MAKALAH ANTROOPOLOGI
Tentang
KEPERCAYAAN MITOS DAN MAGIC
KELOMPOK 10
DOSEN
PEMBIMBING :
JURUSAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1438 H
2016 M
KATA
PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis
ucakan kepada Allah SWT, yang karena bimbingan-Nyalah maka penulis bisa
menyelesaikan sebuah makalah “Kepercayaan
Mitos dan Magic” dalam mata kuliah Antropologi
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya
dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif
bagi kita semua. Aamiin.
Padang, November
2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Kepercayaan
terhadap mitos merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang telah mengakar.
Di jawa misalnya, mitos tentang ratu penguasa laut seiatan yang mempunyai nama
Roro Kidul. Sang ratu, dalam mitos jawa mempunyai kekuatan yang dasyat yang
dapat mendatangkan marabahaya, sehingga harus di hormati dan di berikan saji
agar dia tidak murka dan membuat kerusakan. Sesaji biasanya di berikan setiap
bulan syuro ( muharrom dalam islam) dan di letakkan di pinggir bibir pantai
laut selatan.
Perkembangan intelektual
dan ilmiah pada saat ini tentu sudah tidak perlu kita pandang dengan sebelah
mata. Justru hal itu seharusnya kita ikuti, bahkan kita seharusnya ikut serta
dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan tersebut. Perkembangan keilmuan
(ilmiah) tersebar pada keseluruh aspek disiplin ilmu, termasuk perkembangan
ilmu metafisika (ghaib). Hal tersebut terbukti dengan adanya kajian khusus dan
mendalam dalam disiplin ilmu metafisika (ghaib), termasuk dalam ilmu magic.
Sehingga perkembangan ilmu magic pada saat ini juga pesat dan banyak sekali
orang-orang mendalaminya. Tidak jarang seseorang sampai meluangkan waktu, harta
dan tempat demi untuk memperdalam dan mengkaji ilmu magic ini.
Harapannya, adanya
makalah ini semoga bisa memberikan sebuah wacana dan wawasan keilmuan khususnya
ilmu magic dan mitos. Selain itu, adanya penyelewengan atau kesalahan dalam
memahami dan menggunakan ilmu magic dan memahami mitos ini tidak
berlarut-larut.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kepercayaan terhadap mitos
2. Bagaimana
kepercayaan terhadap magic
BAB I
PEMBAHASAN
A. Kepercayaan
Terhadap Mitos
1. Pengertian
Mitos
Menurut Van Peursen mitos
adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu pada komunitas
masyarakat.[1] Cerita
cerita tersebut dapat berbentuk simbol-simbol yang memberi gambaran tentang
suatu hal kebaikan dan keburukan, kahidupan dan kematian, dosa dan penyucian,
perkawinan dan kelahiran, akhirat, surga, dan neraka.Dipandang dari segi
keadaan mitos juga dapat diartikan dengan sesuatu yang erat kaitannya dengan
hal-hal mistis di mana manusia merasa terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghoib di
sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan
seperti yang trrdapat dalam mitologi primitif.[2]
Pada dasarnya mitos
adalah merupakan tahapan perjalanan spiritual manusia dalam mencapai
kebahagiaan dan ketentraman dalam kehidupannya di dunia.Mitos merupakan
tahapan-tahapan manusia untuk menemukan sesuatu yang di yakini keberadaannya
yaitu yang maha pencipta.Oleh karena manusia merasa makhluk palig lemah secara
fisik, maka membutuhkan sesuatu dari luar dirinya untuk menjamin kehidupan yang
sesui dengan tuntutan hidup. Manusia akan merasa gelisah dalam krnyataan
terciptanya yang lemah di banding dengan makhluk lain. Untuk itu, maka manusia
berusaha untuk menggali kesebenaran dari apa yang terdapat dari alam
semesta demi mencari dari apa yang mereka sebut kebenaran. Perjalanan spiritual
inilah yang kemudian di gambarkan menjadi suatu yang nyata melalui
cerita-crrita fiksi. Cerita-cerita tersebut membentuk alur yang sistematis dan
patent. [3]
2. Pengaruhnya terhadap masyarakat
Dalam alam pemikiran
mistis, antara manusia dan alam, baik itu alam fisik, metafisik dan sosial
merupakan suatu hal yang berkaitan erat dan saling memiliki
ketergantungan.Manusia merasa terkepung oleh kekuatan-kekuatan luar biasa yang
terdapat dalam alam yang tida tampak, yaitu alam para dewa. Dalam alam mistis
manusia belum merasa sebagai makhluk individu yang bulat, akan tetapi masih
terkungkung oleh gambaran-gambaran dan perasaan-perasaan ajaib yang mereka
resapi sebagai roh-roh dan daya-daya dari luar.[4]
Untuk itulah dalam masyarakat mistis tidak akan pernah sepi dengan ritual.
Perilaku seperti inipun di wariskan secara turun temurun sehingga menjadi
tradisi.
Alam pemikiran tersebut
kemudian membentuk suatu kesadaran individu maupun kesadaran bersama dalam
suatu komunitas masyarakat dalam upaya mencari kebenaran untuk memenuhi
kepuasan batin. Proses seperti ini memberikan bukti bahwa manusia mulai menentukan
arah kepercayaannya atau teologi pada kekuatan para dewa.
Kesadaran bersama
tersebut memiliki dua macam sifat yaitu;eksterior dan constrain.[5]
Eksterior mengandung arti bahwa kesadaran kolektif berdiri di luar kesadaran
itu sendiri sehingga cenderung kesadaran tersebut bersifat constain atau di
paksakan. Kesadaran berbau mistis tersebut di wariskan secara turun temurun
dalam bentuk mitos sebagai unsur tradisi kepercayaan. Bentuk kepercayaan
sebagai titik harapan kelayakkan hidup bermasyarakat mistis yang sering di
pentaskan dalam berbagai kesenian maupun ruwatan. Mitos-mitos tersebut
menggiring pada perilaku yang memaksa untuk melakukan apa yang mereka anggap
sebagai sebuah kebenaran sejati.
Tradisi kepercayaan
adalah konstensi dari Pengaruh mitos yang telah mengakar dalam masyarakat. Dengan
kepercayaan manusia dapat merasa telah mencapai kehidupan yang sebenarnya.
Menurut teori batos (J.G FRAZER) bahwa manusia mempunyai keterbatasan akal
sehingga membutuhkan kekuatan lain yang lebih dominan. [6]
Keberadaan mitos dalam
masyarakat menjadi sangat penting melihat konteks mitos yang terbentuk menjadi
kepercayaan yang bersifat tradis.Karena kepercayaan merupakan bagian yang
terpenting dalam kehidupan individu dan masyarakat. Manusia pada dasarnya
merupakan suatu komunitas yang memiliki habitat kehidupan yang sama, yaitu
dalam keyakinan pada suatu kepercayaan. Oleh sebab itu mitos menjadi suatu hal
yang sangat fenomenal di tengah-tengah masyarakat primitif.
Bagi masyarakat modern
mitos, sudah tidak lagi menjadi hal yang fenomenal melainkan hanya dianggap
sebagai peninggalan budaya yang tergolong dalam kekuatan daya seni.Akan tetapi,
anggapan inipun bukan berarti mengeneralisasi dari kesemua masyarakat
modern.Karena sebagian dari masyarakat modern masih terdapat suatu komunitas
yang berpegang teguh dalam tradisi mitos.Misalnya di sebagian pulau Jawa di
bagian selatan yang masih mempercayai tentang penguasa laut kidul. Di bagian
pulau Jawa tersebut masih sering menjumpai ritual-ritual dengan membawa sesaji
ke tepi pantai sebagai persembahan pada sang Ratu penguasa laut.
Secara umum di dunia modern mitos mengalami degradasi
yang signifikan. Hal itu di sebabkan karena dunia modern adalah termasuk dari
bagian dari tahapan fungsional yang cenderung pada penggunaan rasio sehingga
sesuatu yang irrasional seperti halnya mitos hanya akan menjadi karya masa lalu
dan tidak layak pakai. Mitos raksasa memakan bulan yang menyebabkan gerhana
bulan telah di gantikan dengan teori astronomi.Lambang-lambang mitos yang
merupakan petunjuk kebenaran menjadi karya seni yang tidak berarti lagi.
B. Kepercayaan
Terhadap Magic
1.
Pengertian
Magic
Magis
adalah suatu tindakan dengan anggapan bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi
duniawi secara nonkultus dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman.
Orang mempercayai bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan yang
diingininya dengan tak memperlihatkan hubungan sebab akibat secara langsung
antara perbuatan dengan hasil yang di ingini.[7]
Menurut Honig Jr kata
Magi berasal dari bahasa Parsi “Maga” yang berarti “Imam” atau pendeta
untuk agama Zuruaster yang bertugas mengembangkan dan memelihara
kelestarian agama. Ia pun menegaskan bahwa magi sama dengan sihir. Namun
demikian, dalam kepercayaan primmitif, magi lebih luas artinya daripada sihir
sebagaian dikatakan magi adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup
yang mempunyai arti lebih tinggi daripada apa yang diperbuat oleh seseornag
ahli sihir sebagai perseorangan.
Sedangkan menurut Dhava
Moni mendefinisikan magi sebagai upacara dan rumusan ferbal yang memproyeksikan
hasrat manusia ke dunia luar atas dasar teori pengontrolan manusia untuk
sesuatu tujuan. Sedangkan orang yang percaya pada magi dan menjalankan magi
pikirannya didasarkan kepada dua kepercayaaan yaitu :
1. Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya ghaib
seruppa dengan apa yang dimaksud oleh orang-orang modern dengan daya-daya alam
2. Bahwa daya-daya ghaib itu dapat dipergunakan, tetapi
penggunaanya tidak dengan akal pikiran tetapi dengan alat-alat diluar akal[8]
Dalam buku filsafat
ilmu karya Ahmad Tafsir, dalam permasalahan mistik, magic dibagi menjadi
dua, yaitu: [9]
a.
Mistik Magis Putih
Mistik magis putih dalam Islam contohnya adalah
mukjizat, karomah, ilmu hikmah. Mistik magis putih di anggap sebagai mistik
magis yang berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam) dan penggunaannya
memakai wirid, doa, wafaq-wafaq dan isim-isim.
Rasulullah SAW ketika bersama dengan Abu Bakar di gua
Tsur pernah membaca surat al-mu’awidzatain (surat al-Nas dan al-Falaq) untuk
mengobati Abu bakar yang disengat binatang dengan cara menyemburkan pada luka
Abu Bakar dan atas izin Allah luka itu sembuh seketika.
b.
Mistik Magis Hitam
Mistik magis hitam contohnya adalah santet dan
sejenisnya yang menginduk ke sihir, bahkan boleh jadi mistik magis hitam itu
dapat disebut sihir saja. Mistik magis hitam berasal dari luar agama langit
(Yahudi, Nasrani, Islam) dan dalam prakteknya menggunakan mantra, jampi,
rajah-rajah dan jimat. Mistik magis hitam bersandar pada kekuatan setan dan roh
jahat.
Dalam buku antropologi agama karya Adeng Muchtar
Ghazali magi menurut Dhava Moni dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
magi tiruan (imiative magic)
magi tiruan didasarkan
pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam proses; keserupaan menghasilkan
keserupaan, yang disebut magi initatif menurut Fraze. Misalnya kalau seseorang
menusukan jarum kepada boneka, orang yang disertakan dengan boneka itu akan
terkena pengaruhnya.
b.
Magi sentuhan
(contageius Magic)
Magi ini didasarkan
pada hukum sentuhan fisik atau penularan melalui kontak fisik. Misalnya ahli
magi dapat mencelakakan orang lain kalau ia memperoleh sehelai rambut, sepotong
kuku, secarit kain atau benda lainnya yang bernah bersentuhan dengan orang
tersebut. [10]
2. Pandangan Agama tentang Magis
Dalam sosiologi agama, masalah bagaimana dan apa definisi agama berperan besar
dalam perkembangan disiplin ini secara keseluruhan. Secara umum, perdebatan
tentang definisi agama bisa dilihat dari berbagai sisi dasar konseptual.
Misalnya, ada perbedaan mendasar antara perspektif reduksionis dengan
non-reduksionis. Perspektif yang pertama cenderung melihat agama sebagai
epifenomena, sebuah refleksi atau ekspresi dari sisi yang lebih dasariah dan
permanen yang ada dalam perilaku individual dan masyarakat manusia.
Penulis-penulis semacam Pareto, Lenin, Freud dan Engels memandang agama sebagai
produk atau refleksi mental dari kepentingan ekonomi, kepentingan biologis atau
pengalaman ketertindasan kelas.
Implikasi pandangan
reduksionis ini adalah kesimpulan yang mengatakan keyakinan-keyakinan religius
sama sekali keliru, karena yang diacu adalah kriteria-kriteria saintifik atau
positifistik. Oleh karena itu memegang keyakinan religius adalah tindakan
irrasional, karena yang dirujuk adalah kriteria logis pemikiran. Implikasi
terakhir reduksionisme kaum positifistik adalah bahwa agama dilihat sebagai
aktifitas kognitif nalar individual yang satu dan lain sebab telah salah kiprah
memahami hakikat kehidupan empiris dan sosial (Goode, 1951).
Sebagian dari definisi
klasik agama yang muncul pada abad 19 adalah “definisi minimum”-nya E.B. Tylor.
Dia mengatakan agama sebagai “kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat
spiritual”. Agama lahir dari upaya para “filosof primitive” untuk mengerti dan
memahami pengalaman-pengalaman mental mereka. Kita dapat lihat tipe definisi
ini sangat individualistik, kognitif dan rasionalis, karena tidak khusus
diarahkan pada praktek atau symbol-simbol religius dalam kaitannya dengan
organisasi sosial, dan definisi semacam ini menerima kriteria sains-sains Barat
sebagai kebenaran yang tak bisa diganggu gugat dan satu-satunya landasan
rasionalitas.
Sedangkan sejarah
sosiologi agama bisa dipandang sebagai gerak teoritis yang melepaskan diri dari
reduksionisme positif menuju telaah yang lebih apresiatif terhadap arti penting
ritual religius dalam organisasi sosial dan menuju pada satu kesadaran bahwa
ternyata sains positifistik bukanlah alat ukur yang tepat untuk menentukan
rasionalitas agama. Dalam antropologi, perubahan perspektif ini sering dikaitkan
dengan pembuktian yang mengatakan bahwa “masyarakat primitive pun” juga telah
membedakan dengan jelas mana yang magis dan mana yang teknologis; magis hanya
berperan dalam situasi ketidakpastian dan bahaya.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mitos adalah
cerita-cerita atau dongeng-dongeng yang berisi tentang baik dan buruk, hidup
dan mati, dunia dan akhirat.Mitos muncul sebagai akibat rasa keingintahuan
manusia tentang alam semesta dan juga muncul dari akibat perjalanan spiritual
balam pencapaian kebutuhan batin.Yaitu pandangan manusia tentang hakikat dari
kehidupannya sendiri yang terikat pada hal yang buruk dan menyedihkan, sehingga
membutuhkan ritual khusus untuk melepaskan dari belenggu samsara.Pandangan ini
mengarah dalam suatu keyakinan tentang adanya kepungan kekuatan ghaib yang
buruk maupun yang baik.
Magic merupakan suatu
tindakan yang mempunyai anggapan bahwa dengan kekuatan gaib dunia bisa
dikuasai. Dimana magic mempunyai hubungan dengan ilmu takhayul, ilmu gaib dan
ilmu kultus. Keberadaan magis dalam dunia mistik dibagi menjadi dua yaitu
magic hitam dan magic putih.
Selain itu, magic mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yaitu ilmu
sihir dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pandangan agama, adanya
magic sangat diperhatikan dan bahkan dikaji secara mendalam. Dikarenakan antara
magic dan agama di dalamnya juga berisi kepercayaan tentang hal-hal yang gaib.
DAFTAR PUSTAKA
Aly Abdullah, Ir. Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar,Jakarta,Bumi
Aksara,2003
Sujarwa ,Ilmu Sosial
Dan Budaya Dasar, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2010
Margono,dkk, Ilmu
Alamiah Dasar, UNS, Surakarta, 1982
Arifin Bambang Samsul, Psikologi
Agama, Bandung:Pustaka Setia, 2008
Ghazali Adeng Muchtar, Antropologi
Agama, Bandung:Alfabeta,2011
Tafsir Ahmad, Filsafat
Ilmu, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010
Ravertz Jerome R, Filsafat Ilmu, Yogyakarta.:Pustaka Pelajar. 2004
Turner Bryan S., Agama
&Teori Sosial, Yogyakarta: Ijang Grafika, 2006
[1] Drs. Abdullah Aly, Ir. Eny Rahma, Ilmu Alamiah
Dasar,Jakarta,Bumi Aksara,2003,halm. 6
[3] Ibid.
h. 39
[4] Ibid.,
h. 39
[5] Drs. Margono,dkk, Ilmu Alamiah Dasar, UNS,
Surakarta, 1982, Halm. 12
[6] Drs Sujarwa,M, op. Cit. h. 175
[7] Bambang Samsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung:Pustaka
Setia, 2008),hlm.212.
[8] Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama,(Bandung:Alfabeta,2011)
h. 129-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)