyarakat modern.Karena sebagian dari masyarakat modern masih terdapat suatu komunitas yang berpegang teguh dalam tradisi mitos.Misalnya di sebagian pulau Jawa di bagian selatan yang masih mempercayai tentang penguasa laut kidul. Di bagian pulau Jawa tersebut masih sering menjumpai ritual-ritual dengan membawa sesaji ke tepi pantai sebagai persembahan pada sang Ratu penguasa laut.
Secara umum di dunia modern mitos mengalami degradasi yang signifikan. Hal itu di sebabkan karena dunia modern adalah termasuk dari bagian dari tahapan fungsional yang cenderung pada penggunaan rasio sehingga sesuatu yang irrasional seperti halnya mitos hanya akan menjadi karya masa lalu dan tidak layak pakai. Mitos raksasa memakan bulan yang menyebabkan gerhana bulan telah di gantikan dengan teori astronomi.Lambang-lambang mitos yang merupakan petunjuk kebenaran menjadi karya seni yang tidak berarti lagi.
B.     Kepercayaan Terhadap Magic
1.      Pengertian Magic
Magis adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan  yang diingininya dengan tak memperlihatkan hubungan sebab akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang di ingini.[7]
Menurut Honig Jr kata Magi berasal dari bahasa Parsi “Maga” yang berarti “Imam” atau pendeta untuk agama Zuruaster yang bertugas mengembangkan dan memelihara kelestarian agama. Ia pun menegaskan bahwa magi sama dengan sihir. Namun demikian, dalam kepercayaan primmitif, magi lebih luas artinya daripada sihir sebagaian dikatakan magi adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang mempunyai arti lebih tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seseornag ahli sihir sebagai perseorangan.
Sedangkan menurut Dhava Moni mendefinisikan magi sebagai upacara dan rumusan ferbal yang memproyeksikan hasrat manusia ke dunia luar atas dasar teori pengontrolan manusia untuk sesuatu tujuan. Sedangkan orang yang percaya pada magi dan menjalankan magi pikirannya didasarkan kepada dua kepercayaaan yaitu :
1.      Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya ghaib seruppa dengan apa yang dimaksud oleh orang-orang modern dengan daya-daya alam
2.      Bahwa daya-daya ghaib itu dapat dipergunakan, tetapi penggunaanya tidak dengan akal pikiran tetapi dengan alat-alat diluar akal[8]
Dalam buku filsafat ilmu karya Ahmad Tafsir, dalam permasalahan mistik, magic dibagi  menjadi dua, yaitu: [9]
a.       Mistik Magis Putih
Mistik magis putih dalam Islam contohnya adalah mukjizat, karomah, ilmu hikmah. Mistik magis putih di anggap sebagai mistik magis yang berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan penggunaannya memakai wirid, doa, wafaq-wafaq dan isim-isim.  
Rasulullah SAW ketika bersama dengan Abu Bakar di gua Tsur pernah membaca surat al-mu’awidzatain (surat al-Nas dan al-Falaq) untuk mengobati Abu bakar yang disengat binatang dengan cara menyemburkan pada luka Abu Bakar dan atas izin Allah luka itu sembuh seketika.
b.      Mistik Magis Hitam
Mistik magis hitam contohnya adalah santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh jadi mistik magis hitam itu dapat disebut sihir saja. Mistik magis hitam berasal dari luar agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan dalam prakteknya menggunakan mantra, jampi, rajah-rajah dan jimat. Mistik magis hitam bersandar pada kekuatan setan dan roh jahat.
Dalam buku antropologi agama karya Adeng Muchtar Ghazali magi menurut Dhava Moni dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       magi tiruan (imiative magic)
magi tiruan didasarkan pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam proses; keserupaan menghasilkan keserupaan, yang disebut magi initatif menurut Fraze. Misalnya kalau seseorang menusukan jarum kepada boneka, orang yang disertakan dengan boneka itu akan terkena pengaruhnya.  
b.       Magi sentuhan (contageius Magic)
Magi ini didasarkan pada hukum sentuhan fisik atau penularan melalui kontak fisik. Misalnya ahli magi dapat mencelakakan orang lain kalau ia memperoleh sehelai rambut, sepotong kuku, secarit kain atau benda lainnya yang bernah bersentuhan dengan orang tersebut. [10]
2.      Pandangan Agama tentang Magis
          Dalam sosiologi agama, masalah bagaimana dan apa definisi agama berperan besar dalam perkembangan disiplin ini secara keseluruhan. Secara umum, perdebatan tentang definisi agama bisa dilihat dari berbagai sisi dasar konseptual. Misalnya, ada perbedaan mendasar antara perspektif reduksionis dengan non-reduksionis. Perspektif yang pertama cenderung melihat agama sebagai epifenomena, sebuah refleksi atau ekspresi dari sisi yang lebih dasariah dan permanen yang ada dalam perilaku individual dan masyarakat manusia. Penulis-penulis semacam Pareto, Lenin, Freud dan Engels memandang agama sebagai produk atau refleksi mental dari kepentingan ekonomi, kepentingan biologis atau pengalaman ketertindasan kelas.
Implikasi pandangan reduksionis ini adalah kesimpulan yang mengatakan keyakinan-keyakinan religius sama sekali keliru, karena yang diacu adalah kriteria-kriteria saintifik atau positifistik. Oleh karena itu memegang keyakinan religius adalah tindakan irrasional, karena yang dirujuk adalah kriteria logis pemikiran. Implikasi terakhir reduksionisme kaum positifistik adalah bahwa agama dilihat sebagai aktifitas kognitif nalar individual yang satu dan lain sebab telah salah kiprah memahami hakikat kehidupan empiris dan sosial (Goode, 1951).
Sebagian dari definisi klasik agama yang muncul pada abad 19 adalah “definisi minimum”-nya E.B. Tylor. Dia mengatakan agama sebagai “kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual”. Agama lahir dari upaya para “filosof primitive” untuk mengerti dan memahami pengalaman-pengalaman mental mereka. Kita dapat lihat tipe definisi ini sangat individualistik, kognitif dan rasionalis, karena tidak khusus diarahkan pada praktek atau symbol-simbol religius dalam kaitannya dengan organisasi sosial, dan definisi semacam ini menerima kriteria sains-sains Barat sebagai kebenaran yang tak bisa diganggu gugat dan satu-satunya landasan rasionalitas.
Sedangkan sejarah sosiologi agama bisa dipandang sebagai gerak teoritis yang melepaskan diri dari reduksionisme positif menuju telaah yang lebih apresiatif terhadap arti penting ritual religius dalam organisasi sosial dan menuju pada satu kesadaran bahwa ternyata sains positifistik bukanlah alat ukur yang tepat untuk menentukan rasionalitas agama. Dalam antropologi, perubahan perspektif ini sering dikaitkan dengan pembuktian yang mengatakan bahwa “masyarakat primitive pun” juga telah membedakan dengan jelas mana yang magis dan mana yang teknologis; magis hanya berperan dalam situasi ketidakpastian dan bahaya.[11]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mitos adalah cerita-cerita atau dongeng-dongeng yang berisi tentang baik dan buruk, hidup dan mati, dunia dan akhirat.Mitos muncul sebagai akibat rasa keingintahuan manusia tentang alam semesta dan juga muncul dari akibat perjalanan spiritual balam pencapaian kebutuhan batin.Yaitu pandangan manusia tentang hakikat dari kehidupannya sendiri yang terikat pada hal yang buruk dan menyedihkan, sehingga membutuhkan ritual khusus untuk melepaskan dari belenggu samsara.Pandangan ini mengarah dalam suatu keyakinan tentang adanya kepungan kekuatan ghaib yang buruk maupun yang baik.
            Magic merupakan suatu tindakan yang mempunyai anggapan bahwa dengan kekuatan gaib dunia bisa dikuasai. Dimana magic mempunyai hubungan dengan ilmu takhayul, ilmu gaib dan ilmu kultus. Keberadaan magis dalam dunia  mistik dibagi menjadi dua yaitu magic hitam dan magic putih.
            Selain itu, magic mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yaitu  ilmu sihir dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pandangan agama, adanya magic sangat diperhatikan dan bahkan dikaji secara mendalam. Dikarenakan antara magic dan agama di dalamnya juga berisi kepercayaan tentang hal-hal yang gaib.



DAFTAR PUSTAKA

Aly Abdullah, Ir. Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar,Jakarta,Bumi Aksara,2003
Sujarwa ,Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2010
Margono,dkk, Ilmu Alamiah Dasar, UNS, Surakarta, 1982
Arifin Bambang Samsul, Psikologi Agama, Bandung:Pustaka Setia, 2008
Ghazali Adeng Muchtar, Antropologi Agama, Bandung:Alfabeta,2011
Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010
Ravertz Jerome R, Filsafat Ilmu,  Yogyakarta.:Pustaka Pelajar. 2004
Turner Bryan S., Agama &Teori Sosial, Yogyakarta: Ijang Grafika,  2006




[1] Drs. Abdullah Aly, Ir. Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar,Jakarta,Bumi Aksara,2003,halm. 6
[2] Drs. Sujarwa, M. Hum,Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2010,halm.38
[3] Ibid. h. 39
[4] Ibid., h. 39
[5] Drs. Margono,dkk, Ilmu Alamiah Dasar, UNS, Surakarta, 1982, Halm. 12
[6] Drs Sujarwa,M, op. Cit. h. 175
[7] Bambang Samsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung:Pustaka Setia, 2008),hlm.212.
[8] Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama,(Bandung:Alfabeta,2011)  h. 129-130
[9] Ahmad tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 112.

[10] Jerome R Ravertz, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta.:Pustaka Pelajar. 2004), hlm.18
[11] Bryan S. Turner, Agama &Teori Sosial,  (Yogyakarta: Ijang Grafika,  2006). hlm. 415 – 416.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih komentarnya :)