PENDAHULUAN
Al-Qur’an
adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi setiap muslim.
Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan,
tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan
alam sekitarnya. Utntuk memahami ajaran islam secara sempurna diperlukan
pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten. Sebagaimana diketahui,
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafal maupun uslub-nya. Suatu
bahasa yang kaya kosa kata dan sarat makna.
Oleh karena itu sangat penting untuk kita mempelajari study Al-Qur’an,
agar bisa megkaji lebih dalam lagi mengenai ayat-ayat Al-Qur’an.
Perumusan masalah :
1.
Pengertian Al-Qur’an dan
fungsinya
2.
Hakikat wahyu dalam
Al-Qur’an
3.
Isi dan pesan-pesan
Al-Qur’an
4.
Bukti-bukti autensitas
Al-Qur’an
5.
Metodologi penafsiran
Al-Qur’an
6.
Model-model penelitian
tafsir
PEMBAHASAN
A.Pengertian Al- Quran dan Fungsinya
Dari segi
bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian al-Quran.
Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Quran dibubuhi huruf hamzah (dibaca
al-Quran القراَن) Pendapat lain
mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi huruf hamzah (dibaca Al-Quran القراَن Asy-Syafi'i, al-farra, dan al-Asy'ari
termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal Al-Quran ditulis tanpa
huruf hamzah.
Al-Quran
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril selama kurang
lebih 23 tahun dalam dua fase, yaitu 13 tahun fase sebelum beliau hijrah ke Medinah
(Makiyah), dan 10 tahun pada fasevsesudah hijrah ke Medinah (Madaniyah).
Al-Quran terdiri dari 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf.
Proporsi masing-masing fase tersebut adalah 19/30 (86 surat) untuk ayat-ayat
Makiyah, dan 11/30 (28 surat) untuk ayat-ayat Madaniyah.
"Al-Quran
adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin
Abdullah melalui AI-Ruhul Amin (Jibril as.) dengan lafal-lafalnya yang
berbahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul bahwa
ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk
kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah
dengan membacannya. A1-Quran itu terhimpun dalam mushhaf, dimulai dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas, disampaikan kepada kita secara
mutawatir dari generasi ke generasi secara tulisan maupun lisan. la terpelihara
dari perubahan atau pergantian".
Al-Quran diturunkan kepada nabi
Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada manusia, sudah barang tentu
memiliki banyak fungsi, baik bagi nabi Muhammad sendiri maupun
bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Di antara fungsi
al-Quran adalah sebagai:
1.
Bukti kerasulan Muhammad dan kebenaran
ajarannya.
2.
Petunjuk akidah dan
kepercayaan yang harus dianut oleh manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan
keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
3.
Petunjuk mengenai akhlak
yang murni dengan jalan menerangkan norma norma keagamaan dan susila yang harus
diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif.
4.
Petunjuk syari' at dan hukum dengan jalan
menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam
hubungannyadengan Tuhan dan sesama manusia. Atau dengan kata lain, al-Quran
adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Lebih dari
itu, Masyfuk Zuhdi dalam bukunya "Pengantar Ulumul Quran"
mengemukakan bahwa al-Quran mempunyai beberapa fungsi. Di antaranya fungsi yang terpenting adalah
sebagai berikut:
1.
Sebagai Mu' jizat N abi Muhammad untuk
membuktikaifbahwaNabi . Muhammad adalah nabi dan rasul Tuhan dan bahwa al-Quran
adalah frrman Tuhan, bukan wapan dan ciptaan nabi Muhammad sendiri. Di dalam
al-Quran surat al-Baqarah: 23 surat Hud: 13 dan surat alIsra': 88 terdapat
tantangan dari Quran terhadap siapa saja yang masih meragukan kebenaran
al-Quran dan kebenaran nabi Muhammad saw. sebagai seorang utusan Allah.
2.
Sebagai sumber segala macam aturan tentang
hukum, sosialekonomi, kebudayaan, pendidikan moral dan sebagainya yang harus
dijadikan way of life bagi seluruh umat manusia untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapinya (perhatikan surat Al-A'raf: 158, surat
an-NahL 59, surat al-Ahzab: 36).
3.
Sebagai hakim yang diberi
wewenang oleh 'Iuhan memberikan keputusan terakhir mengenai beberapa masalah
yang diperselisihkan dikalangan pemimpin-pemimpin agama dari bermacam-macam
agama dan sekaligus sebagai korektor yang mengkoreksi kepercayaan-kepercayaan /
pandangan-pandangan / anggapananggapan yang salah dikalangan umat beragama,
seperti dapat dilihat dalam surat an-Najmi: 27, an-Nahl: 64-65).
4.
Sebagai pengukuh / penguat
yang mengukuhkan dan menguatkan kebenaran akan adanya kitab-kitab suci yang
pemah diturunkan sebelum al-Quran dan kebenaran adanya para Nabi dan Rasul
sebelum Nabi Muhammad. Hanya saja ajaran-ajaran dari Nabi sebelum Nabi Muhammad
beserta kitab-kitab sucinya sudah tidak orisinil lagi, sebab tidak sedikit yang
telah diubah oleh para pemim[pin mereka (perhatikan suratAl-Maidah : 48, surat
An-Nisa' : 45)."
B.Model-model Penelitian
Tafsir
Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan para ulama tafsir sebagai berikut.
1. Model Quraish Shihab
H.M. Quraish
Shihab (lahir th.1944) -pakar di bidang Tafsir dan Hadis Se-Asia Tenggara telah
banyak melakukan tafsir sebagai enelitian terhadap berbagaii karya ulama
terdahulu di bidang tafsir. la, misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H. Rasyid Ridla,
dengan judul Studi KritisTafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
yang telah 4, diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada tahun
1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebihj
banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan perbandingan. Yaitu
modelA penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan
ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang
bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun
ulama lainnya. Daia-data yang
dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara
lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan
perbandingan. Asal penelitian H.M. Quraish
Shihab terhadap Tafsir al-Manar Muhanduh, misalnya menyatakan bahwa Syaikh
Muhammad Abduh (1849-1909) adalah salah seorang ahli tafsir yang banyak
mengandalkan akal, menganut prinsip "tidak menafsirkan ayat-ayat yang
kandungannya tidak terjang malah pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang
samar atau tidak terperinci dalam Al-Qur'an. Ketika menafsirkan firman Allah
dalam al-Qur'an surat 101 ayat 67 tentang timbangan amal perbuatan di Hari
Kemudian", Abduh menulis Cara Tuhan dalam menimbang amal perbuatan, dan
apa yang wajar diterima sebagai balasan pada had itu, tiada lain kecuali atas
dasar apa yang diketahui oleh-Nya, bukan atas dasar apa yang kita ketahui, maka
hendaklah kita menyerahkan permasalahannya hanya kepada Allah SWT. atas dasar apa
yang diketahui Bahkan, Abduh terkadang tidak menguraikan arti satu kosa kata,
yang tidak jelas, dan menganjurkan untuk
tidak perlu merobahasnva, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat Umar bin
Khathab ketika membaca abba dalam surat Abasa (Qs., 80: 32) yang berbicara
tentang aneka ragam niikmat Tuhan kepada makhluk-makhluk-Nya.
2. Model Ahmad Al- Syarbashi
Pada
tahun 1985 Ahmad Al- Syarbashi melakukan penilitian tentang tafsir dengan
mengggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya
yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan
bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Ibn Jarii
al- Thabari, al-Zamaksari, Jalaluddin al-Suyuthi. Menurutnya bahwa tafsir pada
zaan Rasulullah SAW.,pada awal masa pertumbuhan islam disusun pendek dan tampak
ringkas,karena penguasaan bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup untuk
memahami gaya dan susunan kalimat AL-Qur’an.
Lebih
lanjut Ahmad Al- Syarbashi mengatakan, tentu saja pertama-tama kita harus
mengambil tafsir dari rasul allah. Melalui riwayat-riwayat hadits yang tidak
ada keraguaan atas kebernarannya.ini sangat sangat perlu ditekankan, karena
banyak hadits maudlu ( palsu-buatan). Tentang tafsir ilmiah, Ahmad Al-
Syarbashi mengatakan, sudah dapat kita pastikan bahwa dalam al-Qur’an tidak
terdapat suatu teks induk yang bertentangaan dengan bermacam kenyataan ilmiah.
Ini merupakan satu segi dari kedudukannya sebagai mukjizat.
3. Model Syaikh Muhammad Al-
Ghazali
Syaikh
Muhammad Al- Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir islam abad modern yang
produktif. Banyak hasil penilitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang al-
Qur’an. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Muhammad Al- Ghazali menempuh
cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan
berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.
Salah satu
hasil penilitian yang dilakukan oleh Muhammad Al- Ghazali adalah berjudul Berdialog dengan Al-Qur’an. Dalam buku
tersebut dilaporkan antara lain macam macam metode memahami al; quran, ayat-
ayat kauniyah dalam al qur’an, bagaimana memahami al- qur’an, peran ilmu sosial
dan kemanusiaan dalam memahami al-qur’an.
Tentang macam
macam metode memahami al-qur’an, Muhammad Al- Ghazali membaginya bkedalam
metode klasik dan metode modern dalam memahami al-qur’an. Menurutnya dalam
berbagi kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami al-qur’an yang
berawal dari ulama generasi terdahulu.
C.Macam-macam Metode Penafsiran Al-Qur’an
1)
Corak ma’tsur (riwayat)
Metode ma’tsur
memiliki keistimewaan antara lain :
a.
Menekankan pentingnya
bahasa dalam memahami al- qur’an
b.
Memaparkan ketelitian
redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesanya
c.
Mengikat mufasir dalam
bingkai teks ayat-ayat sehingga memabatasinya terjerumus dalam subyektifitas
berlebihan.
Sedangkan
kelemahannya antara lain :
a.
Terjerumusnya sang mufasir
kedalam uraian kebahasaan dan kesustraan yang bertele tele sehingga pesan pokok
al- Qur’an menjadi kabur dicelah uraian tersebut.
b.
Seringkali konteks turunnya
ayat ( uraian asbabul nuzul ) atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum
yang dipahami dari uraian nasih mansukh
hampir dapata dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut
bagaikan turu bukan dalam sutu masa atau berada di tengah- tengah masyarakat
tanpa budaya.
2)
Metode penalaran
a)
Metode tahlily
Metode tahlily adalah suatu metode tafsir yang
mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al- Qur’an dari berbagi
seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum
didalam mushhaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat
berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan megikuti urutan ayat
atau surat sesuai dengan yang terdapat dalam mushhaf. Segala segi yang dianggap
oerlu oleh seorang mufasir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosakata,
asbab al-nuzul, munasabat, dan lain- lain yang bekaitan dengan teks atau
kandungan ayat.
b)
Metode Ijmali
Metode ijmali atau metode global adalah cara
menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang
terdapat pada suatu ayat secara global.
c)
Metode muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir al-Qur’an
yang dilakuan dengan cara membandingkan ayat al-Qur’an yang satu dengan yang
lainnya, yaitu ayat- ayat yang kemiripan redaksi redaksi dalam dua atau lebih kasus
yang berbeda, atau memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang
samadan membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits
-hadits Nabi Muhammad SAW, yang bertentangan, serta
membandingkan pendapat- pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Qur’an.
d)
Metode Maudlu’iy
Metode penafsiran Al-Qur’an dengan cara menghimpun
ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan topik tertentu
yang ditetapkan sebelumnya. Misalnya saja tafsir wanita, tafsir tentang ilmu
pengetahuan, tafsir tentang persoalan gaib, dan lain-lain.
D.Klasifikasi
kandungan al-Qur’an.
Isi Al-Qur’an mencakup dan menyempurnakan pokok- pokok
ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurat, Injil, dan Zabur).
Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran: a)
keimanan; b) akhlak danbudi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup
sehari-hari antar sesama manusia. Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa
Al-Qur’an berisi dua peraturan pokok: a) peraturan yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah SWT; dan b) peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya, dan dengan alam sekitarnya.
Al-Quran adalah kitab suci agama islam untuk seluruh
umat muslim di seluruh dunia dari awal diturunkan hingga waktu penghabisan
spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa akibat kiamat
besar.
Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung
kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok
atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-masing
kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :
1.
Akidah
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai
kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran
mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah
SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada
Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak
percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
Contohnya pada
surat Al-Ikhlas
2.
Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi
bahasa. Dari pengertian "istilah" ibadah adalah segala bentuk
ketaatan yang dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam
lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu,
membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang
telah mampu menjalankannya.
3.
Akhlak
Kata akhlaq meupakan jamak dari al-khuluq. Secara
harfiah, ia berasal dari kata kholaqa yang berarti menjadikan. Dan al-akhuluq
berarti kejadian. Secara istilah, al-akhlaq diartikan kepada suasana jiwa
(ahwal an-nafs) yang berpengaruh pada prilaku. Ibnu Miskawaih (421 H)
mendefinisikan akhlaq itu sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia,
baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau
akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak
bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang
diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
Contohnya pada
surat Al Israa’ : 23-24
4.
Hukum-Hukum
Secara garis besar hukum yang diperbincangkan dalam
Al-Qur’an meliputi dua hal yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah meiputi shalat,
puasa, zakat, dan haji. Dan muamalah meliputi hukum keluarga, jinayah, politik
dan ekonomi.
Contohnya pada surat
al-Baqarah ayat 234
5.
Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi
peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau
waa'id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman
kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad. Di samping itu
ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib
dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
6.
Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang
yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT
serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap
Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil
pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain
ikibar.
7.
Dorongan Untuk Berpikir
Di dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang mengulas
suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan
juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
Contohnya yaitu pada surat Āli Imrān 191
E.Hakikat
Wahyu.
Wahyu menurut istilah adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabinya. Syeikh Muhammad Abduh dalam risalah tauhidnya, mendefinisikan wahyu dengan : “Pengetahuan yang didapat seseorang dengan penuh keyakinan bahwa itu datang dari Allah baik dengan lansung atau tanpa perantara.”
Ulama berpendapat tentang bagaimana malaikat jibril mendapat wahyu dari Allah berupa Al-Qur’an :
1. Jibril mendapatkannya dengan cara mendengar dari Allah dengan lafadz yang khusus
2. Jibril menghafalnya dari Lauhil Mahfuz
3. Jibril mendapatkan maknanya dan lafaznya dari jibril sendiri atau dari Muhammad SAW.
Semakin lama manusia semakin cerdas. diiringi pesatnya teknologi, perkembangan ilmu, kemampuan mengeskplorasi bumi, laut dan langit. Semuanya itu membantu menyapu keraguan manusia akan hakikat wahyu. Rasulullah SAW bukanlah manusia pertama yang mendapatkan wahyu, Allah telah melakukan hal serupa kepada Rasul‐rasul sebelum beliau SAW,
Allah SWT. Berfirman : “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi‐nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. dan (kami telah mengutus) Rasul‐rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul‐rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung“. (QS An‐Nisa’ [4] ; 163‐164)
Wahyu menurut istilah adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabinya. Syeikh Muhammad Abduh dalam risalah tauhidnya, mendefinisikan wahyu dengan : “Pengetahuan yang didapat seseorang dengan penuh keyakinan bahwa itu datang dari Allah baik dengan lansung atau tanpa perantara.”
Ulama berpendapat tentang bagaimana malaikat jibril mendapat wahyu dari Allah berupa Al-Qur’an :
1. Jibril mendapatkannya dengan cara mendengar dari Allah dengan lafadz yang khusus
2. Jibril menghafalnya dari Lauhil Mahfuz
3. Jibril mendapatkan maknanya dan lafaznya dari jibril sendiri atau dari Muhammad SAW.
Semakin lama manusia semakin cerdas. diiringi pesatnya teknologi, perkembangan ilmu, kemampuan mengeskplorasi bumi, laut dan langit. Semuanya itu membantu menyapu keraguan manusia akan hakikat wahyu. Rasulullah SAW bukanlah manusia pertama yang mendapatkan wahyu, Allah telah melakukan hal serupa kepada Rasul‐rasul sebelum beliau SAW,
Allah SWT. Berfirman : “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi‐nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. dan (kami telah mengutus) Rasul‐rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul‐rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung“. (QS An‐Nisa’ [4] ; 163‐164)
F.Bukti-bukti Autensitas Al-Quran
Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan
pendapat seorang ulama besar Syi’ah kontemporer, Muhammad Husain
Al-Thabathaba’iy, yang menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan
terbuka, sejak turunnya sampai masa kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak
dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan
sejarah untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci tersebut lanjut
Thabathaba’iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan
membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti
keadaannya. Ini sudah cukup menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti
kesejarahan. Salah satu bukti bahwa Al-Quran yang berada di tangan kita
sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau
perubahan –tulis Thabathaba’iy lebih jauh– adalah berkaitan dengan sifat dan
ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap dapat ditemui
sebagaimana keadaannya dahulu.
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan
bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan
keotentikannya
Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Quran
adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw.
Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan
oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah huruf-huruf
B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan i dalam kurung tidak
tertulis dalam aksara bahasa Arab).
Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak
57 kali atau 3 X 19.
Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan
sebanyak 798 kali atau 42 X 19.
Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X
19. Kedua, huruf (ya’) dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan
sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf (tha’) dan (ha’) pada surah Thaha
masing-masing berulang sebanyak 342 kali, sama dengan 19 X 18.
Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang
dimulai dengan kedua huruf ini, ha’ mim, kesemuanya merupakan perkalian dari
114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat
Al-Quran, oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran.
Karena, seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan
kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka tentu perkalian-perkalian
tersebut akan menjadi kacau.
Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut
itu, diambil dari pernyataan Al-Quran sendiri, yakni yang termuat dalam surah
Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam konteks ancaman terhadap seorang yang
meragukan kebenaran Al-Quran.
KESIMPULAN
Al-Qur’an
adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantar
malaikat Jibril dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang
benar yang dimulai dengan Al-Fatihah dan di akhiri dengan An-Nas. Al-Quran
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril selama kurang
lebih 23 tahun dalam dua fase, yaitu 13 tahun fase sebelum beliau hijrah ke
Medinah (Makiyah), dan 10 tahun pada fasevsesudah hijrah ke Medinah
(Madaniyah). Al-Quran terdiri dari 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan
325345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebut adalah 19/30 (86 surat)
untuk ayat-ayat Makiyah, dan 11/30 (28 surat) untuk ayat-ayat Madaniyah. Oleh
karena itu, kita sebagai umat Islam harus mengetahui dan menjelaskan
hikmah-hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih komentarnya :)